*Happy Reading*"Arletta?!"Semua orang bersorak kompak saat melihat Arletta terjungkal ke belakang pagar pembatas. Pun Joshua yang saat itu sudah jatuh tersungkur karena tendangan Frans. Beruntung Frans juga bergerak cepat meraih tangan Arletta, hingga gadis itu kini malah tergantung di udara."Arletta?! Astaga!" seru Joshua, bangkit dan langsung melihat kondisi Arletta yang masih tergantung dengan dipegangi Frans. Pria itu mencoba mengulurkan tangan, berharap Arletta akan meraih dengan tangannya yang bebas dan menggunakannya agar bisa naik kembali. Namun, gadis yang sedang tergantung itu hanya terdiam dan tak merespon apa-apa. Entah karena sudah kehabisan tenaga atau terlalu syok. Arletta nampak pasrah pada keadaan saat ini. Gadis itu bahkan tak nampak berusaha memegang balik tangan Frans dan mencoba naik untuk menyelamatkan diri. "Arletta?! Apa yang kau lakukan?! Cepat naik!" seru Frans berusaha meminta atensi gadis itu. Arletta memang menoleh ke arah Frans. Tetapi tetap bergemi
*Happy Reading*Arletta berkubang dalam keterpurukannya sejak kejadian itu. Dia merasa bukan hanya raganya saja yang babak belur paska insiden tersebut, tapi juga jiwanya. Hal itu membuat Arletta kehilangan tujuan dan semangat hidupnya. Mental Arletta hancur, sehancur-hancurnya. Lebih hancur dari pada saat tujuh tahun yang lalu, ketika harus kehilangan semuanya dan ditinggalkan seluruh keluarganya. Rasanya, semua usaha, perjuangan dan pengorbanannya selama tujuh ini sia-sia belaka. Untuk apa dia bertahan sampai berdarah-darah selama ini demi sebuah pembalasan dendam, kalau ternyata yang dia hadapi pada akhirnya adalah ayahnya sendiri?Sungguh, Arletta tidak mengerti kenapa Tuhan suka sekali bercanda dengan takdir Arletta? Lalu bagaimana pula dengan orang-orang yang sudah jadi korban selama tujuh tahun ini? Harus bagaimana Arletta menghadapinya? Arletta bingung. Arletta malu dan tak punya daya lagi untuk terus bertahan. Rasanya ingin sekali menyerah dan menghilang. Tetapi menghila
*Happy Reading*"Siang nanti Kak El akan di makamkan."Arletta meremas kuat selimut dalam pangkuannya, kala kalimat Gina terngiang di telinga. Hatinya pun bergemuruh kembali dengan rasa bersalah yang beberapa hari ini terus memeluknya erat hingga sesak.Elkava telah pergi. Arletta sungguh tak ingin mempercayai kabar tersebut. Tidak mungkin! Ini pasti mimpi, kan? Elkava tidak mungkin meninggalkannya seperti ini! Pria itu pernah berjanji akan menemani Arletta berjuang sampai akhir. Lalu kenapa ....? Mungkinkah ini sudah sampai pada akhir perjuangannya? Lalu siapa yang menang? Dia atau Joshua? Joshua? Mengingat nama itu, hati Arletta bergemuruh kembali dengan rasa benci luar biasa. Satu lagi yang terus Arletta tampik, yaitu kenyataan tentang hubungan darah mereka. Joshua? Bagaimana mungkin pria bangsat itu ternyata adalah ayah biologisnya? Ini gila, kan?"Kak Ale ... mau hadir juga, gak?" Kalimat Gina kembali terlintas. Membuat remasan tangan Arletta pada selimut semakin mengerat. Dat
*Happy Reading*Nyatanya, meski Arletta sudah menyuarakan harapannya dan Raid pun bersedia mengabulkannya. Arletta tetap tak bisa lega begitu saja. Malah semakin kacau.Karena kini, ada banyak sekali yang pro kontra dalam benaknya. Satu sisi setuju dengan tindakannya. Satunya lagi tidak, malah menyamakan dirinya dengan Joshua. "Ternyata kau memang anak bajingan itu. Sifat kalian sama!""Dasar anak Joshua!""Anak orang jahat. Memang akan menjadi seorang jahat juga!""Ibu gila, ayah bajingan. Pantas anaknya iblis sepertimu!" Dan banyak lagi dengungan suara yang entah milik siapa, terus menyalahkan Arletta kini. Membuat hidup Arletta makin kacau dan gelisah setiap saat. Benarkah dia memang mirip Joshua?"Diam kalian!" teriak Arletta entah pada siapa. "Pergi! Pergi!" Arletta menutup telinganya erat. Berharap tak mendengar suara-suara ribut tersebut terus menerus. Namun ternyata nihil. Sekuat apa pun dia menutup telinga. Suara-suara tersebut masih saja terdengar dan terus memojokannya
*Happy Reading*"Apa?! Milla juga ikut bunuh diri?" Arkana terkejut sekali mendengar informasi dari adiknya, Gina. "I-iya, Mas," jawab Gina tebata. Ikut terkejut mendapat respon impulsif kakaknya. "Tapi Mas tenang aja. Bunda bilang, Kak Milla berhasil di selamatkan, kok.""Arletta sudah tahu hal itu?""Eh, be-belum kayaknya. Eh, nggak tahu juga. Soalnya Bunda baru kasih tahu tadi, lima menitan sebelum Mas siuman," jawab Gina bingung. "Kalau gitu, ayo! Kita harus segera menemui Arletta!""Hah?!""Ayo, Gina! Buruan! Kita harus menemui Arletta sebelum dia melakukan hal yang nekad!" desak Arkana. berusaha memutar kursi rodanya. "Maksud, Mas?""Gina, keberadaan Mila dan Elkava itu punya arti penting dalam hidup Arletta. Bahkan lebih penting dari Mas dan kita semua. Sekarang coba kamu bayangkan, bagaimana perasaan Arletta jika tahu kedua sahabatnya itu pergi?""Eh, hah?!" Gina masih belum mengerti sepenuhnya. "Ck, udahlah. Nanti aja Mas jelasin lebih detailnya. Sekarang cepat, antar Mas
*Happy Reading*Arletta merasakan usapan lembut pada puncak kepalanya. Terasa hangat dan nyaman sekali. Perlahan gadis itu pun membuka matanya dan melihat taman yang asri menyambutnya. 'Di mana ini?' gumamnya dalam hati. Arletta lalu mendongak, mencari sumber usapan yang masih terasa di puncak kepalanya. Kemudian langsung diam tertegun kala netranya menemukan wajah wanita cantik yang sangat ia rindukan. "Ma-mama?" panggilnya terbata. Ya! Wanita itu adalah Mama Ajeng! Mama kandungnya yang sudah lama tiada, memilih pergi bersama mommy dan daddy meninggalkannya di hari yang sama . Akan tetapi .... Kenapa ....Mama Ajeng tak mengucapkan sepatah kata pun pada Arletta. Hanya terus tersenyum sehangat mentari seraya mengusap rambut, serta sesekali membingkai wajah Arletta lembut. Meski begitu, dari sorot mata yang terus menatap Arletta, syarat akan rasa kerinduan. "Mah--"Belum sempat Arletta berkata lagi, Mama Ajeng tiba-tiba memeluknya erat. Sambil terus mengelus rambutnya dengan sayan
*Happy Reading*"Dok, bagaimana cucu saya?" sambar Tetua kusuma dengan tak sabaran. Saat melihat dokter keluar dari pintu ruang operasi. Arkana, Gina, dan orang tua mereka mengikuti. Menunggu dengan harap jawaban sang dokter. Tak lupa, Jovan dan Bruno pun turut hadir di sana. "Puji Tuhan. Meski detak jantung nona Arletta sempat menghilang cukup lama tadi. Tetapi ia kembali. Ini benar-benar sebuah keajaiban, " jawab sang dokter akhirnya. Desah lega pun terdengar kompak di sana. Diikuti ucap syukur yang tak lupa dipanjatkan untuk kekuasaan tuhan. Bunda Reen bahkan sudah memeluk Gina sambil menangis bahagia bersama. Setelah mengatakan jika Arletta akan segera di pindahkan ke ruang rawatnya. Dokter tadi pun pamit pergi. Meninggalkan semua orang yang masih bersuka cita atas kembalinya Arletta. Berbeda dengan semua orang yang bahagia dengan Arletta yang berhasil selamat dari kematian. Arletta sendiri justru kesal dan marah. Saat akhirnya siuman, gadis itu malah mengamuk hebat. Membuat
*Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat