Pamela masih memainkan permainannya dengan tidak fokus. "Baiklah, kalau Tuan Muda Justin ingin mengatakan sesuatu, katakan saja. Aku mendengarkan!"Justin berdiri, menyandarkan tangannya di mejanya dan mencondongkan tubuh ke depan sambil bertanya, "Jujur saja, kenapa saat itu kamu pergi dari Keluarga Dirgantara?"Mendengar pertanyaan ini, tangan Pamela yang menggeser mouse tanpa sadar berhenti, lalu mengerutkan bibirnya tanpa mengangkat alisnya."Karena tugasku sudah selesai, sudah sewajarnya bagiku untuk pergi."Sepasang mata Justin yang tampan dan kekanak-kanakan terlihat bingung. "Tugas? Tugas apa?"Pamela meliriknya dengan datar dan berkata, "Bukankah kamu sudah mengetahuinya? Tuan Agam itu nggak serius untuk menikahiku, dia cuma ingin aku membantunya berurusan dengan para tetua Keluarga Dirgantara! Lalu setelah misiku selesai, bukankah aku benar-benar akan menjadi saingan cinta kakakmu?"Justin tertegun, menatap cara bicara Pamela yang sendu dan mengerucutkan bibirnya tanpa mengat
Pamela, "..."Ternyata Pamela masih berharap lebih dari IQ anak muda ini.Ting!Lift mencapai lantai pertama dan pintunya perlahan terbuka.Pamela mengulurkan tangan dan menekan tombol lantai lagi, bersiap untuk kembali ke atas. Pada saat yang sama, dia berkata kepada Justin dengan datar."Tuan Muda Justin, kalau kamu nggak mau kembali ke Tuan Jason, kamu bisa turun sendiri."Justin ingin pergi, tetapi bukannya berjalan sendiri, dia malah menarik Pamela dan keluar dari lift bersama.Pamela ditarik keluar olehnya lagi dan dia mengerutkan kening dengan tak berdaya. "Tuan Muda Justin, tolong jangan ganggu pekerjaan orang lain, oke!?"Justin tidak setuju. "Bukankah kamu baru saja bilang semua pekerjaanmu sudah selesai? Kenapa begitu ingin kembali!"Pamela memutar matanya. "Apa aku sama sepertimu? Kamu adalah tuan muda dan aku seorang pekerja. Kalau aku meninggalkan pekerjaanku tanpa izin, gajiku akan dipotong, mengerti?"Tuan Muda Justin menjadi marah. "Berapa gaji yang akan dipotong, kela
Pamela tidak mengerti ....Justin mengambil sepasang kenari antik di tangannya dan berkata, "Meskipun kakek dan nenekku nggak hubungan darah, mereka sangat baik kepadaku selama bertahun-tahun. Sayangnya mereka nggak terlalu baik pada Kak Kalana."Pamela masih linglung, Justin mengira dia tidak ingin membayar dulu dan meyakinkannya dengan sungguh-sungguh."Jangan khawatir, aku pasti akan membayarmu kembali! Kakakku bilang kalau aku lulus semua ujian, dia akan mengembalikan semua kartuku."Pamela sadar dan tertawa. "Kalau begitu, sebaiknya katakan saja kamu nggak akan membayarnya kembali!"Justin mengerutkan kening. "Pamela, jangan meremehkanku. Cepat atau lambat aku akan lulus ujian!"Pamela tidak peduli berapa nilainya. Dia memikirkannya dan berkata, "Aku bisa membantumu membayar hadiah di muka dan nggak perlu membayarnya kembali, tapi kamu harus berjanji satu hal padaku."Justin menatap Pamela dengan penasaran dan kedua matanya terbelalak. "Apa yang kamu ingin aku janjikan padamu?"Pa
Pamela sadar dan berkata, "Nggak ada. Tunggu saja di sini bersama Tuan Agam. Aku akan pergi dulu."Setelah mengatakan itu, Pamela ingin naik taksi dan pergi dulu.Akan tetapi, Justin menarik Pamela lagi. "Kenapa kamu pergi dulu? Kak Agam baru saja mengatakan dia akan memberi lota tumpangan, untuk apa menghabiskan uang naik taksi?"Pamela berkata, "Aku benar-benar nggak sabar mau kembali ke perusahaan."Justin tidak setuju. "Kenapa terburu-buru? Bukankah semua pekerjaan sudah selesai?"Pamela menggerakkan bibirnya. "Pekerjaan pagi sudah selesai, masih ada pekerjaan untuk sore hari! Apa Tuan Muda Justin pikir bekerja itu gampang?"Justin sama sekali tidak memercayai alasan yang Pamela katakan, lalu menatap wajahnya dengan tatapan seolah menyelidiki."Pamela, kamu terburu-buru pergi karena takut menghadapi Kak Agam, 'kan?"Pamela, "..."Justin mengira Pamela telah memahami sesuatu dan mengangkat dagunya. "Kenapa? Nggak bisa terima sekarang Kak Agam sudah bersama kakakku? Sebenarnya, aku s
Rak menutupi sosok tubuhnya yang kurus.Pria itu mengerutkan kening.Setelah memberi barang, Agam juga tidak tertarik pada barang lain, sehingga langsung bangkit.Toko antik segera mengantarnya dengan hormat. "Tuan Agam, kalau butuh bantuan, silakan kemari. Aku sudah suruh orang untuk membawa vas bunga ke mobil Anda.""Baik."Pria itu berjalan secara perlahan.Justin melihat pria itu keluar, sehingga memanggil Pamela ikut keluar dan naik ke mobil pria....Setelah naik ke mobil Agam, Pamela duduk diam di tepi jendela sambil bermain ponsel. Justin duduk di tengah Pamela dan Agam.Justin memiliki sifat seperti anak kecil, sehingga tidak bisa menyembunyikan sesuatu dan bertanya dengan penasaran, "Kak Agam, apa vas bunga yang kamu beli barusan tadi mau dihadiahkan sebagai kado ulang tahun kakakku?"Agam mengiakannya dengan ekspresi datar.Justin kegirangan. "Sudah aku tebak! Sebab, aku nggak pernah dengar Kak Agam tertarik pada barang antik. Malahan kakekku suka mengoleksi benda-benda tua
Justin berkata dengan gugup, "Kak, tadi pagi aku ... aku kecapekan mengerjakan tugas sekolah, jadi pergi jalan-jalan, agar otakku beristirahat ....""Kecapekan mengerjakan tugas?"Jason seolah-olah mendengar sebuah lelucon. Dia tersenyum setengah dan menyipitkan mata dengan ganas. "Nggak satu pun jawaban soal yang benar, masih berani beristirahat? Kalau otak beristirahat lagi, kamu sudah boleh keluar dari perusahaan. Apa bedanya dengan nggak punya otak?"Justin menundukkan kepala dengan malu. "Aku ...."Jason memelototi adiknya yang tidak berprestasi ini dengan tatapan kecewa. "Sekarang segera pergi mengerjakan tugas. Sebelum aku pulang, kamu setidaknya harus mengerjakan dua soal .... Kalau nggak, bukan hanya kartu bank kamu dinonaktifkan secara sementara!""Oh, baik ...." Setelah dipermalukan, Justin membalikkan badan dengan marah. Dia juga segan untuk menatap Pamela dan bergegas pulang.Setelah Justin pulang, Pamela melihat Jason tetap duduk di kursinya, sama sekali tidak berniat unt
Sudahlah, demi menyelidiki masalah ibunya, dia terpaksa sabar saja!Besok sudah bisa bertemu dengan orang tua ibunya, yaitu kakek dan neneknya. Mungkin dia bisa mendapat informasi pada masa lalu dari keluarga orang tua ibunya.Maka bisa makin mendekati kebenaran.Tiba di depan pintu kantornya, Jason tiba-tiba berhenti dan menoleh ke samping, lalu berkata, "Selain itu, setelah pertimbangan, proposal pemasaran yang kamu buat pagi ini bisa diterima. Buat persiapan untuk melaksanakannya saja."Pamela tersentak, lalu merapikan seragam sambil tersenyum. "Baik, Pak Jason."Jason langsung mendorong pintu keluar tanpa menghiraukannya.Setelah Jason keluar, tinggal Pamela seorang diri di dalam kantor.Dia duduk di kursi dirinya dan meraba perutnya secara refleks. Perutnya masih ramping dan tidak menonjol.Namun, kenapa kata-kata Jason barusan tadi seperti sudah tahu bahwa dia telah hamil? Selain itu juga bermaksud menyuruh dia untuk aborsi!Apakah Kalana mengatakan sesuatu pada Jason pada pagi t
Justin menyilangkan lengan dan meletakkan kedua kakinya ke meja kantor Pamela dengan lancang. Dia sama sekali tidak terlihat takut seperti saat berada di depan kakaknya.Pamela malah sibuk dengan pekerjaan sendiri dan tidak menghiraukannya.Saat melihat Pamela tidak merespons, Justin mengerutkan kening dengan kesal dan duduk dengan benar. Dia mengetuk meja Pamela dengan keras. "Hei! Pamela, aku sedang bicara sama kamu!"Pamela meliriknya dengan cuek. "Kenapa? Terus terang saja kalau mau aku ajarin kamu!"Justin mengedipkan mata dan mendengus dengan bangga. "Apa aku pernah suruh kamu ajarin aku?""Oh, kalau begitu aku terlalu banyak pikir." Pamela melanjutkan pekerjaan dan tidak menatapnya lagi.Ekspresi bangga pada wajah Justin memudar ketika melihat Pamela tiada respons lagi. "Pamela, sekarang kakakku menonaktifkan semua kartu bank aku, tapi perlu mengikuti sebuah pertandingan E-sport yang sangat penting di Kota C pada akhir bulan ini. Sekarang aku bahkan nggak ada uang untuk beli tik