Home / CEO / Harta Tahta Kesayangan Duda / 3. Kesabaran Aksa

Share

3. Kesabaran Aksa

Author: Viallynn
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bian bermain di depan panti sambil menunggu ayahnya yang akan datang menjemput. Ini pertama kalinya Era bertemu dengan ayah Bian karena selama ini mereka memang tidak pernah bertatap muka. Era bersyukur karena akhirnya Bian bisa kembali berkumpul bersama ayahnya. Jujur saja, anak itu tampak kesepian dan selalu berhasil membohongi semua orang dengan keceriaannya.

"Nek, Papa lama banget sih?" Bian tampak jenuh dengan permainannya. Dia sudah menunggu kedatangan ayahnya selama satu jam dan pria itu belum muncul juga. Era yang melihat itu juga ikut kesal dengan tingkah ayah Bian.

"Kayanya Papa kamu kena macet. Sabar dulu ya," ucap Bu Ratna dari teras rumah.

Era tersenyum dan mengelus kepala Bian sayang. Dia semakin prihatin dengan anak itu. Bian masih kecil, seharusnya dia bisa merasakan kasih sayang orang tuanya secara penuh. Jika seperti ini, apa bedanya Bian dengan dirinya? Mereka sama-sama tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua.

"Era!" panggilan dari Bu Asih membuat Era berdiri.

"Iya, Buk?"

"Minta tolong ke apotek ya, obatnya Rafi habis."

Mendengar itu, Era masuk untuk bersiap. Kali ini dia tidak bisa menunggu Bian dijemput oleh ayahnya, padahal ingin sekali Era bertemu secara langsung. Setidaknya dia ingin memberi sedikit saran pada ayah Bian agar tidak mengabaikan anaknya lagi.

***

Di perjalanan, Era berdecak saat lagi-lagi ia terjebak macet di lampu merah. Hari masih sore tapi kenapa jalanan begitu padat? Jarak panti ke apotek cukup lumayan jauh dan dia harus cepat karena kondisi Rafi yang kembali demam.

"Ini orang-orang pada nganggur apa gimana sih? Kok pada di jalan semua?" gerutu Era berusaha mencari cela untuk laju motornya.

"Eh, Buk! Kalo mau belok kiri jangan lampu kanan yang dinyalain!" teriak Era lagi saat dia terpaksa mengerem mendadak karena ulah pengendara motor di depannya.

Emang bener ya, kalo nyetir deket ibuk-ibuk bawaannya Istigfar mulu.

Era masih menyetir dengan hati-hati. Dia masih berusaha mencari celah di antara mobil sampai akhirnya dia dikejutkan dengan suara klakson yang memekakkan telinga. Era yang sedari tadi mencoba untuk fokus, langsung terkejut dan hilang keseimbangan. Dia terjatuh dan menghantam mobil hitam di sampingnya dengan keras.

"Pantat gue!" ringis Era saat dia sudah terduduk sempurna di atas tanah. Bahkan lengannya yang menghantam mobil tidak sesakit pantatnya yang menghantam aspal.

Semua orang mulai menatapnya penasaran. Keadaan jalan yang macet membuat orang-orang kesulitan membantu Era. Gadis itu masih meringis meratapi nasibnya. Bahkan dia tidak lagi memikirkan kondisi tubuhnya, dia malah dibuat takut dengan mobil di sampingnya yang lecet karena ulahnya. Era menunduk saat pemilik mobil turun untuk menghampirinya. Tanpa melihat, Era tahu jika pemilik mobil itu menghela napas kasar.

"Kita bicara di pinggir." Hanya kalimat itu yang Era dengar. Tampak begitu dingin dan menakutkan.

Kalo minta ganti rugi gimana nih? Masa jual ginjal beneran?

Dengan tertatih, Era berdiri untuk segera menepi. Dia tidak ingin karena ulahnya ini jalanan akan semakin macet. Saat masih berusaha mengangkat motornya, sebuah tangan membantunya untuk membawa motornya ke pinggir jalan. Jika dilihat dari punggungnya, pria itu adalah pemilik mobil yang Era hantam.

"Pak, saya minta maaf," ucap Era saat sudah berada di belakang pemilik mobil.

"Mobil saya lecet, tanggung jawab kamu apa sekarang?"

Mata Era membulat saat pria di hadapannya berbalik. Dia sangat mengenal pria itu, pria yang sudah ia nobatkan sebagai musuhnya sejak pertama kali bertemu.

"Pak Aksa!" teriak Era menutup mulutnya cepat.

"Ternyata kamu," gumam Aksa kembali menghela napas lelah.

"Pak, maafin saya, Pak. Saya nggak sengaja. Tadi saya kaget makanya jatuh." Era berusaha meminta maaf dan menggenggam tangan Aksa erat.

"Nggak di sekolah nggak di luar, kenapa kamu hobi sekali buat keributan?" tanya Aksa sabar.

"Nggak kok, Pak. Saya cinta damai." Era mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya.

"Kamu liat mobil saya." Aksa menunjuk mobilnya yang lecet.

"Motor saya juga kena, Pak." Era mencoba membela diri.

"Itu bukan salah saya. Kalau mobil saya, itu jelas salah kamu."

Era menunduk dengan gelisah. Dia takut dengan pria di hadapannya. Sudah dua kali mereka bertemu dan semuanya terjadi dalam keadaan yang buruk. Era takut jika itu akan berpengaruh pada beasiswa-nya.

"Saya nggak punya uang, Pak," ucap Era lirih.

Mendengar itu, Aksa kembali menghela napas kasar. Dia sudah dipusingkan dengan masalah kantor dan sekarang saat dia berniat menjemput anaknya, ada kecelakaan kecil yang menimpanya. Melihat gadis di depannya yang masih menunduk, Aksa mulai kebingungan. Dia serba salah sekarang. Ingin marah pun percuma karena gadis di depannya adalah gadis bebal yang suka melanggar aturan. Namun Aksa juga kasihan melihat Era yang tampak memprihatinkan dengan luka di tubuhnya.

"Ayo, ikut saya," ajak Aksa pada akhirnya.

Era mengangkat kepalanya terkejut, "Pak, saya udah minta maaf. Jangan bawa saya ke kantor polisi." Era merengek. Dia semakin takut melihat raut wajah Aksa.

"Saya nggak ajak kamu ke kantor polisi. Lihat luka kamu, ayo ke rumah sakit."

Seolah diingatkan, Era langsung merasakan nyeri di tubuhnya. Dia baru sadar jika ada luka lecet dan memar di lengan dan kakinya.

"Saya nggak papa kok, Pak." Era berusaha untuk tidak meringis.

"Itu bisa infeksi. Cepet masuk!"

"Nggak mau, Pak!" Era berbicara sedikit keras, "Nanti utang saya makin banyak."

Mendengar itu, Aksa kembali mendekat ke arah Era dengan tangan yang dia masukkan ke dalam saku celana. Aksa tidak bisa menebak isi kepala gadis itu dan dia juga tidak ingin berlama-lama dengan gadis pembuat ulah seperti Era. Dia melakukan ini sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai pemilik sekolah. Dia harus mengayomi dan memberi contoh yang baik bukan?

"Katanya kamu nggak punya uang?"

Era memainkan tangannya resah, "Pak Aksa beneran mau minta ganti rugi? Saya nggak punya uang, Pak."

"Jangan melas kayak gitu. Saya nggak minta ganti rugi." Berat rasanya Aksa mengucapkan kalimat itu. Dia sebenarnya ingin memberi pelajaran untuk Era tapi lagi-lagi dia tidak tega.

"Beneran, Pak? Makasih ya. Janji dulu sama saya." Era mengangkat tangannya untuk bersalaman.

"Jangan ngelunjak kamu." Aksa menampis tangan Era. Ternyata gadis di depannya memiliki watak yang luar biasa, "Lagian kenapa kamu ada di sini? Seharusnya kamu ada di sekolah." Aksa bertanya dengan curiga. Dia semakin tahu akan sifat minus Era. Mulai dari suka melanggar aturan, membuat keributan, sampai suka bolos sekolah.

"Adik saya sakit, Pak. Saya yang jagain."

"Ke mana orang tua kamu?" tanya Aksa curiga. Dia menganggap alasan Era tidak masuk akal.

"Ibu saya juga sibuk jagain adik saya yang lain. Beneran kok, Pak. Saya nggak bohong."

Aksa berhenti menggali informasi dan mencoba menerima alasan Era. Bisa saja gadis itu berbohong tapi itu bukan urusannya. Dia semakin bertanya-tanya, bagaimana bisa sekolahnya menerima murid ceroboh seperti Era? Ingatkan Aksa untuk melihat sepak terjang Era di sekolah. Dia ingin tahu seberapa banyak pelanggaran yang gadis itu lakukan selama hampir tiga tahun bersekolah.

"Kalau kamu nggak mau ke rumah sakit, terserah. Saya mau pergi." Aksa akhirnya memilih untuk pergi. Dia harus segera menjemput Bian yang mungkin sudah marah karena keterlambatannya.

"Pak Aksa!" teriak Era menghentikan langkah Aksa yang akan masuk ke dalam mobil. "Makasih ya, Pak!" ucapnya sambil melambaikan tangan dan senyuman lebar.

Melihat itu, Aksa menggelengkan kepalanya pelan dan berlalu masuk ke dalam mobil.

Dasar gadis bar-bar!

***

Related chapters

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   4. Ternyata Oh Ternyata

    Bu Asih berdiri di teras panti dengan khawatir. Hari sudah mulai gelap tapi Era belum juga kembali ke rumah. Bukan obat Rafi yang ia pikirkan saat ini, tapi keberadaan Era. Menelepon pun percuma karena Era meninggalkan ponselnya di rumah. Kadang kecerobohan gadis itu membuatnya mengelus dada. Saat akan masuk, sebuah motor mulai memasuki halaman. Mata Bu Asih menyipit saat melihat Era yang sudah datang. Wanita itu menghela napas lega, tapi itu tidak berlangsung lama saat Era turun dari motor dengan tertatih."Era? Kamu kenapa, Nak?" tanya Bu Asih khawatir.Era menatap Bu Asih dengan mata yang berkaca-kaca. Perlahan dia mendekat dengan kantung plastik yang berisikan obat Rafi. Meskipun tubuhnya

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   5. Mimpi Aneh

    Aksa membuka matanya saat merasakan elusan lembut di pipinya. Matanya terbuka dan bertemu dengan mata bulat yang begitu indah. Anehnya, hanya mata itu yang bisa ia lihat, selebihnya hanya ada kegelapan yang mengelilinginya. Aksa terpaku dengan tatapan lembut dan polos itu. Perlahan perasaan gusar yang ia rasakan sedari tadi mulai menghilang tergantikan dengan rasa nyaman. Siapa anak kecil yang ada di depannya saat ini?"Kakak jangan nangis. Kata Mama kalo udah gede nggak boleh nangis." Suara anak itu terdengar menggema.Aksa mencoba meraih wajah ayu itu tapi tangannya tertahan, mata bulat itu seolah menghipnotisnya. Bahkan untuk berbicara saja Aksa tidak bisa, seolah ada beban berat yang menahan tubuhnya untuk bergerak."Kalo kakak sedih, makan es krim aja. Aku biasanya gitu kalo dimarahi Mama, tapi jangan banyak-banyak nanti giginya ompong kayak aku."Lagi-lagi ucapan anak kecil itu terdengar. Kali ini disertai dengan tawanya yang merdu. Namun suara itu

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   6. Salam Damai

    Bel tanda istirahat berdering. Dengan cepat Era dan teman-temannya bergegas ke kantin untuk menyerbu makanan. Era tidak sempat sarapan tadi karena takut jika akan terlambat upacara. Dia masih trauma dengan hukuman yang diberikan Aksa sampai membuatnya tidak bisa tidur semalaman.Belum sempat memesan makanan, Lala datang dan menepuk bahunya pelan, "Jangan makan dulu. Lo dipanggil sama Pak Herman.""Pak Herman?" tanya Era bingung, "Ngapain? Kan gue nggak telat hari ini?""Nggak tau, cepet sana udah ditunggu."

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   7. Sebuah Fakta

    Keadaan dapur panti saat ini terlihat seperti kapal pecah. Banyak bahan makanan yang akan diolah. Era dan Bu Asih tampak bekerja keras memasak untuk acara malam ini. Mereka harus selesai sebelum keluarga Kusuma datang."Aldi! Jangan main di deket kompor. Sana main di depan!" Era melotot dengan pisau di tangannya.Sepulang sekolah seharusnya Era bisa bersantai sambil menikmati air dingin yang mengguyur tubuhnya. Namun kali ini dia tidak bisa melakukannya karena mendadak Bu Ratna ingin acara makan malam bulanan dilakukan hari ini. Di sini lah Era sekarang, membantu Bu Asih untuk memasak di dapur."Buk, ini kurang gurih," ucap Era saat mencicipi kuah bakso."Kamu ambil bubuk kaldu, masukkan sedikit-sedikit sambil rasain." Era mengangguk dan melaksanakan perintah Bu Asih tanpa membantah.Memang hanya mereka berdua yang memasak di dapur ini. Setidaknya Era dan Bu Asih harus menyiapkan minimal lima jenis makanan yang akan dihidangkan. Bukan ingin mengham

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   8. Sisi Lain Era

    Aksa menutup matanya sambil menikmati angin pantai yang menerpa tubuhnya. Langit yang gelap seharusnya bisa membuat penglihatannya terbatas, tapi tidak untuk sekarang. Entah kenapa ombak laut terlihat begitu jelas di matanya. Aksa mengeratkan pelukannya pada wanita di hadapannya dan mulai tersadar. Dia tidak tahu siapa wanita yang ia peluk saat ini. Aksa ingin melepaskan diri, tapi tidak bisa. Tangannya seolah menempel erat pada pinggang wanita itu."Makasih ya, Kak. Ini indah banget." Aksa mendengar suara wanita itu menggema.Perlahan tubuh wanita itu berbalik dan membuat Aksa terkejut, "Era?" ucap Aksa tidak percaya.Era tampak anggun dengan gaun putih yang dipakainya. Rambut panjang yang terurai tampak beterbangan ditiup angin. Di bawah cahaya bulan, Era terlihat cantik dan berbeda dari pandangannya selama ini. Dia tidak melihat Era yang ceroboh dan minim akhlak seperti biasanya. Aksa masih terpaku sampai perlahan wajah Era mulai mendekat. Dia ingin menghinda

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   9. Kejahilan Aksa

    Aksa menghentikan kegiatannya dan melirik ponselnya yang kembali berdering. Lagi-lagi Renata menghubunginya. Bukannya tidak ingin menjawab, tapi Aksa terlalu sibuk untuk berkomunikasi dengan wanita itu sekarang. Ponsel kembali berdering membuat Aksa mendengkus. Dengan segera dia mengangkat panggilan dari Renata."Ada apa?" tanya Aksa."Kenapa lama angkatnya?"tanya Renata kesal."Aku sibuk," jawab Aksa jujur."Gimana keadaan Bian?"Aksa menghela napas lelah. Mereka memang masih berhubungan karena ada Bian. Biar bagaimanapun Bian masih terlalu kecil untuk mengerti keadaan orang tuanya."Bian baik.""Aku kangen sama Bian,"ucap Renata."Aku nggak ngelarang kamu buat telepon Bian. Kamu bisa hubungi lewat Mama."Renata terkekeh,"Aku udah teleponTante Ratnatadi. Udah ngobrol juga sama Bian."Alis Aksa terangkat, "Terus kenapa kamu telepon aku?"

