Saat datang ke kantor polisi, Kalana dan adiknya, Justin menumpangi mobil yang dikendarai oleh sopir pribadi keluarga mereka.Namun, tadi Justin sudah disuruh pulang oleh kakaknya untuk belajar di rumah. Sopir yang mengantar adiknya pulang.Jadi, sekarang dia hanya bisa pulang dengan menumpangi mobil kakaknya.Begitu masuk ke dalam mobil Jason, Kalana mendapati jimat keselamatan tergantung di kaca spion mobil.Jimat keselamatan itu diperoleh secara langsung dari seorang master dari Kuil Brahma Gunung Damai. Di tengah jimat tersebut, ada sebuah foto berukuran kecil seorang gadis kecil bersama ibunya.Seperti Kalana, gadis kecil itu memiliki sebuah tahi lalat kecil di pelipisnya.Kalana tahu kakaknya sama sekali tidak memercayai mitos. Meski begitu, Jason tetap bersedia memohon sebuah jimat keselamatan untuk mendoakan ibu dan anak itu.Ibu dan anak itu sangat penting bagi Jason.Namun, orang yang berada dalam foto itu bukanlah dirinya dengan ibunya, melainkan nyonya terdahulu dan nona be
Jason memijat-mijat hidungnya, dia merasa agak lelah secara mental.Dia selalu menuruti adiknya ini. Kadang kala, dia bahkan merasa dia sudah terlalu memanjakan Kalana.Setelah tujuannya tercapai, Kalana memiringkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya ke luar kaca mobil. Ekspresi meremehkan tampak jelas di wajahnya ....Dalam lubuk hatinya, sebenarnya dia sama sekali tidak peduli apakah kakaknya menggantung fotonya di mobil atau tidak, serta setiap kali mengendarai mobil teringat pada dirinya atau tidak, dia hanya ingin lebih unggul dibandingkan Rembulan.Semua orang mengatakan dirinya memiliki nasib yang baik. Begitu terlahir, dia langsung menjadi sosok tuan putri yang dimanjakan oleh Keluarga Yanuar.Namun, hal yang tidak diketahui oleh orang lain adalah selama ini posisinya di Keluarga Yanuar sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan seorang gadis kecil yang sudah menghilang belasan tahun yang lalu.Demi mengingat Rembulan, ayahnya mengeluarkan dana besar untuk membeli tanah di
"Ah, aku hanya tebak saja karena selama ini Paman sangat baik padaku. Lagi pula, statusku adalah istrimu walau bukan istri sah. Jadi, kupikir seharusnya kamu nggak mungkin mengabaikanku. Selain kamu yang bersedia mencarikan saksi untukku, nggak ada orang lain lagi yang akan melakukannya!"Pamela melontarkan kata-kata sanjungan kepada pria itu.Agam meliriknya dengan dingin dan berkata, "Apa kamu benar-benar tahu aku nggak akan mengabaikanmu?"Pamela tetap memaksakan seulas senyum. "Tentu saja, tentu saja aku tahu!"Agam mendengus pelan dan berkata, "Kalau begitu, apa kamu ada memakiku dalam hati karena semalam aku nggak kembali ke rumah sakit untuk menemanimu?"Untuk sesaat, Pamela tidak bisa berkata-kata. 'Oke, harus kuakui hal itu,' kata Pamela dalam hati.Semalam, dia mendengar dari Adsila bahwa Kalana sudah keluar dari rumah sakit, jadi pria itu mengantarnya pulang. Setelah itu, pria itu tidak kembali ke rumah sakit lagi ....Dia beranggapan bahwa kemungkinan besar pasangan itu sud
Tanpa menunggu Pamela selesai berbicara, pria itu tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya, mengangkat satu lengannya dan lengan lainnya menahan kursi sang istri. Kemudian, dia langsung menempelkan bibirnya ke bibir wanita itu.Sentuhan awal bibir pria itu sangat lembut dengan sensasi yang memabukkan. Namun, lama-kelamaan ciuman itu menjadi makin ganas, seolah-olah ingin melahap bibirnya dang menguasai seluruh bagian mulutnya ....Merasakan ciuman secara mendadak itu membuat Pamela tercengang. Setelah tersadar kembali, dia mulai mendorong pria itu dengan sekuat tenaganya ....Saat dia baru bisa bernapas, ciuman ganas pria itu kembali menyerangnya!Dia kembali berusaha mendorong pria itu dengan sekuat tenaganya. "Paman ... Ka ... kamu ... hmmphhh ...."Begitu didorong, pria itu kembali menyerangnya dengan ciuman ganas lagi!"Paman ... Ka ... kamu ... hentikan ... hentikan ... pergi ... pergi sana ...."Mungkin karena penolakan keras darinya, pria itu menempatkan satu tangannya di belakang
