Ririn mengernyit sambil menatap Juko yang tampak kasar dan rendahan dengan sangat kesal. "Kamu ayahku, ya?""Kamulah orang yang memukul dan memarahi ibuku setelah melahirkanku!"Ririn mengucapkan kata-kata ini sambil tersenyum dengan sangat sinis, sedangkan Juko tidak membantah ucapannya."Dulu, temperamenku memang kurang baik. Aku masih muda, belum punya karierku sendiri, jadi aku melampiaskan amarahku pada ibumu. Aku memang sudah bersalah.""Tapi, setelah itu, aku sudah benar-benar mengubah sikap itu. Ririn, sini, biar Ayah lihat kamu. Sejak kamu berusia delapan tahun, aku nggak pernah melihatmu lagi.""Ibumu selalu menyembunyikanmu dengan baik. Selama ini, dia juga sama sekali nggak pernah menghubungiku, dia kejam sekali!"Ririn sangat berterima kasih pada ibunya karena ibunya tidak menghubungi orang ini. Kalau tidak, selama ini, mereka tidak akan bisa hidup dengan tenang lagi di Keluarga Sandiga. Namun, hari ini, dia datang mencari Juko untuk meminta bantuan Juko.Ririn berkata, "K
"Selain itu, Phillip juga keterlaluan. Dia malah menemani wartawan itu membuat keributan di sini. Menurutmu, presiden direktur Perusahaan Sanders yang bermartabat nggak punya kerjaan, ya?"Melihat Juko begitu tidak menyukai Dian dan Phillip, Ririn menganggukkan kepalanya dengan sangat puas."Kenapa? Jangan-jangan wanita ini mengganggu kamu dan ibumu, ya?""Sebelumnya, ibumu menghubungiku dan memintaku untuk menyingkirkan Dian. Tapi, aku nggak bisa melakukannya karena Phillip."Ririn menatap Juko dengan tatapan kecewa dan berkata, "Dia bahkan sudah datang ke kamu, kenapa kamu membiarkannya pergi begitu saja?""Aku benar-benar nggak memahamimu. Bukankah kamu sudah lama bergaul di dunia preman? Seharusnya kamu punya banyak anak buah, 'kan?"Juko menggaruk kepalanya dan berkata, "Dia memang datang ke tempatku, tapi aku juga harus memikirkan Phillip. Kamu nggak tahu betapa hebatnya Phillip sekarang?""Dia memegang garis hidup finansial kami. Kalau aku menentangnya, semua saudaraku akan bang
'Di hadapan pria, dia berpura-pura polos dan nggak tahu apa-apa. Tapi, di belakang, dia malah diam-diam memainkan trik.'Ririn paling membenci ekspresi Dian yang menyedihkan. Hal yang paling menyebalkan adalah, para pria selalu tertipu oleh trik itu.'Bukankah kamu menyebut dirimu sebagai wartawan yang adil? Kalau kamu suka sekali menarik perhatian pria lain, aku akan membiarkanmu meninggalkan dunia ini dalam tumpukan pria.'Benak Ririn penuh akan pikiran kejam. Begitu dia memikirkan penampilan Dian yang menyedihkan, dia langsung tersenyum."Sudahlah, dalam jangka waktu ini, jangan hubungi aku dulu. Saat kamu sudah mempersiapkan segalanya, hubungi aku melalui telepon umum, mengerti?" kata Ririn.Setelah Ririn memberi perintah, dia sudah mau pergi?Juko mengikuti di belakangnya sambil berkata, "Ririn, kalau begitu, kapan Ayah bisa mencarimu lagi?"Ririn langsung mendecakkan lidahnya dan berkata dengan kesal, "Sudah kubilang, kalau nggak ada apa-apa, jangan hubungi aku lagi, kecuali kala
Mendengar ucapan ibunya, Ririn berkata dengan terkejut, "Ibu bercanda, ya?! Dengan tampangnya Jayden Laker, Ibu malah bilang dia tampan?!""Penampilannya mirip taoge! Sepertinya aku lebih berat daripada dia!""Nyonya Leni takut putranya nggak bisa bertahan hidup terlalu lama, makanya dia membawa putranya ke sini, 'kan?""Ayah bahkan nggak bilang mau memperkenalkan orang ini padaku! Jangan-jangan Ibu yang berniat jahat! Apakah kamu benar-benar ibu kandungku?!"Lesti langsung mengernyit dan berkata, "Apa maksudmu? Aku ibu kandungmu! Mana mungkin aku asal memperkenalkan orang padamu?""Aku paling memedulikan pernikahanmu. Apakah kamu nggak berpikir, kalau kamu bisa menikah dengan pria baik, hal ini juga akan menguntungkanku sebagai ibumu?""Pemuda itu memang terlihat kurang sehat, tapi selain Keluarga Sanders, Keluarga Laker paling hebat. Bukankah lebih baik kalau dia nggak bisa hidup lama?""Ke depannya, kamu bisa mewarisi harta keluarga mereka, kamu juga nggak perlu melayani suamimu, ka
Setiap Dian mendengar Ririn berbicara, dia merasa sangat kesal. Sebelumnya, dia tidak mengetahui alasannya. Namun, sekarang, dia baru menyadari mungkin karena dia tidak ingin mendengar Ririn memanggil suaminya dengan sebutan "Kak Phillip".Bagaimanapun masa depan mereka, sekarang, Phillip adalah suaminya.Dian berpikir, 'Memangnya dia siapa? Panggilan Kak Phillip itu ditujukan untuk siapa?''Dia dan Phillip juga nggak punya hubungan keluarga, untuk apa dia memanggil Phillip dengan panggilan seakrab itu?'Dian tidak menghiraukan Ririn dan langsung berjalan menuju ruang bacanya Fabian. Dia datang untuk membahas sesuatu dengan ayahnya.Namun, Ririn malah langsung menghalangi jalannya."Aku berbicara denganmu, kenapa kamu pura-pura tuli?" tanya Ririn.Dian menarik napas dalam-dalam, lalu berpura-pura terkejut. Dia menoleh dan menunduk untuk menatap Ririn. "Ternyata kamu berbicara denganku, ya. Maaf, mungkin kamu terlalu pendek, jadi aku nggak mendengarmu."Ririn berkata, "Huh, biar saja ka
Dian pergi ke ruang baca ayahnya tanpa menoleh sama sekali, meninggalkan Ririn yang terjatuh sendiri di lantai, sambil menggertakkan giginya dan menatap punggung Dian."Dian, aku pasti akan membuatmu membayar atas segala ucapan yang kamu ucapkan hari ini!"Saat seorang pembantu di lantai bawah melihat Ririn terjatuh di lantai, dia langsung berlari ke atas untuk membantu Ririn berdiri."Kenapa Nona Ririn nggak jalan dengan hati-hati?""Nona Ririn terluka, nggak?"Namun, Ririn malah tidak tahu berterima kasih. Tanpa mengucapkan apa pun, dia langsung menampar pembantu ini sambil berkata, "Sudah kuduga, kalian sama saja dengan wanita itu. Kamu datang untuk mengejekku, 'kan?!""Pergi sana! Cepat pergi!""Saya nggak ...." Pembantu ini memegang wajahnya sambil menangis dan berlari, meninggalkan Ririn sendirian.Ririn tahu, jika dia membuat kerusuhan lagi, Fabian pasti akan mendengarnya. Pada saatnya, dia dan ibunya tidak akan bisa menanggung akibatnya lagi.Sekarang, Dian didukung oleh Philli
"Sekarang, kamu sudah memiliki marga Sandiga, jadi prestasimu mewakili prestasi putri Keluarga Sandiga.""Kalau prestasimu terlalu buruk, kamu akan mempermalukan ayahmu!""Ririn, putriku yang baik, dengarkan ucapan Ibu, ya. Belajarlah dengan baik di rumah, anggap saja kamu menemani Ibu, oke?"Lesti menggenggam tangan putrinya, tidak membiarkan putrinya untuk pergi.Akhir-akhir ini, Lesti selalu merasa gelisah. Melihat putrinya terus bepergian ke luar, dia selalu merasa seakan-akan ada masalah besar yang akan terjadi.Namun, Ririn melepaskan tangan Lesti dengan sangat tegas dan berkata, "Tenang saja, Ibu. Aku hanya pergi membeli beberapa buku. Aku akan pulang pada waktunya. Kalau Ibu merasa khawatir, aku akan menghubungi Ibu, oke?"Ririn makin tidak patuh, Lesti pun makin yakin bahwa putrinya pasti menyembunyikan sesuatu darinya. Namun, sekarang, dalam kondisi hamil, bagaimana dia bisa menghentikan putrinya?Tidak lama kemudian, Dian turun ke lantai bawah. Pada jam makan siang, mereka h
"Nilainya di semester lalu lumayan bagus, tapi juga nggak unggul, jadi aku nggak memberi tahu ayahmu.""Tapi, untuk saat ini, kita nggak perlu mengkhawatirkan prestasinya.""Lagi pula, bukankah ada aku sebagai ibunya?""Seorang ibu paling mengkhawatirkan segalanya dalam hidup putrinya, apalagi prestasinya di sekolah."Lesti sengaja mengungkit bahwa dia adalah ibunya Ririn untuk melihat wajah Dian yang menggelap.Bagaimanapun, Nadin sudah tiada, jadi sekarang, hanya Lesti yang masih hidup.Atas dasar apa seorang gadis piatu berani bersaing dengan Ririn?Fabian berkata, "Sudahlah, karena Bibi sudah berpikir seperti ini, kamu juga nggak perlu khawatir lagi.""Sekarang, bukankah kamu bilang kamu lagi sibuk? Dari mana kamu punya waktu sebanyak itu untuk memedulikan prestasinya Ririn?""Setiap orang punya nasibnya masing-masing. Kalau dia nggak fokus belajar, bahkan guru les lulusan universitas ternama pun nggak ada gunanya, jadi nggak usah sia-siakan usahamu."Ucapan Fabian sangat tidak ena