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   10. Harta Si Duda

    Di hari sabtu, Aksa memutuskan untuk bekerja di rumah. Biasanya dia bekerja di kantor setengah hari, tapi tidak untuk kali ini. Tidak ada yang menjaga Bian sekarang. Ibunya tengah pergi bersama teman-temannya untuk menjernihkan pikiran. Aksa membiarkannya, dia senang jika ibunya kembali beraktivitas seperti biasa.Sebuah tarikan pada celananya membuat Aksa menoleh. Dia terkejut melihat Bian yang duduk di lantai dengan bibir yang maju. Melihat itu, Aksa menggendong anaknya dan mendudukkannya di pangkuannya."Kenapa, hm?""Bian bosen, Pa. Mau main di luar," ucapnya kesal.Sejak pagi Bian memang sudah berada di ruang kerja Aksa. Dia sudah bosan dengan lego yang ia mainkan sendiri. Bian ingin keluar dan berlarian ke sana-ke mari."Bian main di sini dulu ya. Papa nggak bisa awasi kalau main di luar."Aksa sadar jika menjadi orang tua tunggal tidaklah mudah. Selama ini dia terbiasa hidup sendiri di luar kota dan orang tuanya yang menjaga Bian. Saa

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   11. Duo Jahil

    Di ruang tengah, Era dan Bian tampak menghitung jumlah kapal yang mereka buat. Kapal yang beraneka warna itu membuat Bian tersenyum senang. Dia tidak sabar untuk segera bermain di kolam renang bersama kapal-kapalnya."Empat belas.. lima belas!Yes!" Bian langsung berdiri dan membawa keranjang kapalnya ke halaman belakang.Era yang melihat itu langsung bergegas mengikuti Bian. Dia tidak mau jika anak itu bermain di kolam renang tanpa pengawasan. Bisa-bisa Aksa membunuhnya jika terjadi apa-apa dengan Bian."Bian jangan lari!" Era tampak kesulitan berlari dengan rok seragamnya.

Latest chapter

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   57. Ekstra Chapter : Bahagia Bersama

    Aksa membuka matanya saat cahaya matahari mulai menyilaukan mata. Setelah berhasil membuka mata dengan sempurna, Aksa melihat siluet tubuh istrinya yang berdiri didepanjendela, tampak menikmati udara pagi Belanda yang sejuk."Jam berapa?" tanya Aksa dengan suara serak. Tangannya meraih selimut untuk menutupi tubuhtelanjangnya."Jam tujuh." Era berjalan mendekat dengan senyum manisnya. Era tampak cantik dengan baju tidur putihnya. Seketika Aksa mengalamiDejavu. Dia seperti pernah merasakan hal ini sebelumnya, tapi dia lupa kapan dan di mana. Kening Aksa berkerut mencoba untuk berpikir. Dia masih menatap Era yang berdiri di depannya denganpenasaran. Benar saja! Seketika Aksa teringat dengan mimpi-mimpinya dulu. Dia pernah bermimpi seperti ini sebelumnya. Persis dengan Era yang membangunkannya di pagi hari. Apa mimpi itu adalah gambaran tentang masa depannya? Jika iya, maka Aksa sangat takjub dengan takdir Tuhan."A

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   56. Ekstra Chapter : Nyonya Aksa

    Seperti yang sudah Aksa dan era duga sebelumnya. Sepulang dari bulan madu, sudah banyak kegiatan yang menanti mereka. Liburan yang dijadwalkan hanya berlangsung selama dua minggu mundur menjadi tiga minggu. Terima kasih pada Aksa yang sudah mengabulkan permintaan Era untuk melihat Napoli. Bulan madu mereka meninggalkan kesan yang membahagiakan untuk Era.Untuk pertama kalinya dia dapat berlibur berdua dengan orang yang ia cintai. Sudah bertahun-tahun Era menunggu momen ini. Bukan hanya dirinya,tapijuga Aksa."UdahSiap?" tanya Aksa masuk ke dalam kamar. Pria itu terlihat tampan dengan jas abu-abu yang dipakainya.Era mengangguk dan mulai mengambil tasnya. Hari ini adalah hari yang penting untuknya. Untuk pertama kalinya Era akan membuka toko interior danfurnituremiliknyasendiri. Terima kasih pada ayahnya yang sangat bekerja keras untuk membantu mewujudkan mimpinya itu."Papa sama Mama udah ada di sana. Kita sedikit t

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   55. Ekstra Chapter : Hanya Berdua

