Pamela menatap Dimas dan berkata dengan santai, "Jangan khawatir, dia nggak akan bisa membuat keributan apa pun di sini. Pak Dimas, tolong panggil pelayan untuk mengantarkan sarapan ke kamarku. Aku harus mengawasi nona kalian mengerjakan tugas!"Dimas menganggukkan kepalanya, "Baik, Nyonya. Aku akan segera meminta pelayan mengantarkan sarapan untuk Nyonya. Hmm .... Nyonya, kalau Nona Olivia nggak patuh dan mempersulit Nyonya, Nyonya panggil aku saja."Pamela membuat isyarat tangan oke, lalu meminta Dimas untuk pergi dan menutup pintu kamarnya.Setelah Pamela selesai memakan sarapannya pun, Olivia baru mengerjakan beberapa halaman soal.Pamela juga tidak mendesak adik iparnya, melainkan menunggu dengan tenang sambil memainkan ponselnya.Waktu berlalu dengan cepat. Tepat pada siang hari, Olivia sudah mengerjakan halaman terakhir dari buku latihan soal itu, lalu menyerahkannya kepada Pamela untuk diperiksa!"Aku sudah selesai mengerjakannya! Aku mau lihat apa lagi yang bisa kamu katakan k
Dia bahkan tidak makan siang hanya demi mengerjakan ulang soal-soal dalam buku latihan soal itu!Setelah bersusah payah mengerjakan soal-soal itu, dia melemparkan buku latihan soal itu kepada Pamela dan berkata, "Nah, sudah selesai!"Setelah meliriknya sekilas, Pamela terkekeh dan berkata, "Lumayan, kali ini ada kemajuan, sudah ada sepuluh soal yang kamu jawab benar!"Sebenarnya, Olivia juga merasa agak malu. Setelah mendengarkan pembelajaran selama satu jam penuh, dia baru mengerjakan sepuluh soal dengan benar. Sungguh memalukan!"Aku sudah lapar! Aku mau pergi makan!"Merasa malu di hadapan Pamela yang paling dipandang rendah olehnya, Olivia memilih untuk menghindar. Dia langsung berdiri dan pergi."Tunggu," kata Pamela untuk menghentikannya dengan lembut.Olivia menghentikan langkah kakinya, lalu menoleh dan memelototi Pamela dengan kesal. "Kamu nggak mengizinkanku makan? Apa kamu mau aku mati kelaparan?"Pamela meletakkan buku latihan soal itu, lalu bangkit dan mengenakan mantelnya
Tiba-tiba, Olivia merasa sedikit penasaran dan bertanya, "Eh, Pamela, kamu bisa menggunakan kartu kakakku sesuka hatimu, kenapa kamu nggak membeli sedikit lebih banyak barang untuk dirimu sendiri?"Pamela berkata, "Aku nggak kekurangan apa pun, nggak ada yang perlu kubeli lagi."Olivia mengerutkan keningnya dan mengenakan pakaian sederhana yang dikenakan oleh Pamela dengan sorot mata jijik ....Pamela memang sangat cantik. Hanya dengan mengenakan pakaian sederhana seperti ini saja, dia tetap terlihat menawan. Namun, pakaian yang dikenakannya bukanlah pakaian bermerek, tidak bisa menunjukkan identitasnya sekarang."Siapa bilang nggak ada yang perlu kamu beli lagi? Kulihat seharusnya semua pakaianmu dibuang saja dan beli yang baru! Pamela, sekarang identitasmu adalah Nyonya Keluarga Dirgantara, kamu harus menaikkan standarmu dalam berpakaian, agar nggak memalukan kakakku saat bersamanya!"Pamela menoleh menghadap Olivia dan menatap adik iparnya itu dengan tatapan agak terkejut.Olivia me
Andra mendekatkan wajahnya ke arah Pamela dan berkata, "Bantu aku memikirkan cara untuk menyingkirkan wanita itu tanpa menyinggung keluarganya."Pamela mengerutkan keningnya, kilatan jijik melintas di matanya. "Kalau kamu merasa nggak cocok dengannya, kamu bisa langsung berterus terang dengannya. Kalian nggak perlu mempersulit satu sama lain! Untuk apa kamu berpura-pura baik seperti ini, bahkan sampai membawanya datang ke sini untuk membeli tas. Tindakanmu ini hanya bisa membuatnya salah paham dan berpikir kamu masih ingin melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius dengannya!"Andra mengangkat bahunya dan berkata, "Nggak ada gunanya berterus terang dengannya, dia tetap beranggapan perasaan bisa dipupuk dengan perlahan-lahan. Sekarang, kami sudah selesai makan bersama dan menonton bioskop bersama, aku benar-benar nggak tahu harus membawanya ke mana dan melakukan apa lagi. Aku bermaksud untuk mengantarnya pulang, tapi dia enggan pulang, malah menarikku untuk menemaninya berbel
"Dia adalah ...." Andra membuka mulutnya, seakan-akan sudah bersiap untuk mengatakan identitas Pamela sebagai Nyonya Keluarga Dirgantara.Tepat pada saat ini, Pamela membuka mulutnya untuk menyela pria itu. Dia sendiri yang menjawab pertanyaan Denada, "Ah, kami berdua adalah teman satu penyakit."Denada tertegun sejenak, lalu berkata, "Teman satu penyakit?"Andra tidak menyangka Pamela akan memberikan jawaban seperti itu. Pria itu mengerutkan keningnya, sudut bibirnya terangkat ke atas, seolah-olah sedang menanti apa yang akan dikatakan oleh Pamela selanjutnya ....Pamela menganggukkan kepalanya dan berkata, "Hmm, kami adalah teman satu penyakit. Sebelumnya, kami saling mengenal di sebuah obrolan teman-teman satu penyakit. Baru saja kami sedang membicarakan tentang penyakitnya!"Denada menatap Andra yang duduk di sampingnya dengan tatapan terkejut dan berkata, "Penyakit apa? Andra, apa kamu sakit? Kenapa kamu nggak memberitahuku?"Pamela berpura-pura memasang ekspresi seolah-olah baru
Melihat pemandangan itu, Andra benar-benar tidak bisa menahan tawanya. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Pamela.Pamela sedang duduk dengan santai dan tenang sambil menyesap kopinya.Andra mengangkat alisnya dan berkata, "Pamela, karena idemu ini, sepertinya kelak aku nggak akan bisa menemukan pendamping hidup lagi. Siapa yang ingin hidup bersama seorang pria berpenyakit menular yang nggak bisa disembuhkan lagi?"Pamela menjawab dengan santai, "Bukankah tadi kamu hanya meminta bantuanku untuk menyingkirkan wanita yang dijodohkan padamu itu? Aku hanya membantumu untuk menyelesaikan masalah itu, aku nggak peduli dengan masalah lainnya."Andra mengusap-usap dagunya, lalu tersenyum pada Pamela dan berkata, "Nggak bisa. Kalau karena hal ini, aku nggak bisa menemukan pendamping hidup lagi. Kamu harus bertanggung jawab pada masalah pernikahanku!"Pamela melirik pria itu dengan malas dan berkata, "Bagaimana aku bisa bertanggung jawab padamu? Aku sudah menikah!"Andra tersenyum dan
Pamela mengeluarkan selembar kartu berwarna emas dari sakunya dan menyodorkannya kepada Olivia, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Nah, kamu gesek saja, nggak ada kata sandinya."Olivia menghampiri Pamela dan merampas kartu itu. Setelah memelototi Pamela dengan kesal, dia baru pergi menggesek kartu.Melihat Olivia sudah pergi, Andra mengangkat alisnya dan berkata dengan penuh minat, "Kartu itu bukan milik Agam, 'kan?"Mendengar ucapan pria itu, Pamela bertanya dengan penasaran, "Bagaimana kamu bisa tahu?"Andra tersenyum dan berkata, "Karena Agam hanya punya kartu hitam, nggak punya kartu emas."Kartu hitam dari bank diedarkan khusus untuk pelanggan level paling tinggi. Hanya memiliki uang saja belum cukup untuk memiliki kartu seperti itu.Berbeda dengan kartu hitam, selama tabungan pelanggan sudah mencapai nominal tertentu, maka mereka bisa memiliki kartu emas.Andra duduk sedikit lebih tegak dan berkata, "Kamu mengeluarkan uang sendiri membelikan tas untuk adik iparmu? Tas di sini s
Tidak ingin Andra dan Pamela mengobrol lagi, Olivia langsung menarik Pamela keluar dari toko. Begitu keluar toko, dia langsung melepaskan tangan Pamela dan bergumam dengan tidak senang, "Huh! Dasar wanita jalang!"Pamela tidak menanggapi ucapan Olivia, dia hanya mengamati sekeliling, lalu bertanya, "Kita makan apa?"Melihat Pamela tidak menanggapinya, Olivia makin kesal."Tadi aku sudah lihat, foto di layar ponsel Andra adalah fotomu! Pamela, apa nggak cukup bagimu menggoda kakakku seorang? Kenapa kamu juga menggantung Andra?!"Tadi, Pamela tidak terlalu memperhatikan layar ponsel Andra, bahkan setelah mendengar ucapan Olivia, dia agak terkejut. 'Eh? Bagaimana di ponsel Andra ada fotoku?'Setelah dia pikir-pikir lagi, dia baru ingat saat berada di Manor Sinar Rembulan, Andra membantu mengambil foto Adsila. Sepertinya, saat itulah pria itu mengambil fotonya.'Pria itu benar-benar nggak tahu batasan!'Sambil berjalan ke restoran hotpot, Pamela menanggapi Olivia dengan acuh tak acuh. "Kal