*Happy reading*"Apa?!" seru Arjuna, ketika akhirnya mendapatkan kabar tentang kebakaran yang menimpa rumahnya. "Lalu bagaimana kondisinya sekarang? Shanum, putriku baik-baik saja, kan? Aku akan membunuhmu jika terjadi sesuatu padanya, Frans!" cecar Arjuna kemudian pada Frans, sambil mencengkram kaos bagian depan pria itu. Arjuna sangat marah sekali mendengar kabar tersebut. Terutama pada Frans, orang yang sudah dia percayakan untuk menjaga seluruh keluarganya. Frans memang bukan dewa yang bisa menjaga semua orang. Tetapi itulah gunanya anak buah, kan? Setahu Arjuna, anak buah Frans itu banyak, dan ahli-ahli. Masa masih kecolongan juga. Kalau demikian, buat apa Arjuna bayar Frans dan anak buahnya mahal?"Api sudah berhasil di padamkan. Kondisi Nona Shanum baik-baik saja. Alan berhasil menyelamatkannya, saat Nona terkunci dalam kamar bersama suster Hasmi. Sementara itu, penyebab kebakaran sedang di selidiki. Secepatnya laporannya akan segera anda dapatkan." Frans menjawab tegas, ta
##WARNING!!##PART INI MENGANDUNG ADEGAN NGERI YANG MUNGKIN AKAN MEMBUAT KALIAN MUAL DAN MERINDING. UNTUK YANG JIWANYA HELLO KITTY ALIAS TAK SUKA KEKERASAN. SKIP AJA, OKEH!!*Happy Reading*Arletta menghentikan mobil yang ia pinjam dari Alan di depan jalan setapak yang memasuki hutan belantara. Itu memang bukan titik di mana gps ponsel Arkana berada. Tetapi Arletta pun tidak bisa meneruskan laju kendaraannya karena kondisi jalan yang tak memungkinkan.Bukan hanya di sana cuma ada jalan setapak. Tetapi juga kanan kirinya di pagari pohon-pohon besar yang tak memungkinkan Arletta tetap melajukan mobilnya untuk menerobos jalan. Terpaksa Arletta pun harus melanjutkan langkah dengan berjalan kaki. Arletta segera memakai kaca mata khusus yang di buat Elkava untuknya. Kaca mata night mode, yang bisa melihat dalam kegelapan. Meski nampaknya di sana sepi da tak ada kehidupan. Tetapi justru dia harus waspada pada suasana gelap dan sepi di sana. Karena kegelapan adalah tempat terbaik untuk bers
*Happy Reading*"Bangsat!"Arletta menerjang kuat Joshua yang masih belum menyadari kehadirannya. Pria itu terhuyung beberapa langkah kebelakang akibatnya terjangan Arletta barusan. Sayangnya, beberapa anak buahnya bergerak cepat dan menahan Arletta. Jika saja Arletta membawa serta pistol yang dibawanya saat awal. Sudah Arletta lubangi kepala para bajingan itu. Apa daya, Arletta memang sengaja menyerahkannya pada Arkana tadi, untuk berjaga-jaga jika sampai ada musuh lain yang datang selama Frans masih bertarung dengan pria besar di sana."Dasar iblis!" maki Arletta kemudian, dengan dada berombak kuat dan mata menyalang menatap Joshua. Sedih, terluka, marah, pilu, kecewa, hancur, bercampur jadi satu, bergemuruh kuat dalam diri Arletta. Arletta sudah tidak bisa menggambarkan sekalut apa dirinya. Yang jelas, dia merasa siap meledak kapan saja untuk menghancurkan Joshua. Kebencian Arletta pada Joshua rasanya sudah sampai ke ubun-ubun.Apalagi jika membayangkan bagaimana hancurnya perasa
*Happy Reading*"Arletta?!"Semua orang bersorak kompak saat melihat Arletta terjungkal ke belakang pagar pembatas. Pun Joshua yang saat itu sudah jatuh tersungkur karena tendangan Frans. Beruntung Frans juga bergerak cepat meraih tangan Arletta, hingga gadis itu kini malah tergantung di udara."Arletta?! Astaga!" seru Joshua, bangkit dan langsung melihat kondisi Arletta yang masih tergantung dengan dipegangi Frans. Pria itu mencoba mengulurkan tangan, berharap Arletta akan meraih dengan tangannya yang bebas dan menggunakannya agar bisa naik kembali. Namun, gadis yang sedang tergantung itu hanya terdiam dan tak merespon apa-apa. Entah karena sudah kehabisan tenaga atau terlalu syok. Arletta nampak pasrah pada keadaan saat ini. Gadis itu bahkan tak nampak berusaha memegang balik tangan Frans dan mencoba naik untuk menyelamatkan diri. "Arletta?! Apa yang kau lakukan?! Cepat naik!" seru Frans berusaha meminta atensi gadis itu. Arletta memang menoleh ke arah Frans. Tetapi tetap bergemi
*Happy Reading*Arletta berkubang dalam keterpurukannya sejak kejadian itu. Dia merasa bukan hanya raganya saja yang babak belur paska insiden tersebut, tapi juga jiwanya. Hal itu membuat Arletta kehilangan tujuan dan semangat hidupnya. Mental Arletta hancur, sehancur-hancurnya. Lebih hancur dari pada saat tujuh tahun yang lalu, ketika harus kehilangan semuanya dan ditinggalkan seluruh keluarganya. Rasanya, semua usaha, perjuangan dan pengorbanannya selama tujuh ini sia-sia belaka. Untuk apa dia bertahan sampai berdarah-darah selama ini demi sebuah pembalasan dendam, kalau ternyata yang dia hadapi pada akhirnya adalah ayahnya sendiri?Sungguh, Arletta tidak mengerti kenapa Tuhan suka sekali bercanda dengan takdir Arletta? Lalu bagaimana pula dengan orang-orang yang sudah jadi korban selama tujuh tahun ini? Harus bagaimana Arletta menghadapinya? Arletta bingung. Arletta malu dan tak punya daya lagi untuk terus bertahan. Rasanya ingin sekali menyerah dan menghilang. Tetapi menghila
*Happy Reading*"Siang nanti Kak El akan di makamkan."Arletta meremas kuat selimut dalam pangkuannya, kala kalimat Gina terngiang di telinga. Hatinya pun bergemuruh kembali dengan rasa bersalah yang beberapa hari ini terus memeluknya erat hingga sesak.Elkava telah pergi. Arletta sungguh tak ingin mempercayai kabar tersebut. Tidak mungkin! Ini pasti mimpi, kan? Elkava tidak mungkin meninggalkannya seperti ini! Pria itu pernah berjanji akan menemani Arletta berjuang sampai akhir. Lalu kenapa ....? Mungkinkah ini sudah sampai pada akhir perjuangannya? Lalu siapa yang menang? Dia atau Joshua? Joshua? Mengingat nama itu, hati Arletta bergemuruh kembali dengan rasa benci luar biasa. Satu lagi yang terus Arletta tampik, yaitu kenyataan tentang hubungan darah mereka. Joshua? Bagaimana mungkin pria bangsat itu ternyata adalah ayah biologisnya? Ini gila, kan?"Kak Ale ... mau hadir juga, gak?" Kalimat Gina kembali terlintas. Membuat remasan tangan Arletta pada selimut semakin mengerat. Dat
*Happy Reading*Nyatanya, meski Arletta sudah menyuarakan harapannya dan Raid pun bersedia mengabulkannya. Arletta tetap tak bisa lega begitu saja. Malah semakin kacau.Karena kini, ada banyak sekali yang pro kontra dalam benaknya. Satu sisi setuju dengan tindakannya. Satunya lagi tidak, malah menyamakan dirinya dengan Joshua. "Ternyata kau memang anak bajingan itu. Sifat kalian sama!""Dasar anak Joshua!""Anak orang jahat. Memang akan menjadi seorang jahat juga!""Ibu gila, ayah bajingan. Pantas anaknya iblis sepertimu!" Dan banyak lagi dengungan suara yang entah milik siapa, terus menyalahkan Arletta kini. Membuat hidup Arletta makin kacau dan gelisah setiap saat. Benarkah dia memang mirip Joshua?"Diam kalian!" teriak Arletta entah pada siapa. "Pergi! Pergi!" Arletta menutup telinganya erat. Berharap tak mendengar suara-suara ribut tersebut terus menerus. Namun ternyata nihil. Sekuat apa pun dia menutup telinga. Suara-suara tersebut masih saja terdengar dan terus memojokannya
*Happy Reading*"Apa?! Milla juga ikut bunuh diri?" Arkana terkejut sekali mendengar informasi dari adiknya, Gina. "I-iya, Mas," jawab Gina tebata. Ikut terkejut mendapat respon impulsif kakaknya. "Tapi Mas tenang aja. Bunda bilang, Kak Milla berhasil di selamatkan, kok.""Arletta sudah tahu hal itu?""Eh, be-belum kayaknya. Eh, nggak tahu juga. Soalnya Bunda baru kasih tahu tadi, lima menitan sebelum Mas siuman," jawab Gina bingung. "Kalau gitu, ayo! Kita harus segera menemui Arletta!""Hah?!""Ayo, Gina! Buruan! Kita harus menemui Arletta sebelum dia melakukan hal yang nekad!" desak Arkana. berusaha memutar kursi rodanya. "Maksud, Mas?""Gina, keberadaan Mila dan Elkava itu punya arti penting dalam hidup Arletta. Bahkan lebih penting dari Mas dan kita semua. Sekarang coba kamu bayangkan, bagaimana perasaan Arletta jika tahu kedua sahabatnya itu pergi?""Eh, hah?!" Gina masih belum mengerti sepenuhnya. "Ck, udahlah. Nanti aja Mas jelasin lebih detailnya. Sekarang cepat, antar Mas
*Happy Reading*"Mas, bagaimana kondisi Arletta?" Satu jam berselang, Bunda dan Ayah sudah hadir di sana. Bersama Gina yang membawa serta koper yang memang sudah disediakan, persiapan kelahiran Arletta. "Masih di dalam, Yah. Sedang bersiap melakukan operasi." Arkana menjawab singkat. Raut khawatir masih tampak jelas di wajahnya. "Akhirnya operasi secar, ya?" tanya Bunda Reen lagi. "Gak ada pilihan lain, Bun. Usia kandungan Arletta belum sempurna dan bayi kami juga salah satunya ada yang terlilit pusar. Jadinya mau tak mau harus operasi."Sebenarnya, Dokter sudah berusaha memberi induksi pada Arletta agar pembukaannya cepat dan bisa lahiran normal. Hanya saja, karena posisi salah satu bayi sepertinya tak memungkinkan bertahan. Maka dari itu, akhirnya operasi secar pun mau tak mau menjadi pilihan saat ini. "Ya sudah tidak apa-apa. Yang penting Ale dan bayi kalian selamat." Bunda Reen tak ambil pusing. "Iya benar. Mau sc atau normal. Itu tidaklah masalah. Seorang ibu tetap akan menj
*Happy Reading*"Mas, ayo buruan!" seru Arletta tak sabaran. Melambai pada Arkana. "Iya, iya. Ini juga udah jalan, kok," sahut Arkana santai."Ih, lama, deh!" Gemas pada Arkana, Arletta pun menarik lengan sang suami dan sedikit menyeretnya agar jalan lebih cepat. "Sabar, Sayang. Milla juga gak akan ke mana-mana, kok. Inget, kamu tuh lagi hamil. Gak boleh--""Ck, bawel, deh!" kesal Arletta. "Gak ngerti banget, sih. Namanya juga gak sabar pengen liat anaknya Milla. Kira-kira mirip siapa, ya?"Kemarin malam, Arletta memang baru mendapat kabar kalau Milla sudah melahirkan. Wanita itu pun langsung saja heboh dan meminta pulang ke Jogja malam itu juga. Tak perduli saat itu sudah menjelang subuh. Arletta tetap memaksa suaminya untuk mengantarkan pulang saat itu juga. Namun, karena kondisi Arletta juga sudah hamil tua. Arkana pun tak langsung menurutinya. Bahaya kan melakukan bepergian pada kondisi Arletta saat ini. Makanya, pria itu meminta Arletta berkonsultasi terlebih dahulu kepada dok
*Happy Reading*Arkana memperhatikan Arletta dalam diam. Wanita itu saat ini tengah asik membaca buku yang tebal sekali. Entah buku bertema apa, yang jelas ketebalan buku tersebut bisa mengalahkan al-qur'an atau kitab-kitab sejenis. Okeh, mari lupakan tentang buku tersebut. Karena kini bukan itu yang sedang Arkana pikirkan. Pria itu sebenarnya tengah memikirkan Arletta dan kehamilannya yang sudah menginjak usia kandungan enam bulan. Khususnya kebiasaan yang umumnya terjadi pada ibu hamil. Orang bilang, wanita yang sedang hamil itu sensitif dan kadang memiliki keinginan aneh. Atau sebut saja ngidam. Nah! Masalahnya Arkana tidak menemukan hal itu pada Arletta sepanjang usia kehamilannya.Iya, wanita itu memang sempat mengalami morning sick beberapa minggu saat awal kehamilan. Namun hanya itu saja. Sisanya, Arletta itu tampak biasa saja. Tidak sensitif apalagi ngidam yang aneh-aneh. Kan, Arkana jadi curiga, ya? Ini Arkananya yang kurang perhatian atau Arlettanya yang menahan ngidamnya
*Happy Reading*"Dia mencoba bunuh diri lagi?"Pria di hadapannya mengangguk."Lalu?""Sesuai perintah anda, Bos. Kami menyelamatkannya kembali."Pria bule di balik meja itu tersenyum mendengar hal barusan. Mengangguk-angguk mengerti sambil mengusap dakunya perlahan. "Bagus," pujinya kemudian. "Pantau terus keadannya. Jangan sampai kecolongan. Mengerti?" "Mengerti, Bos!" sahut pria itu patuh. Setelah pria bule di hadapannya menyuruh pergi, dia pun lalu beranjak dari termpat tersebut. "Sampai kapan kau akan menyiksanya?" Pria lain di sana berbicara selepas kepergian si anak buah. "Bukankah, semakin cepat dia mati, semakin cepat pula tugasmu selesai?""Aku hanya menjalankan amanat dari putrinya," sahut pria bule bernetra hijau itu dengan santai, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raid Anderson. "Dia tidak ingin bajingan itu mati dengan mudah."Lawan bicaranya terdiam. Lalu mengangguk faham. "Lalu kapan tugasmu akan berakhir jika bajingan itu tidak kau ijinkan mati?" Pria tadi ber
*Happy Reading*Cring! Cring!"Selamat dat--eh, elo Let?"Arletta hanya mengangkat tangan membalas Devi yang menyapa saat melewati pintu. Kemudian menunjuk sebuah meja yang letaknya agak pojok, di mana Arkana tengah berada bersama dua pria dan dua wanita. Devi pun mengangguk faham. "Duduk, deh. Gue bawain minuman nanti." Devi lalu berlalu, melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sementara itu, Arletta pun mencari tempat duduk yang tak jauh darinya."Nih!" Tak berselang lama. Devi kembali dengan segelas coklat hangat yang langsung di serahkannya pada Arletta. "Kok? Kayaknya gue belum pesen, deh?" Arletta heran. "Laki lo yang pesenin," jawab Devi menunjuk meja Arkana dengan dagunya. Arletta melirik ke arah sana juga. Tetapi Arkana terlihat masih fokus mendengarkan kliennya berbicara."Iyakah?""Iya!" Devi meyakinkan. "Tadi pas laki lo datang, dia langsung bilang begini." Devi menegakkan tubuh sejenak, lalu berdehem. "Kamu kenal istri saya, kan? Nanti kalau dia datang, terus pesen
Short story of Ka-Cha"Menikahlah dengan saya."Cangkir yang sudah menyentuh bibirnya seketika terhenti mendengar ucapan tersebut. Ia terkejut sekaligus bingung mendengar tawaran tadi. Lebih dari itu, ia merasa tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar dari sudut hatinya mendengar kalimat barusan. Membuatnya teringat kembali pada pria-nya yang telah tiada. Mengerjap perlahan beberapa saat, wanita itu pun meletakan kembali cangkir pada tatakannya. Lalu menghela napas panjang diam-diam demi menenangkan hatinya yang tiba-tiba bergemuruh perih. Matanya melirik perutnya yang semakin membesar sekilas."Apa ... Arletta yang menyuruh anda?" tanya balik wanita itu. Dia adalah Karmilla. Sahabat Arletta. "Ini tidak ada hubungannya dengan Arletta," jawab Pria itu tegas. Yang entah kenapa justru semakin membuat Milla makin curiga. "Kalau begitu siapa yang menyuruh anda melakukan ini?" tuntut Milla kemudian. Pria itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chakra. Menghela nafas berat pendengar pe
*Happy reading*Setelah mengatur nafas sekali lagi dan membulatkan tekad kembali. Arletta pun mulai melangkah ke arah Milla. Langkah kakinya terasa berat sekali, Arletta rasanya harus bersusah payah hanya demi mengambil langkah satu demi satu. Saat jarak antara mereka sudah menipis. Arletta mengangguk sedikit pada perawat yang berjaga sebagai bentuk salam. Nampaknya perawat itu tahu perihal maksud kedatangan Arletta. Buktinya, setelah membalas salam Arletta dengan anggukan dan senyum. Perawat tersebut pun mengambil jarak agak jauh dari Milla. Seolah mempersilahkan mereka bicara. Awalnya Milla masih belum menyadari keberadaan Arletta. Wanita itu masih tampak sibuk mengusap perutnya dengan sayang dan senyum manis. Tidak ada ucapan atau pun celotehan. Hanya tersenyum dan terus tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. Kata Bunda Reen, usia kandungan Milla hampir memasuki empat bulan. Berarti beda sekitar dua bulan dengannya. Berarti juga, saat kejadian di Villa. Mi
*Happy Reading*Arkana sebenarnya kurang suka jika Arletta berdekatan dengan Chakra lagi. Alasannya tentu saja karena pria itu pernah ada hati pada istrinya. Bukan tidak percaya pada kesetiaan sang istri. Namun, waspada itu wajib, kan?Hanya saja, jika dihadapkan pilihan antara Chakra dan Frans. Jelas Arkana akan pilih Chakra. Meski terpaksa, setidaknya Chakra itu masih tahu diri. Pria itu tahu Arletta sudah jadi milik Arkana sepenuhnya. Baik itu raga ataupun hatinya. Bahkan, kini sudah hadir buah cinta mereka di rahim Arletta, kan? Jadi, meski katanya sepupu juga masih boleh menikah. Jelas, Chakra sudah kalah telak darinya. Sementara Frans? Melihat dari sifat dan karakternya. Arkana tidak yakin pria itu bisa tahu diri. Atau lebih tepatnya mau tahu diri untuk tak merebut miliknya. Meski Frans memang tak pernah terdengar menyukai Arletta. Namun masalahnya adalah, Arletta itu terlalu istimewa sebagai seorang wanita. Pria mana pula yang rela melewatkannya. Jadi, daripada kecolongan. Le
*Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat