Share

7. Sebuah Fakta

Author: Viallynn
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Keadaan dapur panti saat ini terlihat seperti kapal pecah. Banyak bahan makanan yang akan diolah. Era dan Bu Asih tampak bekerja keras memasak untuk acara malam ini. Mereka harus selesai sebelum keluarga Kusuma datang.

"Aldi! Jangan main di deket kompor. Sana main di depan!" Era melotot dengan pisau di tangannya.

Sepulang sekolah seharusnya Era bisa bersantai sambil menikmati air dingin yang mengguyur tubuhnya. Namun kali ini dia tidak bisa melakukannya karena mendadak Bu Ratna ingin acara makan malam bulanan dilakukan hari ini. Di sini lah Era sekarang, membantu Bu Asih untuk memasak di dapur.

"Buk, ini kurang gurih," ucap Era saat mencicipi kuah bakso.

"Kamu ambil bubuk kaldu, masukkan sedikit-sedikit sambil rasain." Era mengangguk dan melaksanakan perintah Bu Asih tanpa membantah.

Memang hanya mereka berdua yang memasak di dapur ini. Setidaknya Era dan Bu Asih harus menyiapkan minimal lima jenis makanan yang akan dihidangkan. Bukan ingin menghambur-hamburkan makanan, toh mereka yakin semua makanan akan habis, karena bukan hanya mereka sendiri yang menikmati, tapi juga orang-orang yang kurang beruntung di jalan.

"Udah jam lima, masakan udah beres semua. Kamu langsung mandi, Ra. Biar Ibu yang potong bolu sama puding-nya."

Era mengangguk dan bergegas masuk ke dalam kamar. Dia harus membersihkan diri karena bau asap yang menempel di tubuhnya. Akhir-akhir ini Era melakukan banyak kegiatan yang menguras tenaga. Ditambah dengan tugas dari Aksa yang membuatnya harus terjaga semalaman. Tubuhnya benar-benar lelah. Seharusnya Era bisa menikmati waktu sorenya dengan tidur tapi dia tidak ingin mengecewakan Bu Ratna.

***

Semua anak-anak, termasuk Era dan Bu Asih sudah berdiri di depan panti untuk menyambut Bu Ratna yang baru saja datang. Mendadak Era merasakan sesak di dada. Biasanya ada Pak Wijaya yang menemani Bu Ratna, tapi sekarang wanita itu hanya datang sendiri bersama Bian.

"Bu Ratna kuat banget ya, Buk?" Era berbisik di telinga Bu Asih.

"Bu Ratna itu wanita hebat."

Era mengangguk membenarkan. Ajaran Bu Ratna juga yang membuatnya menjadi seperti ini. Meskipun tubuhnya tidak mendukung, tapi Era tetap berusaha sebisa mungkin untuk berdiri tegak. Dia tidak bisa menunjukkan rasa lelahnya di depan adik-adiknya.

"Anak-anakku." Bu Ratna tampak bahagia melihat anak-anak panti yang terlihat rapi dengan baju yang sama. Mereka tampak senang dengan kedatangan Bu Ratna dan Bian. Anak kecil itu juga tampak lucu dengan baju kodok yang dipakainya.

"Kak Era!" Seperti biasa, jika Bian datang yang pertama kali ia hampiri adalah Era.

"Bian lucu banget sih. Gemes, pingin gigit!" Era serius dengan ucapannya. Dia tidak lagi ingin, melainkan sudah menggigit pipi Bian.

"Sakit, Kak!" Era tertawa melihat wajah cemberut Bian.

"Maaf, saya terlambat." Semua kompak melihat siapa yang baru saja datang.

Mata Era membulat saat melihat Aksa sudah berdiri di depan mereka dengan senyum manisnya. Iya manis, Era mengakuinya. Namun itu tidak berlaku saat Aksa sudah berbicara, yang ada hanya hujatan yang keluar dari bibirnya.

"Papa!" Bian menghampiri Aksa dan memeluknya erat.

Era menunduk dan memejamkan matanya erat, berharap jika Aksa tidak melihatnya tapi tidak mungkin jika pria itu tidak melihatnya karena mereka berdiri berhadapan.

"Era," sapa Aksa yang membuat semua orang menatapnya bingung.

Era hanya bisa tersenyum dan menunduk. Takut jika Aksa menceritakan segala tingkah bodohnya pada Bu Ratna.

"Dia murid kesayangan papa, Ma," ucap Aksa menjelaskan.

Era menatap Aksa kesal. Terlihat sekali jika pria itu mengejeknya. Lihat senyuman itu, ingin rasanya Era memukul wajah Aksa detik ini juga.

"Iya, bener. Era ini anak kesayangan Papa kamu." Bu Ratna tertawa, tidak menyadari suasana mencengkam yang ada di diri Era dan Aksa.

"Kak Era kenal Papa?" tanya Bian bingung.

"Kenal dong, Bian. Papa kamu kan sering kasih Kak Era pelajaran."

Iya, pelajaran hidup alias hukuman.

"Ya udah, ngobrolnya lanjut di dalem. Era, kamu bantu Aksa turunin bahan makanan di mobil ya," ucap Bu Asih.

Dengan malas Era mengangguk, "Iya, Buk."

Saat semua orang sudah masuk ke dalam panti, tinggal lah Era dan Aksa. Mereka bertatapan dengan pandangan yang berbeda. Aksa tampak tersenyum puas dan Era yang terlihat memelas.

"Pak Aksa," panggil Era pelan. Wajahnya sudah pias takut jika Aksa akan melaporkan semua kelakuannya pada Bu Ratna.

"Pak Aksa!" ucap Era lebih keras saat pria itu meninggalkannya menuju mobil untuk mengambil bahan makanan yang dibeli ibunya tadi.

Era menyusul Aksa dan berdiri di sampingnya. Dia mulai was-was saat Aksa tidak menjawab panggilannya, "Pak," bisik Era meraih lengan Aksa, mencoba menarik perhatian pria itu.

"Apa, Era?" Nada mengejek yang Aksa gunakan membuat Era kesal.

"Pak Aksa, ih! Saya serius, Pak."

"Ada apa, hm?" Kali ini Aksa sepenuhnya menatap Era.

"Kan kemarin kita udah damai, Pak. Jadi saya mohon jangan kasih tau Bu Ratna tentang masalah kita ya?"

Alis Aksa terangkat mendengar itu, "Kenapa?"

"Ya pokoknya jangan aja. Image saya selama ini anak baik, Pak."

Aksa melipat kedua tangannya di dada dan menatap Era dalam, "Sebelum bahas itu, saya mau tanya sesuatu. Jadi kamu tinggal di sini?"

Era terkekeh, "Iya, Pak. Makanya saya bilang kalo saya ini murid kesayangannya Pak Wijaya."

"Kenapa kamu nggak bilang?"

"Kenapa saya harus bilang?"

"Biar saya paham kalau alasan kamu suka telat dan bolos itu karena jagain adik-adik kamu."

Era tersenyum malu mendengar itu, "Saya nggak sebaik itu kok, Pak."

"Saya nggak lagi muji kamu." Ucapan Aksa membuat senyum Era luntur.

"Udah lah, Pak. Pokoknya jangan kasih tau Bu Ratna tentang masalah kita ya?"

"Nggak janji." Aksa menahan senyumnya dan berlalu masuk dengan banyak kantung di tangannya.

"Pak Aksa!" Era berdecak dan menghentakkan kakinya kesal. Dia berlari menyusul Aksa dan berjalan di sampingnya, "Saya cuma nggak mau Bu Ratna kecewa, Pak."

Aksa berhenti melangkah saat sudah berada di dapur, "Udah berapa lama kamu tinggal di sini?"

Era tampak berpikir, "Nggak tau, lupa. Dari kecil saya udah di sini."

Aksa terdiam mendengar itu. Dia menatap Era lekat, seperti ada sesuatu yang ia pikirkan, "Kamu yang paling besar di sini?"

Era mengangguk membenarkan. Seketika Aksa teringat dengan masa lalu yang menghantui mimpinya selama seminggu ini. Dia ingin menanyakan isi pikirannya pada Era agar semuanya terjawab, tapi dia memilih untuk menahannya.

"Kamu mau saya nggak kasih tau Mama saya?" tanya Aksa pada akhirnya.

Era mengangguk sebagai jawaban. Dia menatap Aksa penuh harap, berharap jika pria itu mau bekerja sama kali ini.

"Kalau gitu kamu harus lakuin pesan almarhum Papa saya dengan baik."

"Pesan?" tanya Era bingung.

Aksa mengangguk, "Pesan untuk jaga adik-adik kamu."

Mendengar itu Era tersenyum lebar, "Saya janji, Pak. Saya janji akan jaga adik-adik dengan baik!"

Aksa tersenyum dan mengacak pelan rambut Era. Setelah itu dia berlalu pergi untuk mengambil sisa belanjaan yang belum ia bawa. Aksa terdiam selama perjalanan. Pikirannya masih tertuju pada fakta tentang Era yang seolah menjawab semuanya.

Era adalah murid kesayangan ayahnya. Era juga anak asuh yang paling besar di panti ini dan itu berarti Era adalah penghuni pertama. Jadi gadis itu yang menjadi alasan kenapa ayahnya membuka panti asuhan? Bukan hanya itu, sekarang Aksa juga sadar jika Era adalah gadis kecil yang selalu muncul di mimpinya.

***

Related chapters

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   8. Sisi Lain Era

    Aksa menutup matanya sambil menikmati angin pantai yang menerpa tubuhnya. Langit yang gelap seharusnya bisa membuat penglihatannya terbatas, tapi tidak untuk sekarang. Entah kenapa ombak laut terlihat begitu jelas di matanya. Aksa mengeratkan pelukannya pada wanita di hadapannya dan mulai tersadar. Dia tidak tahu siapa wanita yang ia peluk saat ini. Aksa ingin melepaskan diri, tapi tidak bisa. Tangannya seolah menempel erat pada pinggang wanita itu."Makasih ya, Kak. Ini indah banget." Aksa mendengar suara wanita itu menggema.Perlahan tubuh wanita itu berbalik dan membuat Aksa terkejut, "Era?" ucap Aksa tidak percaya.Era tampak anggun dengan gaun putih yang dipakainya. Rambut panjang yang terurai tampak beterbangan ditiup angin. Di bawah cahaya bulan, Era terlihat cantik dan berbeda dari pandangannya selama ini. Dia tidak melihat Era yang ceroboh dan minim akhlak seperti biasanya. Aksa masih terpaku sampai perlahan wajah Era mulai mendekat. Dia ingin menghinda

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   9. Kejahilan Aksa

    Aksa menghentikan kegiatannya dan melirik ponselnya yang kembali berdering. Lagi-lagi Renata menghubunginya. Bukannya tidak ingin menjawab, tapi Aksa terlalu sibuk untuk berkomunikasi dengan wanita itu sekarang. Ponsel kembali berdering membuat Aksa mendengkus. Dengan segera dia mengangkat panggilan dari Renata."Ada apa?" tanya Aksa."Kenapa lama angkatnya?"tanya Renata kesal."Aku sibuk," jawab Aksa jujur."Gimana keadaan Bian?"Aksa menghela napas lelah. Mereka memang masih berhubungan karena ada Bian. Biar bagaimanapun Bian masih terlalu kecil untuk mengerti keadaan orang tuanya."Bian baik.""Aku kangen sama Bian,"ucap Renata."Aku nggak ngelarang kamu buat telepon Bian. Kamu bisa hubungi lewat Mama."Renata terkekeh,"Aku udah teleponTante Ratnatadi. Udah ngobrol juga sama Bian."Alis Aksa terangkat, "Terus kenapa kamu telepon aku?"

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   10. Harta Si Duda

    Di hari sabtu, Aksa memutuskan untuk bekerja di rumah. Biasanya dia bekerja di kantor setengah hari, tapi tidak untuk kali ini. Tidak ada yang menjaga Bian sekarang. Ibunya tengah pergi bersama teman-temannya untuk menjernihkan pikiran. Aksa membiarkannya, dia senang jika ibunya kembali beraktivitas seperti biasa.Sebuah tarikan pada celananya membuat Aksa menoleh. Dia terkejut melihat Bian yang duduk di lantai dengan bibir yang maju. Melihat itu, Aksa menggendong anaknya dan mendudukkannya di pangkuannya."Kenapa, hm?""Bian bosen, Pa. Mau main di luar," ucapnya kesal.Sejak pagi Bian memang sudah berada di ruang kerja Aksa. Dia sudah bosan dengan lego yang ia mainkan sendiri. Bian ingin keluar dan berlarian ke sana-ke mari."Bian main di sini dulu ya. Papa nggak bisa awasi kalau main di luar."Aksa sadar jika menjadi orang tua tunggal tidaklah mudah. Selama ini dia terbiasa hidup sendiri di luar kota dan orang tuanya yang menjaga Bian. Saa

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   11. Duo Jahil

    Di ruang tengah, Era dan Bian tampak menghitung jumlah kapal yang mereka buat. Kapal yang beraneka warna itu membuat Bian tersenyum senang. Dia tidak sabar untuk segera bermain di kolam renang bersama kapal-kapalnya."Empat belas.. lima belas!Yes!" Bian langsung berdiri dan membawa keranjang kapalnya ke halaman belakang.Era yang melihat itu langsung bergegas mengikuti Bian. Dia tidak mau jika anak itu bermain di kolam renang tanpa pengawasan. Bisa-bisa Aksa membunuhnya jika terjadi apa-apa dengan Bian."Bian jangan lari!" Era tampak kesulitan berlari dengan rok seragamnya.

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   12. Wajah Tak Asing

    Era berdiri di depan sebuah foto dengan alis yang bertaut. Suara tawa Bian dan Aksa dari kamar mandi tidak mengganggu konsentrasinya sedikitpun. Matanya masih tertuju pada pigura berukuran besar yang terpajang di dinding kamar Aksa. Setelah menjadi korban kejahilan bapak dan anak, Era terpaksa harus mandi di rumah ini. Pria itu meminta Era mandi terlebih dahulu agar tidak kedinginan dan selanjutnya giliran Aksa dan Bian yang tampak bersenang-senang di kamar mandi.Tatapan Era beralih pada foto kecil di atas nakas. Kamar Aksa terlihat sepi dengan sedikit perabotan, tapi juga ada banyak foto sebagai kenangan. Mengabaikan rambut basahnya yang menetes, Era menghampiri sebuah foto yang menarik perhatiannya. Alisnya bertaut saat merasa tidak asing dengan potret pria muda di dalam foto itu.

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   13. Mimpi Dosa

    Sentuhan lembut di dahinya membuat Aksa membuka matanya lebar. Hanya bermodalkan cahaya yang masuk dari jendela, Aksa bisa melihat siluet wanita yang duduk di ranjangnya. Dia terkejut dan ingin bangkit, tapi tubuhnya seolah tertahan oleh sesuatu."Bangun, Kak." Suara lembut itu membuat Aksa merinding. Dia ingin berbicara, tapi mulutnya seolah terkunci dengan rapat.Apa yang terjadi?Wanita yang mengelus dahi Aksa itu mulai berdiri dan membuka tirai jendela. Bayangan yang awalnya hanya siluet dari seorang wanita perlahan mulai terlihat dengan jelas. Wanita itu adalah Era. Dengan mengenakan piyama kimono berwarna putih, Era tidak terlihat seperti bocah. Gadis itu berubah menjadi wanita yang cantik dan anggun. Melihat itu, Aksa merasa ada sesuatu yang aneh di tubuhnya. Dia merasa ada desiran aneh pada salah satu bagian tubuhnya."Era," gumam Aksa. Kali ini dia sudah bisa berbicara, tapi hanya nama itu yang bisa ia ucapkan."Selamat pagi," ucap Era sam

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   14. Ada yang Aneh

    Hari ini adalah jadwal Aksa untuk ke sekolah. Seperti biasa, dia akan mengikuti rapat mingguan. Namun ada yang berbeda hari ini, entah kenapa Aksa merasa semangat. Padahal hari sebelumnya dia selalu malas untuk ke sekolah. Jika tidak lupa akan kewajibannya, tentu ia akan minta diwakilkan.Sekolah masih sepi saat jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Tentu saja para murid sedang belajar di kelas masing-masing sekarang. Rapat akan dilaksanakan pukul 10 dan Aksa sengaja datang lebih awal untuk berbicara dengan kepala sekolah mengenai olimpiade yang akan diikuti para murid. Aksa masuk ke ruang kepala sekolah dan melihat Pak Roni sudah siap dengan laptop dan kertas-kertas di tangannya. Mereka memulai pembicaraan singkat dan ringan mengenai olimpiade. Sekolah tidak main-main untuk mengikuti ajang ini, ada sekitar 120 siswa yang akan diikutkan. Tidak hanya olimpiade tapi juga lomba lainnya, seperti basket, sepak bola, bulu tangkis, tari, fotografi, lukis, film pendek, dan masih banya

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   15. Area Privat

    Sepulang sekolah, Era dikejutkan dengan Bian yang sudah ada di panti. Anak itu tampak bermain dengan anak-anak lainnya di halaman. Perlahan Era mendekat dan melihat ke sekitar, dia tidak melihat ada mobil Bu Ratna di sini. "Bian?" panggil Era. "Kak Era!" Bian yang asik bermain langsung berlari ke arahnya dan memeluknya erat. "Kamu ngapain di sini?" tanya Era bingung. "Main lah, Kak." Tunjuk Bian pada teman-temannya. "Nenek mana?" tanya Era bingung. Tidak mungkin jika Bian ditinggal sendiri di sini. "Bu Ratna ada arisan, Ra. Niatnya mau bawa Bian, tapi dia nggak mau jadi dianter ke sini," jelas Bu Asih yang datang dengan banyak gelas yang berisi jus, "Ayo, udah dulu mainnya." Era kembali menatap Bian yang masih memeluknya. Tangannya bergerak mengelus kepala anak itu dengan sayang, "Kenapa Bian nggak ikut Nenek?" "Bian nggak suka, Kak." Bibir Bian tampak maju. "Kenapa nggak suka? Kan enak ada banyak es krim

Latest chapter

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   57. Ekstra Chapter : Bahagia Bersama

    Aksa membuka matanya saat cahaya matahari mulai menyilaukan mata. Setelah berhasil membuka mata dengan sempurna, Aksa melihat siluet tubuh istrinya yang berdiri didepanjendela, tampak menikmati udara pagi Belanda yang sejuk."Jam berapa?" tanya Aksa dengan suara serak. Tangannya meraih selimut untuk menutupi tubuhtelanjangnya."Jam tujuh." Era berjalan mendekat dengan senyum manisnya. Era tampak cantik dengan baju tidur putihnya. Seketika Aksa mengalamiDejavu. Dia seperti pernah merasakan hal ini sebelumnya, tapi dia lupa kapan dan di mana. Kening Aksa berkerut mencoba untuk berpikir. Dia masih menatap Era yang berdiri di depannya denganpenasaran. Benar saja! Seketika Aksa teringat dengan mimpi-mimpinya dulu. Dia pernah bermimpi seperti ini sebelumnya. Persis dengan Era yang membangunkannya di pagi hari. Apa mimpi itu adalah gambaran tentang masa depannya? Jika iya, maka Aksa sangat takjub dengan takdir Tuhan."A

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   56. Ekstra Chapter : Nyonya Aksa

    Seperti yang sudah Aksa dan era duga sebelumnya. Sepulang dari bulan madu, sudah banyak kegiatan yang menanti mereka. Liburan yang dijadwalkan hanya berlangsung selama dua minggu mundur menjadi tiga minggu. Terima kasih pada Aksa yang sudah mengabulkan permintaan Era untuk melihat Napoli. Bulan madu mereka meninggalkan kesan yang membahagiakan untuk Era.Untuk pertama kalinya dia dapat berlibur berdua dengan orang yang ia cintai. Sudah bertahun-tahun Era menunggu momen ini. Bukan hanya dirinya,tapijuga Aksa."UdahSiap?" tanya Aksa masuk ke dalam kamar. Pria itu terlihat tampan dengan jas abu-abu yang dipakainya.Era mengangguk dan mulai mengambil tasnya. Hari ini adalah hari yang penting untuknya. Untuk pertama kalinya Era akan membuka toko interior danfurnituremiliknyasendiri. Terima kasih pada ayahnya yang sangat bekerja keras untuk membantu mewujudkan mimpinya itu."Papa sama Mama udah ada di sana. Kita sedikit t

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   55. Ekstra Chapter : Hanya Berdua

    Denganmengenakankaca mata hitamnya, Era dan Aksa mulai keluar dari bandara. Di sana, sudah ada seseorang yang Aksapekerjakanuntuk menjadi supir mereka di Italia selama dua minggu. Ya, akhirnya Italia menjadi tujuan bulan madu mereka. Semua keputusan ada di tangan Aksa dan Era hanya menurut. Era memang tidak memiliki keinginan untuk mengunjungi suatu tempat. Baginya, selama ada Aksa, dia tidak masalah."Kalau Kak Aksa capek bisa tidur dulu." Era memberikan bahunya.Aksa terkekeh mendengar itu. Lihat, Era sangat berbeda. Biasanya pria yang akan mengatakannya tapi itu tidak berlaku untuk Era. Wanita itu jauh lebih dewasa sekarang, meski sifatkekanakannyamasih ada."Kamu aja yang tidur." Aksa menarikkepalaEra untuk bersandar di bahunya."Sebentar," ucap Era. Meskipun menolak tapi dia tetap bersandar di bahu Aksa dengan nyaman. Tidak tidur, mata Era malah masih tertuju padaponselnya."Kamu cari

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   54. Ekstra Chapter : Hidup Bersama

    Era keluar dari mobil bersamaBian. Matanya menatap halaman rumah Aksa dengan tatapan tenang. Mulai hari ini, Era akan tinggal di rumah ini, rumah yang dia pikir hanya akan menjadi markas sementara saja. Namun siapa sangka jika dia akan tinggal di rumah ini selamanya?Aksa membuka bagasi mobil dan mengeluarkan koper Era. Melihat itu,Era membantu denganmembawatas-tas kecil yang berisi beberapa kebutuhannya."Ayo, masuk," ajak Aksa.Era masuk dengan menggandeng tanganBian. Saat akan membuka pintu utama, Aksa dikejutkan dengan ibunya yang lebih dulu membuka pintu dari dalam. Wanita paruh baya itu tersenyum senang danmerentangkankedua tangannya,"Selamat datang!" teriaknya.Era terkekeh melihat tingkah ibu mertuanya. Sampai saat ini Era masih belum percaya jika Bu Ratna akan menjadi ibu mertuanya. Tidak ada yang berbeda, karena selama ini Bu Ratna sudah menganggap Era sebagai anaknya."Ayo, masuk." Bu Ratna m

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   53. Ekstra Chapter : Sah!

    Tepat pukul delapan pagi, di sebuah masjid yang cukup ternama, rombongan dari dua keluarga sudah memenuhi ruangan yang telah disediakan. Hanya ada keluarga dan saudara yang datang di acara akad nikah ini. Semua mata tertuju pada Aksa sekarang. Pria itu terlihat tampan dengan pakaian putihnya, senada dengan pakaian Era. Namun bukan pakaian yang menjadi fokus utama, melainkan tangan Aksa yang mulai menjabat tangan ayah Era.Dengan penuh keyakinan, Aksa mulai mengucapkan kalimat sakral yang akan menjadi gerbang menuju hubungan yang lebih resmi. Semua orang tampak menahan napas saat Aksa melakukannya. takut jika pria itu akan melakukan kesalahan. Meskipun bukan kali pertama, bukan berarti Aksa mahir dalam hal ini bukan?"Sah!" ucap para saksi yang membuat semua orang mulai bernapas lega, termasuk Era.Mata Era yang sedari tadi terpejam mulai terbuka. Perlahan matanya memanas, dia tersenyum saat Aksa melakukannya dengan sangat lancar. Sedari tadi jantung Era ti

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   52. Ekstra Chapter : Kembalinya Mantan

    Di sore yang cerah, Era memutuskan untuk berkunjung ke rumah Aksa. Bersyukur hari ini adalah hari Minggu sehingga dia tidak disibukkan dengan pekerjaannya. Era memang sengaja tidak mengabari Aksa, lagi pula dia memang ingin bertemu dengan Bian. Motor Era berhenti di garasi rumah Aksa. Meskipun sudah memiliki banyak uang, tapi Era masih tetap menggunakan motor lamanya. Bukannya apa, tapi motor itu adalah saksi mata atas perjalanan hidupnya yang menakjubkan.Dengan membawa beberapa kotak donat dan es krim, Era mulai mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka dan muncul Bibi yang tersenyum melihatnya."Mbak Era, ayo masuk, Mbak. Kebetulan Dek Bian lagi main di belakang.""Makasih, Bi. Ini tolong es krim-nya dimasukin kulkas ya.""Iya, Mbak."Era mengangguk dan masuk ke dalam rumah. Saat di ruang tengah, dia meletakkan donat yang dia bawa di atas meja. Pandangannya mengedar ke segala arah. Perlahan senyum bahagia menghiasi wajahnya. Era masih ingat s

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   51. Ekstra Chapter : Persiapan Pernikahan

    Di sebuah kafe, terlihat seorang pria tengah kebingungan melihat pasangan di depannya yang tengah berdebat. Dia hanya bisa diam dan menunggu keputusan final yang akan disampaikan. "Lebih bagusoutdoor, Kak." Era masih berusaha untuk membujuk Aksa. "Indoorlebih enak, Ra. Kamu nggak takut hujan apa?" Era mendengkus, "Panggil pawang hujan." "Pawang hujan bisa kalah sama takdir Tuhan." Ucapan Aksa membuat Era menutup mulutnya rapat. Dia kesal dengan Aksa yang meminta pernikahan mereka dilaksanakan di dalam ruangan. Sejak kecil, Era memiliki impian untuk menikah di taman bunga. Apa salahnya jika dia menginginkan itu sekarang? Pernikahan hanya akan terjadi satu kalibukan? "Jadi gimanaPak..Bu?" tanya Ardi, pria muda yang sedari tadi duduk di depan mereka, menunggu Aksa dan Era selesai berdebat. "Indoor." "Outdoor." Mereka menjawab secara bersamaan. Era berdecak dan menatap pria di sampingny

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   50. Ekstra Chapter : Hari Pertunangan

    Langit yang cerah seolah mendukung suasana yang ada. Taman belakang rumah Era telah disulap sedemikian rupa menjadi tempat acara yang luar biasa. Sama seperti langit, wajah semua tamu juga samacerahnya. Terutama dua bintang utama hari ini, Era dan Aksa.Dengan mengenakan batik, Aksa terlihat tampan hari ini. Dia tidak ragu untuk menunjukkan senyumnya. Senyuman yang mampu membuat semua orang terpesona. Begitu juga Era, dia tampak cantik dengan kebaya modern yang senada. Sama seperti Aksa, Era tidak bisa menyembunyikankabahagiaannya.Acara pertunangan dibuat privat dengan mengundang keluarga, orang-orang terdekat,danawak media yang terpilih. Tentu saja wartawan ikut hadirkarenaAksa adalah salah satu pengusaha yang cukup berpengaruh. Mereka yakin jika berita inimuncul di pemberitaannanti,akanbanyak wanita yang patah hati karena Aksa Kusumaakan segera menikah."Sini,Bian!" panggil Era pada&n

  • Harta Tahta Kesayangan Duda   49. Ekstra Chapter : Meminta Restu

    Di pagi hari, Era sudah duduk di meja kerjanya sambil berkutat dengan komputernya. Meskipun dia bekerja untuk kekasihnya tapi bukan berarti dia bisa bermalas-malasan. Niat Era bekerja di sini tak hanya ingin dekat dengan Aksa, tapi dia juga ingin belajar. Meskipun Aksa dan Era adalah sepasang kekasih, tapisaatjam sudah menunjukkan waktu bekerja maka mereka akan berubah profesional. Bahkan Era menggunakan bahasa baku jika berbicara dengan Aksa. Bukannya apa, tapi memang harus seperti itu bukan?Telepon di meja Era berdering. Dengan segera dia mengangkatnya, "Ya, Pak?" sapa Era."Saya minta data pengeluaran bulan lalu, Ra.""Baik, Pak."Seperti itulah interaksi Era dan Aksa saat bekerja. Apa ini kemauan Aksa? Tentu saja tidak. Era yang memberikan ide ini. Setidaknya sebelum mereka sah, Era tidak ingin ada pemberitaan negatif tentang dirinya. Dia tidak mau para karyawan beranggapan jika dia adalah anak emas Aksa. Meskipun itu benar, tapi Era tida

DMCA.com Protection Status