*Happy Reading*Nyatanya, meski Arletta sudah menyuarakan harapannya dan Raid pun bersedia mengabulkannya. Arletta tetap tak bisa lega begitu saja. Malah semakin kacau.Karena kini, ada banyak sekali yang pro kontra dalam benaknya. Satu sisi setuju dengan tindakannya. Satunya lagi tidak, malah menyamakan dirinya dengan Joshua. "Ternyata kau memang anak bajingan itu. Sifat kalian sama!""Dasar anak Joshua!""Anak orang jahat. Memang akan menjadi seorang jahat juga!""Ibu gila, ayah bajingan. Pantas anaknya iblis sepertimu!" Dan banyak lagi dengungan suara yang entah milik siapa, terus menyalahkan Arletta kini. Membuat hidup Arletta makin kacau dan gelisah setiap saat. Benarkah dia memang mirip Joshua?"Diam kalian!" teriak Arletta entah pada siapa. "Pergi! Pergi!" Arletta menutup telinganya erat. Berharap tak mendengar suara-suara ribut tersebut terus menerus. Namun ternyata nihil. Sekuat apa pun dia menutup telinga. Suara-suara tersebut masih saja terdengar dan terus memojokannya
*Happy Reading*"Apa?! Milla juga ikut bunuh diri?" Arkana terkejut sekali mendengar informasi dari adiknya, Gina. "I-iya, Mas," jawab Gina tebata. Ikut terkejut mendapat respon impulsif kakaknya. "Tapi Mas tenang aja. Bunda bilang, Kak Milla berhasil di selamatkan, kok.""Arletta sudah tahu hal itu?""Eh, be-belum kayaknya. Eh, nggak tahu juga. Soalnya Bunda baru kasih tahu tadi, lima menitan sebelum Mas siuman," jawab Gina bingung. "Kalau gitu, ayo! Kita harus segera menemui Arletta!""Hah?!""Ayo, Gina! Buruan! Kita harus menemui Arletta sebelum dia melakukan hal yang nekad!" desak Arkana. berusaha memutar kursi rodanya. "Maksud, Mas?""Gina, keberadaan Mila dan Elkava itu punya arti penting dalam hidup Arletta. Bahkan lebih penting dari Mas dan kita semua. Sekarang coba kamu bayangkan, bagaimana perasaan Arletta jika tahu kedua sahabatnya itu pergi?""Eh, hah?!" Gina masih belum mengerti sepenuhnya. "Ck, udahlah. Nanti aja Mas jelasin lebih detailnya. Sekarang cepat, antar Mas
*Happy Reading*Arletta merasakan usapan lembut pada puncak kepalanya. Terasa hangat dan nyaman sekali. Perlahan gadis itu pun membuka matanya dan melihat taman yang asri menyambutnya. 'Di mana ini?' gumamnya dalam hati. Arletta lalu mendongak, mencari sumber usapan yang masih terasa di puncak kepalanya. Kemudian langsung diam tertegun kala netranya menemukan wajah wanita cantik yang sangat ia rindukan. "Ma-mama?" panggilnya terbata. Ya! Wanita itu adalah Mama Ajeng! Mama kandungnya yang sudah lama tiada, memilih pergi bersama mommy dan daddy meninggalkannya di hari yang sama . Akan tetapi .... Kenapa ....Mama Ajeng tak mengucapkan sepatah kata pun pada Arletta. Hanya terus tersenyum sehangat mentari seraya mengusap rambut, serta sesekali membingkai wajah Arletta lembut. Meski begitu, dari sorot mata yang terus menatap Arletta, syarat akan rasa kerinduan. "Mah--"Belum sempat Arletta berkata lagi, Mama Ajeng tiba-tiba memeluknya erat. Sambil terus mengelus rambutnya dengan sayan
*Happy Reading*"Dok, bagaimana cucu saya?" sambar Tetua kusuma dengan tak sabaran. Saat melihat dokter keluar dari pintu ruang operasi. Arkana, Gina, dan orang tua mereka mengikuti. Menunggu dengan harap jawaban sang dokter. Tak lupa, Jovan dan Bruno pun turut hadir di sana. "Puji Tuhan. Meski detak jantung nona Arletta sempat menghilang cukup lama tadi. Tetapi ia kembali. Ini benar-benar sebuah keajaiban, " jawab sang dokter akhirnya. Desah lega pun terdengar kompak di sana. Diikuti ucap syukur yang tak lupa dipanjatkan untuk kekuasaan tuhan. Bunda Reen bahkan sudah memeluk Gina sambil menangis bahagia bersama. Setelah mengatakan jika Arletta akan segera di pindahkan ke ruang rawatnya. Dokter tadi pun pamit pergi. Meninggalkan semua orang yang masih bersuka cita atas kembalinya Arletta. Berbeda dengan semua orang yang bahagia dengan Arletta yang berhasil selamat dari kematian. Arletta sendiri justru kesal dan marah. Saat akhirnya siuman, gadis itu malah mengamuk hebat. Membuat
*Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat
*Happy Reading*Arkana sebenarnya kurang suka jika Arletta berdekatan dengan Chakra lagi. Alasannya tentu saja karena pria itu pernah ada hati pada istrinya. Bukan tidak percaya pada kesetiaan sang istri. Namun, waspada itu wajib, kan?Hanya saja, jika dihadapkan pilihan antara Chakra dan Frans. Jelas Arkana akan pilih Chakra. Meski terpaksa, setidaknya Chakra itu masih tahu diri. Pria itu tahu Arletta sudah jadi milik Arkana sepenuhnya. Baik itu raga ataupun hatinya. Bahkan, kini sudah hadir buah cinta mereka di rahim Arletta, kan? Jadi, meski katanya sepupu juga masih boleh menikah. Jelas, Chakra sudah kalah telak darinya. Sementara Frans? Melihat dari sifat dan karakternya. Arkana tidak yakin pria itu bisa tahu diri. Atau lebih tepatnya mau tahu diri untuk tak merebut miliknya. Meski Frans memang tak pernah terdengar menyukai Arletta. Namun masalahnya adalah, Arletta itu terlalu istimewa sebagai seorang wanita. Pria mana pula yang rela melewatkannya. Jadi, daripada kecolongan. Le
*Happy reading*Setelah mengatur nafas sekali lagi dan membulatkan tekad kembali. Arletta pun mulai melangkah ke arah Milla. Langkah kakinya terasa berat sekali, Arletta rasanya harus bersusah payah hanya demi mengambil langkah satu demi satu. Saat jarak antara mereka sudah menipis. Arletta mengangguk sedikit pada perawat yang berjaga sebagai bentuk salam. Nampaknya perawat itu tahu perihal maksud kedatangan Arletta. Buktinya, setelah membalas salam Arletta dengan anggukan dan senyum. Perawat tersebut pun mengambil jarak agak jauh dari Milla. Seolah mempersilahkan mereka bicara. Awalnya Milla masih belum menyadari keberadaan Arletta. Wanita itu masih tampak sibuk mengusap perutnya dengan sayang dan senyum manis. Tidak ada ucapan atau pun celotehan. Hanya tersenyum dan terus tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. Kata Bunda Reen, usia kandungan Milla hampir memasuki empat bulan. Berarti beda sekitar dua bulan dengannya. Berarti juga, saat kejadian di Villa. Mi
Short story of Ka-Cha"Menikahlah dengan saya."Cangkir yang sudah menyentuh bibirnya seketika terhenti mendengar ucapan tersebut. Ia terkejut sekaligus bingung mendengar tawaran tadi. Lebih dari itu, ia merasa tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar dari sudut hatinya mendengar kalimat barusan. Membuatnya teringat kembali pada pria-nya yang telah tiada. Mengerjap perlahan beberapa saat, wanita itu pun meletakan kembali cangkir pada tatakannya. Lalu menghela napas panjang diam-diam demi menenangkan hatinya yang tiba-tiba bergemuruh perih. Matanya melirik perutnya yang semakin membesar sekilas."Apa ... Arletta yang menyuruh anda?" tanya balik wanita itu. Dia adalah Karmilla. Sahabat Arletta. "Ini tidak ada hubungannya dengan Arletta," jawab Pria itu tegas. Yang entah kenapa justru semakin membuat Milla makin curiga. "Kalau begitu siapa yang menyuruh anda melakukan ini?" tuntut Milla kemudian. Pria itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chakra. Menghela nafas berat pendengar pe