    Denganmengenakankaca mata hitamnya, Era dan Aksa mulai keluar dari bandara. Di sana, sudah ada seseorang yang Aksapekerjakanuntuk menjadi supir mereka di Italia selama dua minggu. Ya, akhirnya Italia menjadi tujuan bulan madu mereka. Semua keputusan ada di tangan Aksa dan Era hanya menurut. Era memang tidak memiliki keinginan untuk mengunjungi suatu tempat. Baginya, selama ada Aksa, dia tidak masalah."Kalau Kak Aksa capek bisa tidur dulu." Era memberikan bahunya.Aksa terkekeh mendengar itu. Lihat, Era sangat berbeda. Biasanya pria yang akan mengatakannya tapi itu tidak berlaku untuk Era. Wanita itu jauh lebih dewasa sekarang, meski sifatkekanakannyamasih ada."Kamu aja yang tidur." Aksa menarikkepalaEra untuk bersandar di bahunya."Sebentar," ucap Era. Meskipun menolak tapi dia tetap bersandar di bahu Aksa dengan nyaman. Tidak tidur, mata Era malah masih tertuju padaponselnya."Kamu cari

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   54. Ekstra Chapter : Hidup Bersama

    Era keluar dari mobil bersamaBian. Matanya menatap halaman rumah Aksa dengan tatapan tenang. Mulai hari ini, Era akan tinggal di rumah ini, rumah yang dia pikir hanya akan menjadi markas sementara saja. Namun siapa sangka jika dia akan tinggal di rumah ini selamanya?Aksa membuka bagasi mobil dan mengeluarkan koper Era. Melihat itu,Era membantu denganmembawatas-tas kecil yang berisi beberapa kebutuhannya."Ayo, masuk," ajak Aksa.Era masuk dengan menggandeng tanganBian. Saat akan membuka pintu utama, Aksa dikejutkan dengan ibunya yang lebih dulu membuka pintu dari dalam. Wanita paruh baya itu tersenyum senang danmerentangkankedua tangannya,"Selamat datang!" teriaknya.Era terkekeh melihat tingkah ibu mertuanya. Sampai saat ini Era masih belum percaya jika Bu Ratna akan menjadi ibu mertuanya. Tidak ada yang berbeda, karena selama ini Bu Ratna sudah menganggap Era sebagai anaknya."Ayo, masuk." Bu Ratna m

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   53. Ekstra Chapter : Sah!

    Tepat pukul delapan pagi, di sebuah masjid yang cukup ternama, rombongan dari dua keluarga sudah memenuhi ruangan yang telah disediakan. Hanya ada keluarga dan saudara yang datang di acara akad nikah ini. Semua mata tertuju pada Aksa sekarang. Pria itu terlihat tampan dengan pakaian putihnya, senada dengan pakaian Era. Namun bukan pakaian yang menjadi fokus utama, melainkan tangan Aksa yang mulai menjabat tangan ayah Era.Dengan penuh keyakinan, Aksa mulai mengucapkan kalimat sakral yang akan menjadi gerbang menuju hubungan yang lebih resmi. Semua orang tampak menahan napas saat Aksa melakukannya. takut jika pria itu akan melakukan kesalahan. Meskipun bukan kali pertama, bukan berarti Aksa mahir dalam hal ini bukan?"Sah!" ucap para saksi yang membuat semua orang mulai bernapas lega, termasuk Era.Mata Era yang sedari tadi terpejam mulai terbuka. Perlahan matanya memanas, dia tersenyum saat Aksa melakukannya dengan sangat lancar. Sedari tadi jantung Era ti

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   52. Ekstra Chapter : Kembalinya Mantan

    Di sore yang cerah, Era memutuskan untuk berkunjung ke rumah Aksa. Bersyukur hari ini adalah hari Minggu sehingga dia tidak disibukkan dengan pekerjaannya. Era memang sengaja tidak mengabari Aksa, lagi pula dia memang ingin bertemu dengan Bian. Motor Era berhenti di garasi rumah Aksa. Meskipun sudah memiliki banyak uang, tapi Era masih tetap menggunakan motor lamanya. Bukannya apa, tapi motor itu adalah saksi mata atas perjalanan hidupnya yang menakjubkan.Dengan membawa beberapa kotak donat dan es krim, Era mulai mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka dan muncul Bibi yang tersenyum melihatnya."Mbak Era, ayo masuk, Mbak. Kebetulan Dek Bian lagi main di belakang.""Makasih, Bi. Ini tolong es krim-nya dimasukin kulkas ya.""Iya, Mbak."Era mengangguk dan masuk ke dalam rumah. Saat di ruang tengah, dia meletakkan donat yang dia bawa di atas meja. Pandangannya mengedar ke segala arah. Perlahan senyum bahagia menghiasi wajahnya. Era masih ingat s

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   51. Ekstra Chapter : Persiapan Pernikahan

    Di sebuah kafe, terlihat seorang pria tengah kebingungan melihat pasangan di depannya yang tengah berdebat. Dia hanya bisa diam dan menunggu keputusan final yang akan disampaikan. "Lebih bagusoutdoor, Kak." Era masih berusaha untuk membujuk Aksa. "Indoorlebih enak, Ra. Kamu nggak takut hujan apa?" Era mendengkus, "Panggil pawang hujan." "Pawang hujan bisa kalah sama takdir Tuhan." Ucapan Aksa membuat Era menutup mulutnya rapat. Dia kesal dengan Aksa yang meminta pernikahan mereka dilaksanakan di dalam ruangan. Sejak kecil, Era memiliki impian untuk menikah di taman bunga. Apa salahnya jika dia menginginkan itu sekarang? Pernikahan hanya akan terjadi satu kalibukan? "Jadi gimanaPak..Bu?" tanya Ardi, pria muda yang sedari tadi duduk di depan mereka, menunggu Aksa dan Era selesai berdebat. "Indoor." "Outdoor." Mereka menjawab secara bersamaan. Era berdecak dan menatap pria di sampingny

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   50. Ekstra Chapter : Hari Pertunangan

    Langit yang cerah seolah mendukung suasana yang ada. Taman belakang rumah Era telah disulap sedemikian rupa menjadi tempat acara yang luar biasa. Sama seperti langit, wajah semua tamu juga samacerahnya. Terutama dua bintang utama hari ini, Era dan Aksa.Dengan mengenakan batik, Aksa terlihat tampan hari ini. Dia tidak ragu untuk menunjukkan senyumnya. Senyuman yang mampu membuat semua orang terpesona. Begitu juga Era, dia tampak cantik dengan kebaya modern yang senada. Sama seperti Aksa, Era tidak bisa menyembunyikankabahagiaannya.Acara pertunangan dibuat privat dengan mengundang keluarga, orang-orang terdekat,danawak media yang terpilih. Tentu saja wartawan ikut hadirkarenaAksa adalah salah satu pengusaha yang cukup berpengaruh. Mereka yakin jika berita inimuncul di pemberitaannanti,akanbanyak wanita yang patah hati karena Aksa Kusumaakan segera menikah."Sini,Bian!" panggil Era pada&n

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   49. Ekstra Chapter : Meminta Restu

    Di pagi hari, Era sudah duduk di meja kerjanya sambil berkutat dengan komputernya. Meskipun dia bekerja untuk kekasihnya tapi bukan berarti dia bisa bermalas-malasan. Niat Era bekerja di sini tak hanya ingin dekat dengan Aksa, tapi dia juga ingin belajar. Meskipun Aksa dan Era adalah sepasang kekasih, tapisaatjam sudah menunjukkan waktu bekerja maka mereka akan berubah profesional. Bahkan Era menggunakan bahasa baku jika berbicara dengan Aksa. Bukannya apa, tapi memang harus seperti itu bukan?Telepon di meja Era berdering. Dengan segera dia mengangkatnya, "Ya, Pak?" sapa Era."Saya minta data pengeluaran bulan lalu, Ra.""Baik, Pak."Seperti itulah interaksi Era dan Aksa saat bekerja. Apa ini kemauan Aksa? Tentu saja tidak. Era yang memberikan ide ini. Setidaknya sebelum mereka sah, Era tidak ingin ada pemberitaan negatif tentang dirinya. Dia tidak mau para karyawan beranggapan jika dia adalah anak emas Aksa. Meskipun itu benar, tapi Era tida

DMCA.com Protection Status