Jason mendorong Kalana yang bersandar padanya dengan tanpa emosi.Kalana pertama kali didorong seperti ini oleh kakaknya. Wanita itu sedikit panik dan bertanya, "Kakak, kamu ... kamu kenapa?"Jason melemparkan ponsel itu dengan dingin kepada Kalana dan berkata, "Kamu lihat saja sendiri!"Kalana menerima ponsel tersebut dengan kebingungan dan melihatnya. Wanita itu kaget sekali. Kenapa bisa seperti ini? Kenapa pertemanan dan rekaman percakapannya dengan Anton yang sudah dihapus bisa dipulihkan kembali?"Bukan! Kakak, rekaman pembicaraan ini hanyalah rekayasa. Aku nggak pernah mengatakan hal seperti itu. Bukan aku yang mengatakan semua ini. Semua ini adalah rekayasa! Kamu jangan percaya!"Buktinya sangat meyakinkan. Lalu rekaman percakapan ini juga bukan tangkapan layar. Bisa dipastikan bahwa percakapan ini asli. Akan tetapi, Kalana masih bersikeras mengatakan bahwa rekaman percakapan itu adalah rekayasa.Jason memperhatikan Kalana yang selalu bersikap lembut tersebut terlihat histeris d
Pamela mengangguk tanpa ragu dan berkata, "Benar! Adikmu sedang pura-pura pingsan. Jadi dia kulepaskan saja! Alasannya karena aku selamanya nggak akan bisa membangunkan orang yang pura-pura pingsan. Pak Jason, kamu gantikanlah adikmu untuk meminta maaf padaku."Jason, "..."Dari dulu tidak pernah ada orang yang berani menyuruhnya meminta maaf seperti ini.Pada saat itu, seorang pria yang sedang duduk merokok di tempat yang tidak jauh pun tersenyum. Mata pria itu sedikit memicing. Dia menikmati sekaligus mengejek Pamela yang meminta Jason untuk meminta maaf padanya.Gadis ini masih sama seperti dulu.Tidak peduli di mana dan siapa pun orangnya, dia tidak pernah mundur dan tidak mau dirugikan. Wanita ini akan terus berpegang pada aturan yang ada di dalam hatinya.Jason sudah menemui lawan yang tangguh.Agam mengembuskan asap rokok. Semakin dia memuji wanita itu, hatinya semakin tidak senang.Alasannya karena wanita ini tidak menganggap keberadaannya. Dia kabur tanpa bilang-bilang dan bah
Andra sebaliknya memancarkan hawa seperti monster. Pria itu bersandar di kepala mobil dan menggerakkan jarinya sambil berkata, "Pamela, kemarilah! Aku akan mengantarkanmu pulang."Pamela, "..."Apa yang sedang dilakukan oleh kedua orang ini? Apa mereka adalah model mobil?Jadi, Agam sama sekali tidak pergi? Dia tidak pergi menjenguk ibu dari putranya yang sudah pingsan?Melihat wanita itu masih belum membuat keputusan, wajah Agam terlihat sangat masam. Matanya sudah terlihat tidak sabar ketika berbicara dengan nada sinis, "Pamela kemari!"Andra juga tidak mau kalah. Pria itu pun tersenyum dan bersikap sangat sopan ketika menggunakan taktiknya, "Pamela kemarilah! Di mobil ada coklat enak untukmu."Pamela, "..."Orang-orang di sekitar tempat itu terus-menerus memalingkan wajah mereka untuk melihat mereka bertiga. Ada yang bahkan berhenti untuk menonton adegan dua orang pria berusaha memenangkan hati seorang wanita.Mereka berdua adalah pria tampan yang sangat berkualitas. Kira-kira wanit
"Benar! Memang dia orangnya. Wajahnya sama seperti foto yang dikirimkan oleh tuan kita. Ayo kita ikat!""Bos, tapi kalau diperhatikan, wanita ini kelihatan lumayan cantik. Kalau langsung dibunuh rasanya sayang sekali.""Kamu kalau melihat wanita selalu berpikir untuk melepaskan celanamu.""Hehehe! Jujur saja, mungkin wanita cantik ini masih perawan. Kalau langsung dihabisi rasanya sayang sekali.""Jangan memikirkannya lagi! Kali ini tuan kita sudah memberi perintah untuk harus membereskannya. Kita harus melakukannya dengan cepat. Nggak ada waktu lagi untuk kamu bisa bermain-main."Begitu kepalanya dimasukkan ke dalam karung goni, sepasang tangan Pamela langsung dipelintir ke belakang punggung oleh seorang pria yang tenaganya sangat besar. Selanjutnya, mereka menggunakan tali dan mengikat tangannya.Dalam situasi seperti ini, Kalana sama sekali tidak berontak dengan keras. Dia hanya bertanya dengan tenang, "Tunggu sebentar! Apa kalian nggak salah tangkap orang?"Orang yang menjawab pert
Agam melihatnya dari posisi yang lebih tinggi dan matanya terlihat sangat dingin ketika mengatakan, "Di rumah sakit, kusuruh pergi, kamu nggak mau. Di kedai makan, suruh naik mobil juga nggak mau. Setelah aku selamatkan, kamu masih membalas kebaikanku dengan ingin menghajarku. Kurasa orang-orang tadi memang seharusnya menghabisi Nona Pamela. Dengan begitu, di kehidupan berikutnya Nona Pamela akan lebih punya hati.""Siapa yang mau menghajarmu? Tadi aku nggak tahu bahwa orang yang datang adalah kamu." Pamela mengerutkan dahinya dan tiba-tiba saja menyadari ada yang tidak beres. "Tunggu sebentar! Apa maksud perkataan Pak Agam tadi? Kamu sepertinya sudah tahu bahwa ada yang sedang mengincarku."Agam mengakuinya dengan berdiam diri. Dia sepertinya malas berbicara panjang lebar dengan wanita ini. Pria itu pun berjalan perlahan-lahan dan keluar dari gang kecil yang sempit itu.Pamela yang tidak mendapatkan jawaban apa pun segera mengikuti langkah kaki pria itu dan bertanya, "Kamu tahu siapa
Ketika Agam mendekat, sorot mata Pamela terlihat tidak natural dan berusaha menghindar. "Karena aku nggak suka bau rokok."Agam langsung mengerutkan dahinya dan membungkuk mendekati wanita itu. Dia seperti sengaja usil dengan mengembuskan rokok di atas kepala wanita itu. Nadanya juga terdengar mengejek ketika berkata, "Kalau kamu benci aroma rokok, jauhi aku!"Setelah mengatakannya, Agam mematikan rokoknya pada dinding yang ada di belakang wanita itu. Selanjutnya, dia membuang puntung rokok tepat ke dalam tong sampah yang berjarak agak jauh di depan sana.Karena Pamela memang berada di dekat dinding jalan, begitu pria itu mengadangnya, dia terpaksa mundur sampai tidak bisa mundur lagi.Sekarang, Pamela bisa dikatakan sudah terperangkap di dinding. Wanita itu pun mengerutkan dahinya dengan penolakan, lalu menatap pria yang ada di hadapannya dengan tidak senang sembari berkata, "Kalau kamu begini, bagaimana aku bisa menjauhimu? Pak Agam, tolong menyingkir dulu! Aku pasti bisa menjauhimu.
Setelah melontarkan kalimat tersebut, pria itu pun berbalik dan naik ke atas mobil yang dari tadi mengikutinya di belakang, lalu beranjak pergi.Melihat mobil Agam menghilang di ujung jalan, Marlon akhirnya mengalihkan tatapannya kepada Pamela. Pria itu pun bertanya dengan serius, "Bos, ada apa? Kenapa Agam lagi-lagi mengantarkanmu pulang? Dia juga tadi mengatakan bahwa ada yang berniat buruk dan ingin mencelakaimu. Apa itu benar?"Agam sudah pergi dan Pamela pun menghela napas lega. Akan tetapi, hatinya masih tidak tenang. Wanita itu mengibaskan tangannya dengan lelah dan berkata, "Ceritanya panjang! Aku capek. Setelah istirahat di rumah akan kuceritakan."...Di saat yang sama, di sisi lain.Di atas mobil yang sedang melesat.Ervin yang duduk di sebelah kursi kemudi pun memalingkan wajahnya dan memperhatikan wajah tuannya yang terlihat tidak senang di kursi belakang. Dia bisa merasakan tekanan yang berkali lipat dan tidak berani berbicara.Akan tetapi, ketika tuannya ini menyelamatka
"Ibu, kamu juga tahu bahwa pamanku sempat depresi selama satu bulan lebih. Susah payah dia akhirnya berhasil menemukan bibi. Kita nggak boleh menyulitkan paman. Kalau kita mengabaikan bibi sampai dia kabur, pamanku tentu kasihan sekali!"Ibunya Adsila pun tersenyum tidak berdaya dan penuh kasih sayang ketika berkata, "Sudahlah! Jangan mengomel lagi. Aku tahu kamu sayang pamanmu. Ibu juga akan berusaha memperlakukan bibimu sebaiknya."Adsila tersenyum gembira dan berkata, "Memang harus begitu!"Pada saat itu, Adsila mendengar suara mobil yang sudah masuk ke halaman rumah. Dia semangat sekali ketika melepaskan lengan sang ibu dan berkata, "Ibu, paman dan bibi sudah datang. Ayo kamu masak lagi di dapur! Aku akan menyambut mereka."Setelah mengatakannya, Adsila pun langsung berlari keluar.Ibunya Adsila tersenyum dan menggelengkan kepalanya dengan tidak berdaya. Wanita itu kembali ke dapur dan melanjutkan kesibukannya dengan pembantu.Ketika Adsila berlari ke taman, Agam baru keluar dari m