Justin terperanjat, begitu berbalik, dia melihat kakaknya, Kalana. Justin secara refleks menyembunyikan ponsel di belakang punggungnya sambil berkata, "Ti ... tidak ada."Tadinya Kalana tidak melihat apa pun, tapi dia justru penasaran setelah melihat reaksi Justin yang jelas sedang menyembunyikan sesuatu."Justin, apa yang kamu sembunyikan dariku? Jangan-jangan kamu pacaran diam-diam?" tanya Kalana.Justin menggeleng cepat sembari menjawab, "Tidak, tidak! Aku nggak pacaran diam-diam kok!"Tentu saja Kalana tidak percaya, dia tersenyum sambil berkata, "Kalau nggak pacaran diam-diam, kenapa takut aku lihat ponselmu? Sini, biar kulihat tadi kamu ngobrol dengan siapa?"Justin bukannya takut Kalana melihat ponselnya, tapi takut Kalana sedih setelah melihat video yang dikirimkan Adsila.Dia mengerutkan kening berpikir sejenak, untuk membodohi Kalana, dengan berat hati dia mengakui, "Iya! Aku ... aku pacaran! Isi obrolannya privasiku, jadi nggak boleh kuperlihatkan sama Kakak!"Mendengar adik
Melihat riwayat obrolan itu tidak berhubungan dengan pacar Justin, melainkan tentang foto pernikahan Pamela dan Agam,ekspresi Kalana membeku, tatapannya seketika berubah suram.Dalam video yang dia lihat, Agam diarahkan fotografer untuk memegang lembut pinggang Pamela, menatap dan menciumnya sembari tersenyum.Selama bertahun-tahun mengenal Agam, dia belum pernah diperlakukan seperti itu.Adegan dalam video bagaikan duri dalam daging, Kalana luar biasa iri, tanpa sadar dia menggertakkan gigi, ekspresinya benar-benar menyeramkan.Saat ini, Justin menyusul, dia tidak pernah melihat kakaknya yang lembut menunjukkan ekspresi menakutkan seperti itu. Merasakan suasana yang tidak nyaman, Justin pun bertanya dengan cemas, "Kak, kamu nggak apa-apa?"Kalana tersadar kembali, dia mendongak dan memaksakan senyum kaku sambil menjawab, "Nggak apa-apa, memangnya aku kenapa?"Justin mengerutkan kening, dia tahu Kalana terobsesi pada Kak Agam, juga bisa melihat perjuangan kakaknya untuk unjuk diri. De
Pamela yang hampir tertidur melihat riwayat obrolan itu, kemudian menjawab dengan tenang, "Paman, mereka 'kan temanmu. Kamu saja yang atur."Pria itu menatapnya lekat sambil berkata, "Aku nggak bisa mengaturnya."Pamela yang sedang menatap cermin menoleh menatap pria itu, alisnya terangkat karena bingung, "Kenapa nggak bisa? Sebelumnya kamu juga pergi minum dengan mereka, kenapa sekarang nggak bisa?"Pria itu menjawab, "Aku nggak punya uang."Pamela terdiam.Penata rias yang sedang mengganti gaya rambut Pamela terkejut sekaligus menahan tawa, merasa kalimat "Aku nggak punya uang" yang keluar dari mulut seorang pria berperawakan tinggi dan elegan seperti itu adalah hal yang luar biasa.Sudut bibir Pamela terangkat, dia baru teringat bahwa Paman telah menyerahkan semua kartu ATM padanya, dia juga tak punya uang lagi di ponselnya."Kalau begitu kamu atur saja, nanti aku bayar," kata Pamela dengan jelas.Agam menantikan kalimat itu, dia mengusap hidung Pamela sejenak sambil berkata, "Kalau
Pamela mengangguk sekali lagi sambil berkata, "Aku ingin pulang."Pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi, dia merangkulnya dengan lembut sembari berkata, "Hm, kalau begitu kita pulang."Pamela mengerutkan kening bertanya, "Kita? Paman, kamu juga nggak ikut?"Agam menatapnya sembari menjawab, "Kalau kamu nggak pergi, nggak ada yang membayarkan tagihannya, kalau begitu untuk apa aku ke sana?"Mendengar hal itu, Pamela langsung menjulingkan mata, lalu berkata, "Aku bisa mentransfernya padamu, kamu bayar sendiri!"Agam menjawab dengan serius, "Tidak perlu, kalau kamu nggak ikut, aku juga tak berminat keluar, takutnya istriku kabur lagi."Huh! Dasar!Pamela paling tak tahan dengan trik seperti ini, tiba-tiba merasa Paman sangat licik!"Baiklah, kalau begitu aku juga pergi! Sudah, 'kan?Agam tersenyum, lalu membungkuk dan berbisik, "Gadis kecil, aku tahu kamu lelah. Setelah Paman menemani mereka minum beberapa gelas, kita pulang. Malam ini kamu boleh istirahat dengan tenang, aku nggak akan m
Pria itu melirik nomor yang muncul di layar ponselnya, dahinya berkerut, tapi dia tetap menjawabnya.Suara cemas Kalana terdengar, "Agam, kamu di mana?"Pria itu menjawab, "Manor Sinar Rembulan."Kalana dengan segan bertanya, "Hm ... kamu di Manor Sinar Rembulan? Apa kamu sibuk?"Pria itu tidak menjawab, sebaliknya bertanya, "Ada apa?"Kalana menjawab dengan berat hati, "Agam, Revan barusan muntah, dia nggak enak badan, dari tadi terus-terusan memanggilmu. Agam, aku tahu aku mengganggumu, tapi bisa nggak kamu pulang sebentar? Revan membutuhkanmu."Agam tanpa sadar menatap Pamela di sampingnya, dia terdiam dua detik sebelum bertanya, "Apa kata Dokter?"Kalana terisak sambil menjawab, "Kata Dokter kondisi tubuhnya baik-baik saja, muntah adalah reaksi normal dari geger otak. Tapi anak mengalami syok, dia perlu ditenangkan, akan lebih baik kalau ayahnya bisa menemani! Agam, apa kamu bisa datang?"Agam terdiam.Dalam suasana tenang, Pamela tersenyum kecil sembari berkata, "Pergilah."Pamela
Derry berteriak, "Benar, minum bersilang!"Agam tentu tidak keberatan, mana mungkin dia keberatan minum bersilang dengan gadis kecilnya.Dia menoleh menatap Pamela, kemudian mengangkat alisnya untuk menanyakan pendapat Pamela.Pamela agak malu, tapi dia tidak ingin terlihat sombong. Setelah ragu sejenak, dia pun duduk menyamping dan minum bersilang dengan pria itu menggunakan jus miliknya.Barulah Adsila merasa puas, dia mengangkat kepalanya, menghabiskan minumannya, kemudian memimpin tepuk tangan!Suasananya meriah!Derry bertepuk tangan sambil tersenyum sembari berkata, "Agam, hari ini untuk pertama kalinya Johan menambahkan program khusus untukmu dan Lala, dijamin ini akan menjadi malam yang nggak akan pernah kalian lupakan."Agam menatap Jason, tak mengira pria itu bisa punya niat baik padanya.Pamela juga menatap Jason penuh rasa ingin tahu.Jason memang tak punya niat baik pada Agam, tapi berbeda dengan Pamela.Lala adalah adik kandungnya yang telah lama hilang, dia berhutang pad
Andra tersenyum padanya, lalu berkata, "Akhir-akhir ini aku sibuk dengan pekerjaan, kalau nggak dalam perjalanan, ya kerja di luar negeri, tadinya aku ingin segera menemuimu setelah pulang, sayangnya aku terlambat.""Nggak terlambat kok," jawab Pamela.Wajah Pamela berseri, tatapannya dipenuhi kembang api biru di langit.Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Pamela, mata Andra berbinar sambil berkata, "Maksudmu aku masih punya kesempatan?"Pamela menjawab, "Nggak. Maksudku, sekalipun nggak sibuk dan punya waktu menemuiku, kamu tetap nggak punya kesempatan."Andra tertegun, kemudian dia tersenyum dingin sembari bertanya, "Apa aku sebegitu nggak menariknya buatmu?"Pamela tersenyum dengan tenang, lalu menjawab, "Mungkin kamu baik, tapi ketika hatimu sudah dipenuhi seseorang, matamu nggak akan melihat kebaikan orang lain lagi."Andra menatap dalam-dalam wajah wanita yang sedang menatap langit itu, kemudian bertanya, "Jadi, Agam orang yang sudah memenuhi hatimu itu?"Pamela mengangguk
....Agam memutuskan panggilan, begitu menoleh, dia melihat Pamela berjalan masuk, kemudian bertanya, "Kenapa nggak lihat kembang api lagi? Nggak suka?"Pamela mendekat, lalu duduk di samping pria itu, dia menjawab dengan tenang dan nada malas, "Meski indah, kembang api cepat dingin dan menghilang, pemandangan seindah apa pun, kalau dilihat terlalu lama akan bosan juga, aku nggak mau melihatnya lagi."Agam menyipitkan mata gelapnya, mengulurkan tangan memeluk gadis kecil itu sembari berkata, "Kamu nggak senang? Kenapa membicarakan hal menyedihkan seperti itu?"Pamela memang agak nggak senang karena Agam berbicara di telepon selama itu, dia pun bertanya, "Paman, kenapa lagi penyelamat hidupmu mencarimu?"Agam mengatakan yang sejujurnya, "Anak itu demam tinggi, aku diminta melihatnya."Pamela mendengus pelan, kemudian bertanya, "Lalu kenapa kamu belum pergi juga?"Dari suaranya, Agam tahu Pamela tidak senang, dia menjawab, "Aku sudah mengirim dokter profesional ke sana. Aku 'kan nggak bi
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen