Tiba-tiba, Olivia merasa sedikit penasaran dan bertanya, "Eh, Pamela, kamu bisa menggunakan kartu kakakku sesuka hatimu, kenapa kamu nggak membeli sedikit lebih banyak barang untuk dirimu sendiri?"Pamela berkata, "Aku nggak kekurangan apa pun, nggak ada yang perlu kubeli lagi."Olivia mengerutkan keningnya dan mengenakan pakaian sederhana yang dikenakan oleh Pamela dengan sorot mata jijik ....Pamela memang sangat cantik. Hanya dengan mengenakan pakaian sederhana seperti ini saja, dia tetap terlihat menawan. Namun, pakaian yang dikenakannya bukanlah pakaian bermerek, tidak bisa menunjukkan identitasnya sekarang."Siapa bilang nggak ada yang perlu kamu beli lagi? Kulihat seharusnya semua pakaianmu dibuang saja dan beli yang baru! Pamela, sekarang identitasmu adalah Nyonya Keluarga Dirgantara, kamu harus menaikkan standarmu dalam berpakaian, agar nggak memalukan kakakku saat bersamanya!"Pamela menoleh menghadap Olivia dan menatap adik iparnya itu dengan tatapan agak terkejut.Olivia me
Andra mendekatkan wajahnya ke arah Pamela dan berkata, "Bantu aku memikirkan cara untuk menyingkirkan wanita itu tanpa menyinggung keluarganya."Pamela mengerutkan keningnya, kilatan jijik melintas di matanya. "Kalau kamu merasa nggak cocok dengannya, kamu bisa langsung berterus terang dengannya. Kalian nggak perlu mempersulit satu sama lain! Untuk apa kamu berpura-pura baik seperti ini, bahkan sampai membawanya datang ke sini untuk membeli tas. Tindakanmu ini hanya bisa membuatnya salah paham dan berpikir kamu masih ingin melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius dengannya!"Andra mengangkat bahunya dan berkata, "Nggak ada gunanya berterus terang dengannya, dia tetap beranggapan perasaan bisa dipupuk dengan perlahan-lahan. Sekarang, kami sudah selesai makan bersama dan menonton bioskop bersama, aku benar-benar nggak tahu harus membawanya ke mana dan melakukan apa lagi. Aku bermaksud untuk mengantarnya pulang, tapi dia enggan pulang, malah menarikku untuk menemaninya berbel
"Dia adalah ...." Andra membuka mulutnya, seakan-akan sudah bersiap untuk mengatakan identitas Pamela sebagai Nyonya Keluarga Dirgantara.Tepat pada saat ini, Pamela membuka mulutnya untuk menyela pria itu. Dia sendiri yang menjawab pertanyaan Denada, "Ah, kami berdua adalah teman satu penyakit."Denada tertegun sejenak, lalu berkata, "Teman satu penyakit?"Andra tidak menyangka Pamela akan memberikan jawaban seperti itu. Pria itu mengerutkan keningnya, sudut bibirnya terangkat ke atas, seolah-olah sedang menanti apa yang akan dikatakan oleh Pamela selanjutnya ....Pamela menganggukkan kepalanya dan berkata, "Hmm, kami adalah teman satu penyakit. Sebelumnya, kami saling mengenal di sebuah obrolan teman-teman satu penyakit. Baru saja kami sedang membicarakan tentang penyakitnya!"Denada menatap Andra yang duduk di sampingnya dengan tatapan terkejut dan berkata, "Penyakit apa? Andra, apa kamu sakit? Kenapa kamu nggak memberitahuku?"Pamela berpura-pura memasang ekspresi seolah-olah baru
Melihat pemandangan itu, Andra benar-benar tidak bisa menahan tawanya. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Pamela.Pamela sedang duduk dengan santai dan tenang sambil menyesap kopinya.Andra mengangkat alisnya dan berkata, "Pamela, karena idemu ini, sepertinya kelak aku nggak akan bisa menemukan pendamping hidup lagi. Siapa yang ingin hidup bersama seorang pria berpenyakit menular yang nggak bisa disembuhkan lagi?"Pamela menjawab dengan santai, "Bukankah tadi kamu hanya meminta bantuanku untuk menyingkirkan wanita yang dijodohkan padamu itu? Aku hanya membantumu untuk menyelesaikan masalah itu, aku nggak peduli dengan masalah lainnya."Andra mengusap-usap dagunya, lalu tersenyum pada Pamela dan berkata, "Nggak bisa. Kalau karena hal ini, aku nggak bisa menemukan pendamping hidup lagi. Kamu harus bertanggung jawab pada masalah pernikahanku!"Pamela melirik pria itu dengan malas dan berkata, "Bagaimana aku bisa bertanggung jawab padamu? Aku sudah menikah!"Andra tersenyum dan
Pamela mengeluarkan selembar kartu berwarna emas dari sakunya dan menyodorkannya kepada Olivia, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Nah, kamu gesek saja, nggak ada kata sandinya."Olivia menghampiri Pamela dan merampas kartu itu. Setelah memelototi Pamela dengan kesal, dia baru pergi menggesek kartu.Melihat Olivia sudah pergi, Andra mengangkat alisnya dan berkata dengan penuh minat, "Kartu itu bukan milik Agam, 'kan?"Mendengar ucapan pria itu, Pamela bertanya dengan penasaran, "Bagaimana kamu bisa tahu?"Andra tersenyum dan berkata, "Karena Agam hanya punya kartu hitam, nggak punya kartu emas."Kartu hitam dari bank diedarkan khusus untuk pelanggan level paling tinggi. Hanya memiliki uang saja belum cukup untuk memiliki kartu seperti itu.Berbeda dengan kartu hitam, selama tabungan pelanggan sudah mencapai nominal tertentu, maka mereka bisa memiliki kartu emas.Andra duduk sedikit lebih tegak dan berkata, "Kamu mengeluarkan uang sendiri membelikan tas untuk adik iparmu? Tas di sini s
Tidak ingin Andra dan Pamela mengobrol lagi, Olivia langsung menarik Pamela keluar dari toko. Begitu keluar toko, dia langsung melepaskan tangan Pamela dan bergumam dengan tidak senang, "Huh! Dasar wanita jalang!"Pamela tidak menanggapi ucapan Olivia, dia hanya mengamati sekeliling, lalu bertanya, "Kita makan apa?"Melihat Pamela tidak menanggapinya, Olivia makin kesal."Tadi aku sudah lihat, foto di layar ponsel Andra adalah fotomu! Pamela, apa nggak cukup bagimu menggoda kakakku seorang? Kenapa kamu juga menggantung Andra?!"Tadi, Pamela tidak terlalu memperhatikan layar ponsel Andra, bahkan setelah mendengar ucapan Olivia, dia agak terkejut. 'Eh? Bagaimana di ponsel Andra ada fotoku?'Setelah dia pikir-pikir lagi, dia baru ingat saat berada di Manor Sinar Rembulan, Andra membantu mengambil foto Adsila. Sepertinya, saat itulah pria itu mengambil fotonya.'Pria itu benar-benar nggak tahu batasan!'Sambil berjalan ke restoran hotpot, Pamela menanggapi Olivia dengan acuh tak acuh. "Kal
Ekspresi terkejut tampak jelas di wajah pemuda itu. Dia mengaruk-garuk kepalanya dengan malu dan berkata, "Kak Pamela, ternyata benar kamu! Baru saja saat aku lewat di luar, aku melihat sepertinya ada seseorang yang mirip denganmu dari luar kaca restoran ini, jadi aku memutuskan untuk masuk ke dalam dan melihat langsung! Sejak kamu lulus, aku nggak pernah bertemu denganmu lagi ...."Akhirnya, Pamela sudah mengenal siapa pemuda di hadapannya ini. Pemuda ini tidak lain adalah Ricky, adik seperguruannya saat kuliah.Pamela menganggukkan kepalanya dengan sopan dan berkata, "Hmm, lama nggak bertemu denganmu. Apa kamu keluar berbelanja?"Ricky menggelengkan kepalanya dan berkata, "Bukan! Belakangan ini, aku bekerja menjadi guru les privat dan sedang membagikan brosur di sekolah sekitar sini! Tadi, aku merasa sangat lapar. Jadi, aku datang ke sini untuk melihat apakah ada makanan cepat saji. Aku bersiap untuk makan sedikit makanan, lalu melanjutkan tugasku membagikan brosur lagi."Pamela ters
Ricky adalah seorang pemuda yang pemalu. Namun, bagaimanapun juga, dia adalah rumput kampus sekaligus ketua organisasi mahasiswa yang IQ dan EQ-nya tinggi. Di kampus, dia juga sudah sering menghadiri acara besar maupun kecil. Jadi, setelah duduk sebentar, dia menjadi lebih terbuka dan mulai membicarakan tentang hal-hal terkini di kampus mereka dengan Pamela. Dia bukan membicarakan gosip, melainkan hal-hal yang positif dan menyenangkan.Sebenarnya, Pamela tidak terlalu mengenal murid-murid yang tingkatannya lebih rendah dibandingkan dirinya. Dia tidak mengenal sebagian besar dari orang-orang yang disebut oleh Ricky. Namun, dia mendapati cerita adik seperguruannya itu cukup menarik. Dari waktu ke waktu, dia pun meminta pemuda itu untuk melanjutkan ceritanya.Hingga saat seorang pria menarik kursi dan duduk di sampingnya, aura dingin yang kuat yang terpancar dari tubuh pria itu menyela cerita menarik Ricky yang belum selesai ....Ricky mengalihkan sorot mata kebingungan ke arah pria yang