Agam memiringkan kepalanya, mengisyaratkan Ervin mengendarai mobil ke sini dengan sorot matanya. Kemudian, dia menundukkan kepalanya untuk melihat gadis yang sangat pandai berbicara itu. Dia mengelus-elus kepala gadis itu, lalu berkata dengan nada seperti sedang menghibur anak kecil, "Ya, benar. Kamu memang pandai membaca situasi!"Pamela memasang ekspresi cemberut. 'Walau Paman kedengaran seperti sedang menghiburku, sepertinya dia kurang tulus saat mengucapkan kata-kata itu.'Setelah memastikan gadisnya sudah masuk ke dalam mobil tanpa terkena hujan, Agam baru melipat payungnya dan masuk ke dalam mobil.Kemudian, mobil mulai melaju.Pamela mengeluarkan ponselnya dan memeriksa waktu. Setelah membalas beberapa pesan yang belum dibacanya, seolah-olah teringat akan sesuatu, dia memiringkan kepalanya dan bertanya kepada pria di sampingnya, "Oh ya, Paman, kenapa kamu bisa tahu hari ini aku berada di pusat perbelanjaan ini?"Pria itu tidak menanggapi pertanyaan Pamela. Dia mengulurkan tangan
Tak lama kemudian, mobil sudah berhenti di kediaman Keluarga Dirgantara.Karena sudah diganggu sepanjang sore oleh Justin, Pamela merasa sangat lelah. Sekarang, dia sudah kenyang. Dia hanya ingin segera kembali ke kamar, lalu mandi dan beristirahat.Agam mengikutinya menaiki tangga dari belakang. Saat dia baru saja meletakkan tangannya di gagang pintu dan hendak membuka pintu kamar, seolah-olah sudah menebak pergerakannya, sebuah tangan terulur dari belakang dan juga diletakkan di gagang pintu. Seketika itu pula, tangan besar itu bersentuhan dengan tangan kecilnya dengan lembut ....Pamela mengerutkan keningnya. Dia segera menghentikan pergerakan tangannya untuk membuka pintu, lalu memiringkan kepalanya dan memelototi pria itu. "Paman, apa yang sedang kamu lakukan?"Agam membungkukkan badannya dan berbisik di telinga gadis itu, "Sayangku, aku ingin ...."Melihat pria itu makin mendekatinya, secara naluriah Pamela menjauhkan wajahnya dari pria itu. Kemudian, dengan memasang ekspresi was
"Jiwa. Aku ingin saat kamu mendesain, kamu benar-benar tulus. Selain itu, aku ingin kamu bisa menunjukkan nilai sosial perusahaan serta ketulusan perusahaan terhadap publik dengan teori-teori desain Nusantara sebagai landasannya.""Aku mengeluarkan uang banyak bukan hanya untuk membeli keterampilan profesional yang kamu miliki, melainkan juga ketulusanmu seperti pada saat kamu mendesain gedung Perusahaan Vasant.""Jangan coba-coba mengelabuiku dengan sebuah desain yang kelihatannya sempurna, tetap sesungguhnya nggak ada jiwanya itu.""Moon, harus kuakui keterampilanmu sangat luar biasa, tapi nggak sungguh-sungguh dalam mengerjakan desain ini."Pamela tercengang. Hanya dengan beberapa patah kata pria itu, dia mengakui kesalahannya?!Dia memang tidak sungguh-sungguh dalam mengerjakan desain itu, dia hanya menggunakan keterampilan yang dimilikinya.Ketulusan dan kesungguhan hati memang bisa memberikan jiwa dalam sebuah desain.Sudahlah, lagi pula Agam sudah mengeluarkan dua triliun agar d
Mendengar ucapan Wulan, Pak Dimas tampak terkejut. Kemudian, seulas senyum sopan dan hangat tersungging di wajahnya.Ternyata mereka adalah keluarga Nyonya. Kalau begitu, mereka adalah tamu kehormatan dan harus dilayani dengan baik.Namun, sebelum memastikan identitas ketiga orang itu, dia tidak akan membiarkan siapa pun masuk begitu saja. Dia berkata, "Kalian tolong tunggu sebentar. Aku akan melaporkan kedatangan kalian kepada Nyonya."Selesai berbicara, Pak Dimas mematikan layar, lalu naik ke lantai atas untuk melaporkan hal ini secara langsung kepada majikannya.Walaupun sebelum pergi Agam sudah secara khusus berpesan padanya untuk tidak membangunkan Pamela, tetapi ini adalah situasi mendesak. Dia tidak punya pilihan lain selain membangunkan Pamela.....Pamela terbangun karena mendengar suara ketukan pintu Pak Dimas. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya dengan rasa kantuk yang masih menguasai dirinya, "Ada apa?"Di luar pintu, Pak Dimas berkata dengan sopan, "Nyonya, ada sepasang
Mentang-mentang mereka keluarganya Pamela, mereka bertindak sok hebat di rumah orang lain!Namun, pembantu rumah tangga di Kediaman Dirgantara sudah terlatih. Meskipun mereka tidak senang, mereka juga tidak menunjukkan ketidaksenangan mereka. Mereka tetap membawa ketiga orang dari Keluarga Alister ke dalam Kediaman Dirgantara dengan sangat sopan.Sebelumnya, saat Jovita membuntuti Pamela, dia pernah datang sekali ke Kediaman Dirgantara dan sudah pernah melihat kemegahan kediaman ini. Hari ini pertama kalinya dia benar-benar menginjak ke dalam Kediaman Dirgantara, jadi dia tetap saja terkagum-kagum dan merasa penasaran terhadap segalanya di dalam kediaman ini.Namun, setelah dia memasuki halaman di dalam Kediaman Dirgantara, dia malah terlihat kurang puas. Dengan gaya seakan-akan dia adalah majikan di tempat ini, dia menyilangkan kedua tangannya dengan sombong sambil melihat ke sekeliling halaman Kediaman Dirgantara yang sederhana. Dia menggelengkan kepalanya dan terus mengeluh.Jovita
Dua pembantu yang menyambut ketiga orang dari Keluarga Alister itu menghampiri Dimas dan bergumam, "Pak Dimas, mereka benar-benar keluarganya Nyonya Pamela? Kenapa mereka sama sekali nggak seperti orang dari keluarga yang sama dengan Nyonya Pamela?""Iya! Sikap mereka nggak seperti tamu, jelas-jelas mereka bersikap seakan-akan mereka adalah majikan rumah ini! Tadi, katanya, halaman rumah ini harus direnovasi, pohon pinus tua itu harus ditebang, anggrek kesayangan Tuan Tomi juga harus dibuang!"Sambil mendengar ucapan para pembantu ini, Dimas juga tidak bisa memahami sikap anggota Keluarga Alister yang agak keterlaluan itu. Namun, dia mengernyit sambil mendidik bawahannya."Sudahlah, jangan bergunjing tentang tamunya Nyonya Pamela. Cepat seduh teh untuk tamu! Suruh para pembantu wanita siapkan camilan! Hari ini pertama kalinya keluarga Nyonya Pamela datang bertamu, jadi apa pun yang terjadi, kita tetap harus melayani mereka dengan baik," kata Dimas."Baik.""Baik."Kedua pembantu itu pu
Jovita berdiri dengan penuh amarah dan berseru, "Iya! Sok hebat sekali Pamela! Ayah sudah datang, tapi dia malah berani membuat kita menunggu selama ini? Jangan-jangan dia nggak berani turun, ya? Sebaiknya aku ke atas untuk membawanya ke sini!"Sambil berbicara, Jovita sudah tidak sabar, dia pun hendak langsung naik ke lantai atas ....Melihat hal ini, Dimas mengernyit. Dengan tatapannya, dia menginstruksikan pembantu rumah tangga di satu sisi untuk menahan Jovita.Jovita memelototi para pembantu yang mengadang di hadapannya dengan kesal sambil berkata dengan sombong, "Semuanya minggir! Jangan halangi jalanku!"Para pembantu itu bergeming. Mereka tetap menghalangi di depan Jovita, tidak membiarkannya naik ke lantai atas.Dimas berjalan menghampiri Jovita dan berkata dengan sopan, "Maaf, Nona. Lantai atas itu area pribadi majikan kami, tamu nggak boleh naik ke lantai atas. Mohon pengertian Nona."Namun, Jovita malah berseru, "Kalian berani menghalangiku? Aku bukan tamu! Tahukah kalian?
Melihat pengurus rumah tua ini seperti terkejut, Jovita tampak bangga. Dia pun menekankan ucapannya lagi."Benar, seperti yang kalian dengar, akulah majikan kalian yang sesungguhnya di Kediaman Dirgantara! Kalian para bawahan ini seharusnya mematuhi ucapanku!" kata Jovita.Dimas yang sudah berpengalaman selalu bersikap tenang dan berhati-hati. Namun, hari ini, menghadapi Jovita yang terlalu percaya diri, dia juga tidak bisa menahan tawanya!Beberapa pembantu yang menghalangi jalannya Jovita juga diam-diam merasa konyol!Jovita yang ditertawakan oleh orang-orang ini pun merasa sangat tidak nyaman. Dia mengernyit. Dengan mata terbelalak, dia berseru, "Hei! Apa yang kalian tertawakan? Aku nggak bohong!"Dimas berhenti tertawa dengan susah payah, lalu berdeham dan kembali ke sikapnya yang sopan seperti sebelumnya."Maaf, Nona. Kalau Nona belum bangun tidur, ada beberapa kamar tamu di lantai satu Kediaman Dirgantara. Nona bisa memilih salah satu kamar itu dan tidur sebentar di sana," kata D