“Ayah!” Naya berseru begitu mendapati keanehan dari cara bicara Adam terhadap Toke Jaya.
Gadis muda itu meringsek masuk, melewati Adam hingga berhadapan langsung dengan pria yang darahnya mengalir di dalam tubuhnya. Naya mengangkat dagu, menatap balik paras tirus dari Toke Jaya tanpa rasa gentar sedikitpun.
“Ayah harus jelasin ke aku!” tuntutnya.
“Jelasin apa, Naya? Kamu ini ... sekolah saja yang benar, ya? Jangan mikirin urusan orang dewasa. Kalau sudah kuliah nanti, Ayah belikan mobil yang kamu mau. Sekarang, kamu keluar dulu!” balas Toke Jaya.
Pria itu memutar paksa tubuh Naya walau gadis itu meronta. Baginya, pembiaraan nan rahasia antara dirinya dan Adam tidak boleh terdengar oleh siapapun, walau hanya seekor semut. Segalanya begitu rahasia dan harus dijaga agar tidak mengundang petaka.
Toke Jaya mendorong pelan tubuh anak gadisnya melewati Adam, menyebabkan kaki gadis itu menggesek lantai hingga bunyi yang
Langit kebiruan di puncak kepala dua anak adam itu menandakan malam yang mulai menggantikan siang. Keduanya berjalan di antara selipan motor dan mobil yang berlomba-lomba mencapai sarang. Sesekali klakson beradu kencang, meminta kendaraan di depan agar terus bergerak.Naya begitu cekatan dengan tubuhnya yang terbiasa meliuk-meliuk saat meniru artis idolanya. Adam di belakang hanya memerhatikan gadis itu, memastikan Naya aman dalam jangkauan, meski pikiran Adam terus berkelana pada Azizah dan Teuku Idris. Dua insan yang akan mengikat janji suci di depan Rabbi dalam waktu dekat.Sesaat, pria itu berhenti berjalan. Meski Naya di depannya terus melangkah, Adam memutuskan untuk mengangkat wajahnya ke langit sedetik. Di atas sana, gumpalan awan berarak dalam jumlah besar, entah seluas apa jangkauannya, Adam tidak akan pernah mampu menghitung luasnya langit Sang Ilahi di atas sana. Namun, benarkah antara dirinya dan Azizah juga sejauh ini? Semuanya begitu sulit, rumit dan sak
“Contohnya aku! Ada aku yang suka Bapak, bahkan lebih dari Kak Azizah. Apa menurut Bapak akan ada gadis lain yang mengusahakan mahar untuk lelaki yang disukainya? Bahkan seratus mayam. Kalaupun ada, sudah pasti dia gila. Sama seperti aku, yang gila karena orang yang aku suka bodohnya sudah akut.” Naya terus meneriaki Adam tanpa henti.Saat itu, suara Azan melantun tinggi di langit. Orang-orang yang semula memerhatikan mereka, kembali sibuk mengejar waktu. Detik terus berlari dan waktu magrib semakin menipis. Tersisa Adam dan Naya di ruangan terbuka itu, terdiam untuk beberapa saat setelah Naya berteriak tentang perasaan dan kebodohan yang dipelihara oleh Adam.“Bapak jangan pernah berharap setelah hari ini aku akan bersikap baik, Pak. Aku nyesal sudah suka sama orang bodoh seperti Bapak. Sana! Kejar saja Kak Azizah sampai ayahnya memaki Bapak lagi. Perjuangkan saja cinta Bapak sendirian, di saat yang dilakukan Kak Azizah hanya pasrah dan menunggu. Harusnya, cinta itu diperjuangkan ber
“Ya, tapi Ayah good rekening, Naya!” Toke Jaya mencoba membela harga dirinya di depan Naya.Ya, siapapun bisa melihat perbedaan yang kontras ini. Istri bagaikan bulan purnama, dan dirinya adalah burung punguk yang bertugas merindu. Dalam hati terdalamnya, pria itu bersyukur Naya serupa dengan sang istri, meski sikapnya jelas jauh berbeda, bahkan lebih mirip sikap saudaranya sendiri– Toke Sofyan si pemarah itu.“Dulu enggak, tuh!”“Mamak terima Ayah, karena satu alasan ....” Toke Jaya terus memandangi putrinya. Kali ini, dia lebih serius dibanding sebelumnya. Pria bijak itu hanya menginginkan kebaikan bagi sang putri, meski sulit untuk membuat Naya mengerti.“Apa?” Naya menjawab tanpa berbalik.“Ketulusan.”“Ih, Ayah gaje, lebay juga. Ketulusan, dong! Memang apa yang sudah Ayah lakukan sampai mamak menganggap Ayah tulus? Apa Ayah menyeberangi danau dengan berenang? Lompat
Adam tidak banyak berubah setelah kejadian di toko emas milik Toke Jaya. Pria santun itu tetap mengajar seperti biasa, lalu siang sampai malamnya bekerja di toko emas untuk menambah penghasilan.Hal ini berbeda jauh dengan yang dialami Naya, gadis itu bagaikan kehilangan bagian penting dari dalam hidupnya, hingga lebih sering murung saat di kelas. Naya yang biasanya ceria, banyak bicara dan suka mengusik kedamaian di kelas saat Adam mengajar, kini berubah bagaikan sebalok es. Dia duduk dengan tenang di mejanya, memandangi buku atau sesekali menjatuhkan pandangan pada papan tulis di depan gadis itu. Naya berubah, seutuhnya berbeda dibanding sebelumnya.Tidak ada lagi keusilan Naya saat Adam mengajar. Tidak ada lagi panggilan Naya untuknya. Jika ada yang tidak dimengerti oleh gadis itu, Naya lebih senang bertanya pada temannya dibanding mengacungkan jari di udara dan menyebutkan nama Adam.Sontak saja, perilaku ini terendus oleh Adam. Dia yang terbiasa merasakan k
Mendung menyambut kehadiran Adam di Rumah Sakit Melati sore itu. Dia berdiri di parkiran, tepat di sebelah motor matiknya yang tua. Tatapannya tertaut pada bangunan tiga lantai dengan cat orange yang terang. Beberapa orang lalu lalang tanpa tertarik pada dirinya. Sebuah ambulance juga masuk, menurunkan seorang pasien yang terbaring lemah di atas brankar.Setiap yang dipandanginya saat ini, mengundang ingatan Adam akan kejadian yang dialaminya saat sang ayah meninggal dunia. Keuangan yang terbatas, serta sanak keluarga yang tidak ramah membuat dirinya sulit mendapatkan bantuan. Ayah Adam hanya menerima perawatan di rumah sakit umum, melalui kartu sehat yang diangsurnya setiap bulan. Sedang Azizah, terbaring di rumah sakit swasta yang harga permalamnya melebihi gaji honor pria itu.Adam menarik dalam napas. Dadanya membusung, sesak terasa di pucuk hati. Bahkan perkara sehatnya, terasa jelas bedanya. Azizahnya di atas sini, sedangkan kemampuan pria itu masih d
Adam melangkahkan kedua kakinya. Perasaannya terus bergetar kala menyadari di dalam sana Azizah terbaring lemah di brankar. Wajahnya kian pucat dan jauh lebih kurus dibanding sebelumnya. Lebih dari itu, Adam menyadari jika raut wajah Azizah telah berubah terhadapnya.“Assalamualaikum ...,” sapanya. Adam menundukkan kepala sedikit demi menghormati kedua orangtua Teuku Idris, Toke Sofyan serta pria itu sendiri. Mereka hanya membalasnya dengan senyum tipis tanpa mempersilahkannya duduk atau mengambil tempat di kamar luas itu.“Jangan lama-lama!” Toke Sofyan segera memberi peringatan. Padahal, jarak Adam dengan Azizah masih dua meter lagi. Mereka belum sempat bertukar kata sepatah pun, namun Toke Sofyan begitu gencar melarang Adam mendekati putrinya yang berharga.“Yah ... sabar.” Istrinya mengingatkan dari arah belakang.Adam terus berjalan menuju Azizah. Manik matanya yang semula cerah menjadi berkabut hebat. Perasaannya
Sore menyambut sendu di wajah Adam. Pria rupawan dengan seribu luka itu berjalan perlahan menuju toko emas milik Toke Jaya. Perasaannya terus berdenyut, sedangkan di telinganya terngiang ucapan Azizah tentang pernikahannya dengan Teuku Idris.Tubuh Adam melemah, lututnya goyah, pun tangannya dingin bagaikan segenggam es. Pria itu terus berjalan melewati etalase toko. Bang Jono yang sibuk melayani pelanggan menegurnya lantang, “Dam, eh ... keenakan kamu, ya? Ini kerja dulu. Enggak lihat banyak pelanggan, hah?”Adam menghela napas. Sakit memang di dalam sana, tapi tugasnya tetap saja harus diselesaikan.Pria itu memasuki pintu menuju ke bagian dalam etalase. Ditariknya napas sekeras mungkin, harapnya perasaan Adam membaik meski hanya sedikit. Tidak lupa pula, dia terus menyebut nama Allah di dalam sanubari.“Dasar sok sibuk! Sudah jam berapa ini, baru datang, hah? Mau gajimu dipotong?” cecar Bang Jono lagi. Pria itu lebih memilih mer
Naya turun dari lantai dua dengan ekspresi merengut khas dirinya. Dia bahkan mengabaikan setiap orang yang menatap ke arahnya. Beberapa dari mereka adalah pembeli yang mengenal Naya sejak lama, pun Bang Jono yang tidak bisa berpura-pura tidak melihat Naya di depan matanya.Naya segera berjalan ke arah depan dengan langkah tergesa-gesa. Dia menapakkan kaki dengan kasar di lantai keramik agar seorang pria muda yang membuat hari dan hatinya berombak itu mendengar.“Nay? Langsung pulang? Makan dulu dengan Bang Jono dan Toke,” panggil Bang Jono.Naya tidak tertarik sama sekali. Dia menuruni anak tangga di teras toko dan langsung meminjakkan kaki di aspal. Dia tahu jika mengabaikan orang tua seperti Bang Jono itu tidak baik, tapi di belakang Bang Jono ada Adam. Naya masih menyimpan kekesalan pada Adam, terlebih setelah Toke Jaya memaksanya belajar dari Adam.Bagaimana bisa dia belajar dari pria itu jika setiap harinya hatinya teriris sakit. Bagaiman
“Di mana?” gumam Adam. Pria yang baru pulang bekerja itu langsung berlari ke dalam kamar.Dia sudah mencari ke semua tempat, mengobrak-abrik seisi kamarnya yang sederhana dan cenderung kosong. Tidak ada, dia tidak menemukan benda yang dicarinya. “Apa aku pindahkan? Tapi ....” Adam menggigit bibir bawahnya. Dia berdiri di depan lemarinya yang sederhana dan juga goyah, sedikit miring ke kanan karena penyangganya mulai kendur.Adam berhenti untuk waktu yang lama. Pria itu bahkan mengeluarkan isi lemari untuk mengecek sekali kalau tidak ada yang dia lewatkan. Hasilnya, tetap saja sama. Apa yang dicari Adam sejak pulang dari tempat bekerja tidak terlihat di mana pun.“Ke mana? Aku tidak mungkin membawanya ke tempat lain.” Adam terus bergumam dengan dirinya sendiri.Sudah berjam-jam waktu berjalan, pukul sembilan malam datang. Adam masih memandangi lemarinya yang kosong, serta tumpukan pakaian yang kini berpindah ke atas kasur.“Kalau benar-benar hilang, dengan apa aku membayar?” lanjut Ad
Adam langsung mengiyakan. Dia melepaskan tas serta mengganti sepatunya dengan sandal jepit. Tidak lama Adam langsung naik ke ruangan Toke Jaya, dia mengetuk pintu, lalu bergabung ke dalam.Dia menghadap pria kaya di depannya. Perasaannya jadi tidak karuan, bukan karena perkara di pesta pernikahan Azizah kemarin, tapi lebih ke khawatir jika di tempat ini dirinya juga akan diberhentikan. Setelahnya, mencari pekerjaan akan sangat sulit karena namanya sudah melambung ke seantero kabupaten sebagai pria yang merusak kebahagiaan Toke Sofyan dan putrinya.“Duduk! Sudah makan?” Toke Jaya bertanya seraya membuka sebungkus nasi padang yang dibelikan oleh Bang Jono sesaat lalu. Lauknya rendang dan peyek udang.Aroma gurih itu menyebar kuat, menusuk hidung Adam dan menyentil lambungnya yang kosong. Dia lapar, tapi makanan seperti milik Toke Jaya akan terlalu mahal untuknya dalam kondisi begini. Dia harus berhemat, memutar otak agar kerasnya kehidupan tidak membuatnya mati kelaparan.“Sudah, Toke.”
Bab 36: “Ayah, kenapa Ayah diam saja tadi? Kenapa enggak dari awal Ayah bela aku dan Pak Adam?” Gadis itu protes keras begitu mereka tiba di rumah.Wajah Naya menjadi merah. Begitu banyak amarah dan kekesalan yang menumpuk di pucuk kepalanya. Sebab, sang ayah hanya berdiri di antara para tamu undangan untuk waktu yang lama meski dirinya dan Adam berdebat tanpa henti dengan pria bengis bernama Toke Sofyan.“Naya, jangan begitu dengan Ayah!” Ibunya menasihati.Perempuan lembut itu berusaha membujuk Naya agar anak gadisnya masuk ke dalam kamar lalu berganti pakaian. Banyak hal yang terjadi hari ini, sudah pasti Naya juga merasa lelah.“Mak, sebentar ... aku masih mau ngobrol sama Ayah!” potong Naya.Gadis itu mengejar Toke Jaya hingga ke kamar orang tuanya. Dia mengekor di belakang dalam langkah yang sangat cepat hingga berhasil menyusul kemudian berdiri di ambang pintu. Ibunya yang berada di antara mereka hanya bisa berhenti di belakang sang putri, karena Naya merentangkan tangan untuk
Bab 36: “Ayah, kenapa Ayah diam saja tadi? Kenapa enggak dari awal Ayah bela aku dan Pak Adam?” Gadis itu protes keras begitu mereka tiba di rumah.Wajah Naya menjadi merah. Begitu banyak amarah dan kekesalan yang menumpuk di pucuk kepalanya. Sebab, sang ayah hanya berdiri di antara para tamu undangan untuk waktu yang lama meski dirinya dan Adam berdebat tanpa henti dengan pria bengis bernama Toke Sofyan.“Naya, jangan begitu dengan Ayah!” Ibunya menasihati.Perempuan lembut itu berusaha membujuk Naya agar anak gadisnya masuk ke dalam kamar lalu berganti pakaian. Banyak hal yang terjadi hari ini, sudah pasti Naya juga merasa lelah.“Mak, sebentar ... aku masih mau ngobrol sama Ayah!” potong Naya.Gadis itu mengejar Toke Jaya hingga ke kamar orang tuanya. Dia mengekor di belakang dalam langkah yang sangat cepat hingga berhasil menyusul kemudian berdiri di ambang pintu. Ibunya yang berada di antara mereka hanya bisa berhenti di belakang sang putri, karena Naya merentangkan tangan untuk
“Bicara apa kau, Naya?” Suara Toke Sofyan kembali menggelegar. Ucapannya bak sambaran petir di siang hari, membuat setiap orang yang ada di dalam ruangan berjengit kaget. Tidak cukup dia berurusan dengan Adam karena Azizah, sekarang keponakannya ikut berulah. “Kau masih saja berusaha membela pria ini?”“Pak Adam itu calonnya, Naya. Uwak enggak berhak bicara begitu sama Pak Adam. Kenapa Naya ajak Pak Adam ke sini, ya karena itu alasannya!” cecar Naya tanpa rasa takut.Perempuan itu bahkan menatap nyalang ke arah Toke Sofyan. Manik matanya tegas, bibirnya juga sigap untuk menyahuti semua hinaan yang muncul dari bibir uwaknya sendiri. Bagi Naya, apa yang dilakukan olehnya saat ini adalah hal yang benar, mengundang Adam bukanlah dosa seperti yang terus dituduhkan Toke Sofyan.“Naya, tenanglah!” Adam berbisik. Pria itu hendak meminta Naya untuk mundur, tapi tangannya menggantung di udara. Bukan tanpa alasan, selama ini dirinya tidak bersentuhan dengan perempuan apalagi yang bukan muhrim un
“Mari kita sambut pengantin kita hari ini ... Cut Azizah!” MC menyerukan nama Azizah dengan lantang di atas panggung seluas lima belas meter itu.Seketika suara suling, keyboard dan rebana menggema. Tidak lupa tarian sambutan dari anak-anak kecil menjadi pelengkapnya. Beberapa gadis bertubuh ramping seperti Naya berjejer, mereka menjadi penyambut dari kehadiran sang ratu satu hari.Wajah Toke Sofyan, bahagia luar biasa. Mertua Azizah pun tidak kalah riangnya. Di antara mereka, yang paling berbinar saat itu adalah Teuku Idris, Cut Azizah si kembang desa telah menjadi istrinya.“Wah, cantik sekali pengantin kita ya? Cut Azizah, putri tunggal Toke Sofyan yang terkenal akan kepribadiannya yang santun, penuh budi pekerti, salihah, cantik rupawan dan berpendidikan. Cut Azizah telah dipinang oleh Teuku Idris dan kini mereka terikat dalam pernikahan yang suci. Mari kita doakan kebahagiaan untuk kedua pengantin kita hari ini.”Semua orang terus memuji keindahan paras Azizah, tubuhnya yang ramp
Bab 33: Ijab Qabul yang Sendu“Aku tidak ikut campur, Kawan. Aku balik dulu!” potong pria yang tertangkap oleh Naya bersama Adam di hari yang paling pilu itu.Otaknya yang selama ini memikirkan banyak hal, kini diberi kejutan yang lebih menggetarkan. Manik mata Naya bergeser perlahan, mencoba menerima semua yang kini hadir di depannya.“Bapak sudah gila!” serunya seraya menodongkan jemari ke wajah Adam yang sayu itu.Pria yang semalaman tidak bisa tidur dengan nyenyak tersebut hanya mampu tersenyum getir. Tidak ada penjelasan apa pun keluar dari bibirnya yang ranum. Dia sendiri tidak paham dengan perasaannya, hingga merasa tidak perlu mengucapkan apa pun.Di depannya, pria yang semalam datang untuk menemaninya itu beranjak perlahan-lahan. Dia meminta izin dari Adam agar dirinya bisa pergi dari sini secepatnya. Dia paham jika keadaan menjadi lebih rumit dari yang bisa dibayangkan.“Pak, apa Bapak sebenarnya tidak punya rasa pada Kak Azizah, huh?” Naya terus mencerca Adam hingga napasny
Bab 32: Upaya NayaNaya menggelengkan kepalanya. Dia menarik tangan agar Toke Sofyan bersedia melepaskan. Jika mereka terlalu lama dalam posisi ini, maka akan mengundang banyak mata dan gosip jika keluarga besar Naya tidak harmonis. Mereka bertengkar bahkan di acara besar sekalipun.“Lepas dulu, Uwak!” serunya.Toke Sofyan menurut. Pria itu lekas mengantongi tangannya lagi. Ditatapnya Naya dengan sorot mata penuh keyakinan tentang alasan gadis itu meninggalkan tugas yang diembankan padanya dan datang ke parkiran dengan sebuah kunci motor.“Katakan, kau mau ke mana?” desak Toke Sofyan. Sekarang, dia bebas menyudutkan Naya karena adiknya tidak ada di sana. Para ipar juga sibuk di ruang pernikahan.“Kepo banget, sih! Aku mau jemput pacarku di sekolah.” Naya mengelak. Dia tahu jika dirinya berbicara jujur maka Toke Sofyan akan langsung menghentikan semua rencana itu. Hal paling buruk, dia dan keluarga diusir dari pernikahan Azizah.Tapi, tidak mengapa jika hal itu terjadi setelah dia berh
Bab 31: Adam Merasa BersalahSetelah Bang Jono pergi mengejar Naya, pria itu paham akan tugasnya untuk mengurusi toko serta penjualan mereka. Dia juga mengerti jika perihal target yang tidak tercapai berarti sebuah masalah besar untuk dirinya. Di toko Toke Jayalah dia tahu betapa berartinya tenaga dan waktu yang dikeluarkan olehnya.Selama menjadi guru honorer, penghasilannya selalu kecil. Itu juga dibayarkan tiga bulan sekali jika sekolah telah memiliki dana. Sesekali, guru-guru PNS yang menambahkan melalui uang sertifikasi mereka.Sedangkan bekerja dengan Toke Jaya, dia sudah menyimpan seratus mayam emas yang gagal diberikannya untuk Azizah. Ditambah gaji bulanan yang tetap diberikan oleh Toke Jaya serta tambahan berupa uang saku karena telah mengajari Naya.Adam hanya bisa menundukkan kepala. Dia menyadari besarnya kesalahan yang dilakukan olehnya barusan sampai Toke Jaya kehabisan kata-kata.“A-dam?” panggil Toke Jaya. Lalu, diam menyelimuti mereka berdua.Adam yang sudah berdiri