Agam mengerutkan keningnya dan berkata, "Bajingan? Kenapa kamu menyebutku pria bajingan?"Pamela sedang bersiap mengungkapkan isi hatinya. Tepat pada saat itu pula, ponsel di saku bajunya tiba-tiba berdering ....Dia mengurungkan niatnya dan mengeluarkan ponselnya terlebih dahulu. Begitu melirik layar ponselnya, dia mendapati nomor asing yang belum disimpannya di dalam kontak dalam ponselnya.Ingatan Pamela sangat bagus. Dia hampir bisa mengingat semua angka-angka hanya dengan sekali pandang. Begitu melirik nomor di layar ponselnya itu, dia langsung mendapati Kalana yang meneleponnya."Paman, kamu jawab saja panggilan telepon dari Nona Kalana-mu ini."Setelah menyodorkan ponselnya kepada pria itu, Pamela memiringkan kepalanya, menghadap ke luar kaca mobil, seolah-olah sedang menjaga jarak untuk tidak mendengar pembicaraan mereka ....Tanpa melirik layar ponsel itu sama sekali, begitu mengambil ponsel tersebut, Agam langsung mematikan panggilan telepon dan berkata dengan serius, "Pamela
"Diam! Aku lagi mengemudi. Sekarang, jangan ucapkan kata-kata yang bisa membuatku marah! Kamu duduk diam saja. Nanti, aku akan menjelaskan semuanya dengan baik. Yang patuh, ya," kata Agam dengan nada tegas, seperti sedang membujuk seorang anak kecil. Namun, tatapannya tetap tertuju ke jalanan di depan.Pamela mengernyit. Dengan suasana hati yang rumit, dia bersandar di kursi dengan patuh sambil memandang pemandangan di luar jendela tanpa berbicara lagi....Di tengah-tengah Jembatan Amperam.Sebuah mobil keluarga berwarna hitam terhenti di pinggir jalan, kedua lampu peringatan daruratnya menyala.Agam mengemudi melewati mobil itu dan memarkirkan mobilnya di pinggir jalan.Pamela tidak berencana untuk turun dari mobil, tetapi pria ini malah mengulurkan tangannya dan melepaskan sabuk pengaman Pamela."Kenapa kamu bengong saja? Turun!" kata Agam.Pamela tidak berdaya, dia hanya bisa ikut Agam turun mobil.Baru saja kedua orang ini turun dari mobil, Kalana langsung menyambut mereka. Awalny
Tanpa melihat ponsel itu, Agam langsung mematikannya dan memasukkannya ke dalam kantong celananya.Pamela berpegangan pada pagar baja di Jembatan Amperam sambil memandang ke kejauhan. Angin menerpa rambutnya, membuatnya terlihat anggun dan cantik.Di seberang, terdapat Sungai Kolos, sehingga dia bisa melihat gedung tinggi termewah di seluruh Kota Marila."Hati-hati, jangan sampai jatuh ke sungai!" seru Agam.Pria itu meraih kerah baju Pamela dari belakang, seakan-akan dia sedang mengangkat seekor kelinci kecil.Pamela baru saja menikmati pemandangan indah ini kurang dari tiga detik, tetapi keindahan ini sudah dihancurkan oleh Agam.Pria ini mengangkat Pamela hingga kedua kaki Pamela meninggalkan tanah. Pamela pun merasa tidak nyaman, seperti sedang digantung ....Pamela benar-benar merasa bahwa terkadang, Agam menganggapnya sebagai anak kecil yang tidak bisa mengurus hidupnya sendiri, hingga Agam selalu mengatur hidupnya Pamela. Sungguh menyebalkan!"Lepaskan, Paman! Aku nggak bodoh, m
Pada saat ini, perut Pamela tiba-tiba mengeluarkan bunyi keroncongan ....Dia sudah lapar.Melihat gadis ini malu-malu, amarah Agam agak mereda. Dengan sudut bibirnya sedikit terangkat, Agam menatap gadis ini sambil menepuk-nepuk kepala gadis ini dan berkata, "Baiklah, ayo kita mulai dari makan. Mau makan apa?"Mulai dari makan? Apa maksudnya?Ucapan Agam membuat Pamela merasa kurang nyaman. Arti ucapannya tidak jelas, seharusnya tidak seperti yang Pamela pikirkan, deh!Pamela juga tidak bisa menanyakannya. Jika dia terlalu banyak tanya, kelihatannya dia yang berpikir terlalu jauh sendirian!Pamela memegang perutnya yang kosong, lalu memalingkan wajahnya supaya dia tidak melihat Agam. "Makan apa pun boleh. Aku hanya nggak mau jalan lagi, aku lelah," kata Pamela.Baru saja dia menyelesaikan ucapannya, Agam langsung menggendongnya!Pamela seketika tercengang. Dia tersipu malu sambil bertanya, "Paman ... kamu ngapain?"Pria ini menggendongnya sambil berjalan menyusuri sisi jembatan. "Kata
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen