*Happy Reading*Arletta menatap layar televisi dengan tatapan dingin sekali. Khususnya saat layar menyoroti Joshua yang mencoba menghindari awak media yang menjambangi kantornya."Joshua ini beneran gila, ya? Ngapain coba dia posting video mereka? Kan, itu sama saja mempermalukan diri sendiri. Iya gak, sih?" komentar Arkana kemudian. "Menurut lo gimana, Let?" Elkava yang saat ini ada di sana pun melirik Arletta, ingin tahu bagaimana reaksi gadis itu perihal masalah baru yang muncul hari ini. "Dia itu udah kehilangan akal menghadapi media yang mencoba mencari tahu soal si kembar. Makanya, dia sengaja memposting aibnya sendiri, demi berpura-pura menyatakan jika di sini dia juga korban. Dengan begitu semua orang akan menganggap kalau di sini memang gue yang salah. Gue yang nakal. Suka menggoda dan berhubungan dengan banyak pria. Kemarin Tristan, sekarang Joshua. Mungkin besok, Joshua akan memposting video lainnya di mana Arnetta sedang berhubungan dengan anak buahnya," terang Arletta,
*Happy Reading*Arletta menatap nanar semua postingan Milla atas titahnya tadi siang. Apalagi membaca kolom komentar. Hatinya berdenyut sakit sekali. Sejujurnya, dia tidak sampai hati melakukan ini. Karena itu sama saja membuka aib Almarhumah adiknya, Ane."Maafin gue, Ne," lirihnya seraya memejamkan mata menahan tangis.Arletta mencoba menenangkan hatinya, yang bergemuruh oleh rasa bersalah. Namun ternyata sulit sekali. Dia benar-benar merasa bersalah. Sebagai seorang kakak, bukannya menjaga nama baik adiknya. Arletta malah melakukan hal sebaliknya. Tak penat hal itu membuatnya turut merasa pedih.Arletta sudah berusaha sekuat tenaga untuk tetap tegar dan tak sampai menangis. Namun, itu benar-benar sulit sekali. Pada akhirnya tangis pun tak bisa Arletta bendung lagi. Dia menutup menyembunyikan wajahnya pada tangan yang dilipat di atas meja. Kadang, saat sendiri beginilah dia baru bisa menjadi dirinya sendiri dan memperlihatkan kerapuhannya. Meski begitu, Arletta tetap berusaha agar
*Happy Reading*Arletta memang akhirnya berhasil membuktikan jika wanita dalam video bersama Tristan bukanlah dirinya. Akan tetapi, gara-gara postingan seseorang yang memperlihatkan kuburan atas nama 'Arletta Regina Zavier'. Kini ia malah dituduh memalsukan identitas. Semua menyangka dia adalah Arnetta yang berpura-pura jadi Arletta. Alhasil, ya ... membela diri pun seakan tidak ada gunanya. Semua orang menyebutnya gadis licik, sekarang. Mencoba cuci tangan dari dosa yang diperbuat dengan berpura-pura jadi Arletta. Sungguh luar biasa ya netizen maha agung itu. "Haaahhh ... gila, ya? Masalah ini gak ada habisnya," keluh Elkava seraya menghempaskan tubuhnya pada sofa seberang Arletta. Kali ini Milla tak ikut serta. "Le, yakin gak mau bikimn conpres?" imbuhnya lagi. Gadis yang di tegur Elkava hanya menanggapi dengan gelengan kepala saja dengan pelan. Matanya tetap fokus pada berkas yang baru saja Elkava serahkan. "Kenapa?" Elkava masih penasaran. "Buat apa? Percuma juga," jawabnya s
*Happy Reading*"Sudah, sudah. Jangan menakutinya lagi. Dia gak gangguin aku, kok." Arletta pun akhirnya mencoba menenangkan. "Gak usah bohong kamu. Mas tadi lihat dia bisikin kamu sesuatu. Hayo, ngomongin apa aja kalian?" cecar Arkana."Kenapa? Kamu takut rahasianya kebongkar, yaaa?" Arletta malah menggoda suaminya dengan usil."Ck, rahasia apa, sih?" Arkana mengibaskan tangan. "Mas gak punya rahasia apa pun lagi. Semua rahasia Mas kan sudah kamu ketahui dengan jelas, Sayang.""Sa-sayang?" beo pria tadi, terkejut dengan panggilan Arkana pada gadis yang baru saja di kenalnya barusan. "Kenapa? Kamu keberatan saya panggil dia 'Sayang'?" tukas Arkana kemudian."E-eh, e-enggak kok, Bos. Gak sama sekali," sahut pria itu terbata. "Silahkan lanjutkan, Bos. Lanjutkan. Saya gak akan ganggu anda lagi." Selanjutnya pria tadi tersenyum penuh arti. Mungkin dia mengira Arletta ini adalah salah satu gundik Arkana."Lagian kamu keberatan pun, saya gak perduli. Orang saya panggil 'Sayang' sama istri
*Happy Reading*"Apa ini?" Arletta bertanya dengan bingung saat Arkana menaruh beberapa goody bag di hadapannya sore itu. Perasaan, ini bukan hari ulang tahunnya. Kenapa Arkana sudah memberikan kado?"Hadiah dari fans." Dan jawaban Arkana pun semakin membuat Arletta bingung di tempatnya. "Hadiah dari fans? Maksudnya?" beo Arletta. Arkana mengangguk mengaminkan, lalu melabuhkan pinggulnya di sebelah Arletta. "Tepatnya karyawan aku yang auto jadi fans kamu sejak melihat kejadian kemarin. Mereka jadi mengidolakan kamu karena aku tuh savage banget, katanya," terang Arkana kemudian. Mendengar hal itu, Arletta malah mendengkus pelan dan menggeleng tak habis pikir. Ada-ada saja ya kelakuan manusia. "Karena aku savage atau karena bonus dari kamu?" tanya Arletta lagi tak percaya. Kemarin, setelah akhirnya Tristan pergi dengan menanggung rasa malu dan kecewa karena permintaannya, untuk menarik kembali gugatan tak diluluskan Arletta. Arkana tiba-tiba menghampiri para karyawan yang menyaksi
*Happy Reading* "Begitu ya, Dok?" Arletta sudah dalam perjalanan, saat Karina tiba-tiba menelepon dan mengabarkan, jika dia bersama suaminya sedang tidak di rumah. Katanya, mereka ada acara dadakan malam itu."Iya, Let. Maaf banget, ya? Tapi kata Arjuna, gak papa kalau kamu tetap mau ke rumah juga. Soalnya di rumah juga ada Alan, pengacara Arjuna dan memegang berkas tersebut."Arletta terdiam mendengar hal itu. Dia berpikir sejenak tentang lanjut atau tidaknya pergi ke rumah Dokter Karina. Setelah menimbang beberapa saat, Arletta pun memilih tetap pergi. Toh, dia dan Arkana sudah setengah jalan. Lebih dari itu, Arletta juga terlanjur penasaran. Ingin segera tahu info yang ingin di tunjukan Pak Arjuna padanya. "Ya udah kalau gitu. Sekalian aku titip tolong liatin Shanum," ucap Karina setelah mendengar jawaban Arletta. "Loh, Shanum gak dibawa?" tanya Arletta lagi. "Kebetulan acara yang aku dan Arjuna akan datangi lumayan jauh. Takutnya Shanum gak nyaman dan malah rewel di jalan. Ak
*Happy Reading*Asap pekat yang menyebar membuat jarak pandang Arletta terbatas. Serta menyesakkan dan membuat tenggorokan gatal. Arletta menutup setengah wajahnya dengan lengan dalamnya. Terus menerobos masuk meski suhu panas semakin meningkat seiring semakin masuk ke dalam rumah tersebut. Api sudah merembet ke segala sudut. Berkilat-kilat, siap membakar apa saja yang mendekat. Meski begitu, langkah kaki Arletta tak urung sedikit pun. Dia terus melangkah, berlari menaiki tangga demi mencari keberadaan Shanum. Sialnya, Arletta tak tahu di mana kamar gadis kecil itu. Membuatnya kini terpaksa harus menyusuri dan membuka setiap kamar di lantai tersebut. Beruntung asap dan suhu panas di lantai tersebut tak seperti lantai bawah. Membuat Arletta bisa sedikit bernapas lega. "Shanum?! Shanum?! Shanum?! Di mana kamu?" Arletta terus mencari sambil menyerukan nama gadis itu. Berharap Shanum mendengar dan memberikan tanda tentang keberadaannya. Sayangnya, suara riuh di orang-orang panik lebih
*Happy reading*"Apa?!" seru Arjuna, ketika akhirnya mendapatkan kabar tentang kebakaran yang menimpa rumahnya. "Lalu bagaimana kondisinya sekarang? Shanum, putriku baik-baik saja, kan? Aku akan membunuhmu jika terjadi sesuatu padanya, Frans!" cecar Arjuna kemudian pada Frans, sambil mencengkram kaos bagian depan pria itu. Arjuna sangat marah sekali mendengar kabar tersebut. Terutama pada Frans, orang yang sudah dia percayakan untuk menjaga seluruh keluarganya. Frans memang bukan dewa yang bisa menjaga semua orang. Tetapi itulah gunanya anak buah, kan? Setahu Arjuna, anak buah Frans itu banyak, dan ahli-ahli. Masa masih kecolongan juga. Kalau demikian, buat apa Arjuna bayar Frans dan anak buahnya mahal?"Api sudah berhasil di padamkan. Kondisi Nona Shanum baik-baik saja. Alan berhasil menyelamatkannya, saat Nona terkunci dalam kamar bersama suster Hasmi. Sementara itu, penyebab kebakaran sedang di selidiki. Secepatnya laporannya akan segera anda dapatkan." Frans menjawab tegas, ta
*Happy Reading*"Mas, bagaimana kondisi Arletta?" Satu jam berselang, Bunda dan Ayah sudah hadir di sana. Bersama Gina yang membawa serta koper yang memang sudah disediakan, persiapan kelahiran Arletta. "Masih di dalam, Yah. Sedang bersiap melakukan operasi." Arkana menjawab singkat. Raut khawatir masih tampak jelas di wajahnya. "Akhirnya operasi secar, ya?" tanya Bunda Reen lagi. "Gak ada pilihan lain, Bun. Usia kandungan Arletta belum sempurna dan bayi kami juga salah satunya ada yang terlilit pusar. Jadinya mau tak mau harus operasi."Sebenarnya, Dokter sudah berusaha memberi induksi pada Arletta agar pembukaannya cepat dan bisa lahiran normal. Hanya saja, karena posisi salah satu bayi sepertinya tak memungkinkan bertahan. Maka dari itu, akhirnya operasi secar pun mau tak mau menjadi pilihan saat ini. "Ya sudah tidak apa-apa. Yang penting Ale dan bayi kalian selamat." Bunda Reen tak ambil pusing. "Iya benar. Mau sc atau normal. Itu tidaklah masalah. Seorang ibu tetap akan menj
*Happy Reading*"Mas, ayo buruan!" seru Arletta tak sabaran. Melambai pada Arkana. "Iya, iya. Ini juga udah jalan, kok," sahut Arkana santai."Ih, lama, deh!" Gemas pada Arkana, Arletta pun menarik lengan sang suami dan sedikit menyeretnya agar jalan lebih cepat. "Sabar, Sayang. Milla juga gak akan ke mana-mana, kok. Inget, kamu tuh lagi hamil. Gak boleh--""Ck, bawel, deh!" kesal Arletta. "Gak ngerti banget, sih. Namanya juga gak sabar pengen liat anaknya Milla. Kira-kira mirip siapa, ya?"Kemarin malam, Arletta memang baru mendapat kabar kalau Milla sudah melahirkan. Wanita itu pun langsung saja heboh dan meminta pulang ke Jogja malam itu juga. Tak perduli saat itu sudah menjelang subuh. Arletta tetap memaksa suaminya untuk mengantarkan pulang saat itu juga. Namun, karena kondisi Arletta juga sudah hamil tua. Arkana pun tak langsung menurutinya. Bahaya kan melakukan bepergian pada kondisi Arletta saat ini. Makanya, pria itu meminta Arletta berkonsultasi terlebih dahulu kepada dok
*Happy Reading*Arkana memperhatikan Arletta dalam diam. Wanita itu saat ini tengah asik membaca buku yang tebal sekali. Entah buku bertema apa, yang jelas ketebalan buku tersebut bisa mengalahkan al-qur'an atau kitab-kitab sejenis. Okeh, mari lupakan tentang buku tersebut. Karena kini bukan itu yang sedang Arkana pikirkan. Pria itu sebenarnya tengah memikirkan Arletta dan kehamilannya yang sudah menginjak usia kandungan enam bulan. Khususnya kebiasaan yang umumnya terjadi pada ibu hamil. Orang bilang, wanita yang sedang hamil itu sensitif dan kadang memiliki keinginan aneh. Atau sebut saja ngidam. Nah! Masalahnya Arkana tidak menemukan hal itu pada Arletta sepanjang usia kehamilannya.Iya, wanita itu memang sempat mengalami morning sick beberapa minggu saat awal kehamilan. Namun hanya itu saja. Sisanya, Arletta itu tampak biasa saja. Tidak sensitif apalagi ngidam yang aneh-aneh. Kan, Arkana jadi curiga, ya? Ini Arkananya yang kurang perhatian atau Arlettanya yang menahan ngidamnya
*Happy Reading*"Dia mencoba bunuh diri lagi?"Pria di hadapannya mengangguk."Lalu?""Sesuai perintah anda, Bos. Kami menyelamatkannya kembali."Pria bule di balik meja itu tersenyum mendengar hal barusan. Mengangguk-angguk mengerti sambil mengusap dakunya perlahan. "Bagus," pujinya kemudian. "Pantau terus keadannya. Jangan sampai kecolongan. Mengerti?" "Mengerti, Bos!" sahut pria itu patuh. Setelah pria bule di hadapannya menyuruh pergi, dia pun lalu beranjak dari termpat tersebut. "Sampai kapan kau akan menyiksanya?" Pria lain di sana berbicara selepas kepergian si anak buah. "Bukankah, semakin cepat dia mati, semakin cepat pula tugasmu selesai?""Aku hanya menjalankan amanat dari putrinya," sahut pria bule bernetra hijau itu dengan santai, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raid Anderson. "Dia tidak ingin bajingan itu mati dengan mudah."Lawan bicaranya terdiam. Lalu mengangguk faham. "Lalu kapan tugasmu akan berakhir jika bajingan itu tidak kau ijinkan mati?" Pria tadi ber
*Happy Reading*Cring! Cring!"Selamat dat--eh, elo Let?"Arletta hanya mengangkat tangan membalas Devi yang menyapa saat melewati pintu. Kemudian menunjuk sebuah meja yang letaknya agak pojok, di mana Arkana tengah berada bersama dua pria dan dua wanita. Devi pun mengangguk faham. "Duduk, deh. Gue bawain minuman nanti." Devi lalu berlalu, melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sementara itu, Arletta pun mencari tempat duduk yang tak jauh darinya."Nih!" Tak berselang lama. Devi kembali dengan segelas coklat hangat yang langsung di serahkannya pada Arletta. "Kok? Kayaknya gue belum pesen, deh?" Arletta heran. "Laki lo yang pesenin," jawab Devi menunjuk meja Arkana dengan dagunya. Arletta melirik ke arah sana juga. Tetapi Arkana terlihat masih fokus mendengarkan kliennya berbicara."Iyakah?""Iya!" Devi meyakinkan. "Tadi pas laki lo datang, dia langsung bilang begini." Devi menegakkan tubuh sejenak, lalu berdehem. "Kamu kenal istri saya, kan? Nanti kalau dia datang, terus pesen
Short story of Ka-Cha"Menikahlah dengan saya."Cangkir yang sudah menyentuh bibirnya seketika terhenti mendengar ucapan tersebut. Ia terkejut sekaligus bingung mendengar tawaran tadi. Lebih dari itu, ia merasa tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar dari sudut hatinya mendengar kalimat barusan. Membuatnya teringat kembali pada pria-nya yang telah tiada. Mengerjap perlahan beberapa saat, wanita itu pun meletakan kembali cangkir pada tatakannya. Lalu menghela napas panjang diam-diam demi menenangkan hatinya yang tiba-tiba bergemuruh perih. Matanya melirik perutnya yang semakin membesar sekilas."Apa ... Arletta yang menyuruh anda?" tanya balik wanita itu. Dia adalah Karmilla. Sahabat Arletta. "Ini tidak ada hubungannya dengan Arletta," jawab Pria itu tegas. Yang entah kenapa justru semakin membuat Milla makin curiga. "Kalau begitu siapa yang menyuruh anda melakukan ini?" tuntut Milla kemudian. Pria itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chakra. Menghela nafas berat pendengar pe
*Happy reading*Setelah mengatur nafas sekali lagi dan membulatkan tekad kembali. Arletta pun mulai melangkah ke arah Milla. Langkah kakinya terasa berat sekali, Arletta rasanya harus bersusah payah hanya demi mengambil langkah satu demi satu. Saat jarak antara mereka sudah menipis. Arletta mengangguk sedikit pada perawat yang berjaga sebagai bentuk salam. Nampaknya perawat itu tahu perihal maksud kedatangan Arletta. Buktinya, setelah membalas salam Arletta dengan anggukan dan senyum. Perawat tersebut pun mengambil jarak agak jauh dari Milla. Seolah mempersilahkan mereka bicara. Awalnya Milla masih belum menyadari keberadaan Arletta. Wanita itu masih tampak sibuk mengusap perutnya dengan sayang dan senyum manis. Tidak ada ucapan atau pun celotehan. Hanya tersenyum dan terus tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. Kata Bunda Reen, usia kandungan Milla hampir memasuki empat bulan. Berarti beda sekitar dua bulan dengannya. Berarti juga, saat kejadian di Villa. Mi
*Happy Reading*Arkana sebenarnya kurang suka jika Arletta berdekatan dengan Chakra lagi. Alasannya tentu saja karena pria itu pernah ada hati pada istrinya. Bukan tidak percaya pada kesetiaan sang istri. Namun, waspada itu wajib, kan?Hanya saja, jika dihadapkan pilihan antara Chakra dan Frans. Jelas Arkana akan pilih Chakra. Meski terpaksa, setidaknya Chakra itu masih tahu diri. Pria itu tahu Arletta sudah jadi milik Arkana sepenuhnya. Baik itu raga ataupun hatinya. Bahkan, kini sudah hadir buah cinta mereka di rahim Arletta, kan? Jadi, meski katanya sepupu juga masih boleh menikah. Jelas, Chakra sudah kalah telak darinya. Sementara Frans? Melihat dari sifat dan karakternya. Arkana tidak yakin pria itu bisa tahu diri. Atau lebih tepatnya mau tahu diri untuk tak merebut miliknya. Meski Frans memang tak pernah terdengar menyukai Arletta. Namun masalahnya adalah, Arletta itu terlalu istimewa sebagai seorang wanita. Pria mana pula yang rela melewatkannya. Jadi, daripada kecolongan. Le
*Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat