Lesti sudah lama tahu Fabian orang yang tidak berperasaan, tetapi tidak menyangka kata-katanya begitu dingin, seolah dirinya sama sekali tidak penting, yang penting hanya janin dalam perutnya."Apakah nggak ada lagi yang penting di matamu selain janin dalam perutku? Kenapa kamu begitu egois?""Kamu tergesa-gesa menemui Pak Phillip seperti ini, pernahkah kamu memikirkan pendapat Dian? Mereka awalnya berteman, tetapi setelah keributan ini, bagaimana Dian harus menghadapinya?"Ucapannya masuk akal. Fabian terdiam beberapa saat, kemudian berkata, "Semua ini aku lakukan demi keluarga ini. Dian sudah dewasa, aku yakin dia bisa memahami pilihan ayahnya. Walaupun nggak memedulikan dirinya sendiri, dia tetap harus mempertimbangkan nama baiknya.""Sekalipun bisnis Keluarga Sandiga besar, mustahil untuk menutup mulut semua orang setelah kejadian ini.""Setelah kejadian ini beredar, kelak siapa yang mau menikahinya?""Pilihannya sangat terbatas. Sebagai ayahnya, tentu aku harus membuat perencanaan
Tatapan Lesti yang kehilangan kesabaran membuat hati Ririn terasa semakin dingin."Ibu kira orang luar nggak tahu hubungan kami? Dia ayah macam apa? Aku bahkan nggak tahu siapa ayah kandungku."Wajah Ririn penuh sarkasme, membuat Lesti merasa sangat canggung."Sekarang kamu sudah besar, begini cara kamu bicara pada Ibu?""Kamu kira semudah itu memasuki Keluarga Sanders? Kamu harus menikah dengan Phillip hanya karena kamu menyukainya, tapi kamu nggak berpikir, sebelum masuk Keluarga Sandiga, nama belakangmu Sanders, apa kamu memenuhi syarat menikah dengannya?""Jangan bilang aku nggak berjuang untukmu, bagaimana denganmu?""Apa kamu pernah berusaha? Kamu cuma tahu menyerahkan segalanya padaku, tapi kamu nggak memikirkan betapa sulitnya itu. Dian menikah dengannya juga karena kebetulan ....""Kebetulan apanya? Pria itu yang mengancam Phillip!""Dasar licik!"Lesti hampir pingsan karena kesal.Ririn mengabaikan segalanya demi seorang pria, dia lupa siapa yang memberikan kehidupan mewah se
"Tapi kamu harus ingat, kalau kamu membuat masalah, jangan pernah bilang kalau kamu putriku, kamu tanggung jawab sendiri."Ririn meninggalkan kamar dan membanting pintu, Lesti duduk di sofa, terus-menerus mengelus dada dan mengatur napasnya.Meski selama ini sering bertengkar, mereka tidak pernah bicara sekasar itu.Terutama saat Ririn mengatakan dirinya tidak mampu memberikan apa pun padanya, Lesti benar-benar sedih.Dia memang terlahir dengan latar belakang yang buruk, tapi bukankah Lesti sudah berusaha keras untuk membawanya ke posisi yang lebih tinggi?Jika tidak, mana mungkin nama belakangnya berganti Sandiga? Sayangnya Ririn kini dibutakan oleh cinta.Di matanya hanya ada Phillip, dia tidak pernah melihat pengorbanan Lesti untuknya selama ini.Baginya, Lesti tidak pernah memberikan apa pun padanya.Dian bahkan belum pulang, tak disangka Ririn sudah datang menemuinya.Dia baru saja bertemu Phillip, suasana hatinya sangat buruk. Dia tidak ingin pulang dengan pikiran tidak rasional,
"Jaga ucapanmu, siapa putri pelakor? Ibuku menikah dengan ayahmu setelah ibumu meninggal."Dian paling benci nama ibunya keluar dari mulut Ririn, dia tidak boleh menyebutnya, apalagi membicarakan ibunya dengan nada seperti itu.Seketika raut wajah Dian berubah."Ibumu paling tahu kebenarannya.""Ibuku memang meninggal muda karena sakit, tapi ibumu nggak perlu terang-terangan seperti itu.""Jangan kira saat itu aku masih kecil jadi nggak tahu apa-apa, aku tahu lebih banyak dari kalian, jadi jangan mencoba menipuku.""Mengerti, Ririn?"Dian berjalan ke arahnya, Ririn mundur dua langkah. Ketika keduanya semakin dekat, perbedaan tinggi badan mereka terlihat semakin jelas.Dian berperawakan seperti ibunya, tinggi dan berpostur badan bagus, berbeda dengan Ririn yang mengikuti gen ayahnya, dia lebih pendek.Untungnya, setelah memasuki Keluarga Sandiga, dia lebih memperhatikan penampilannya dan selalu membandingkan diri dengan Dian.Dia mengontrol postur tubuhnya dengan baik, tetapi tinggi bad
Suatu hari nanti, dia akan merebut semua milik Dian, dia akan membuat wanita ini tidak bisa lagi tertawa, tidak akan pernah bisa memandangnya dengan tatapan sombong dan merendahkan lagi!Sejak meninggalkan rumah Dian, Ririn sudah memantapkan hati.Namun dia tidak langsung pulang, melainkan pergi ke Perusahaan Sanders untuk menemui Phillip dengan bekas tamparan di pipinya.Phillip belum pulang lagi sejak dia memberi tahu Laurence dan Hardi tentang keputusannya. Namun, semakin dipikirkan, Laurence semakin khawatir, jadi dia pergi ke perusahaan untuk menemui Phillip. Saat ini keduanya sedang berbincang di kantor."Setelah Ibu pikirkan lagi, rasanya ini nggak adil bagimu, bagaimana kalau kita diskusikan dengan mereka ...."Pernikahan adalah urusan besar. Laurence tidak ingin Phillip menjadikannya lelucon, sekalipun dia melakukannya untuk menghukum gadis itu.Phillip justru tampak acuh tak acuh, "Karena mereka sangat menginginkan pernikahan ini, maka biarkan saja. Sedangkan apa yang akan te
"Astaga, kamu ...." Melihat bekas tamparan di wajahnya Ririn, Laurence langsung bertanya, "Apa yang terjadi padamu? Siapa yang menamparmu? Kenapa kamu nggak mengobati lukanya?"Dia paling tidak bisa melihat orang yang terluka. Dia langsung mengulurkan tangannya untuk memeriksa keadaan Ririn.Ririn tidak mengetahui bahwa Laurence adalah ibunya Phillip, sehingga dia menghindar ke satu sisi dengan sangat kesal."Jangan sentuh aku," kata Ririn.Phillip langsung menghentikan gerakan ibunya sambil berkata, "Ibu, ini bukan urusan Ibu, Ibu pulang saja."Saat Ririn mendengar Phillip memanggil Laurence sebagai ibunya, mata Ririn seketika berkilau. Ekspresinya pun langsung berubah."Ternyata Bibi ibunya Kak Phillip, ya. Bibi, hari ini, kebetulan ada sesuatu yang mau aku bahas dengan Kak Phillip," kata Ririn.Laurence pun merasa penasaran. "Hal apa yang bisa kamu bahas dengan Phillip?"Selain itu, Ririn memanggil Phillip dengan panggilan yang sangat akrab. Laurence sama sekali tidak mengetahui bah
Ririn tiba-tiba tidak bisa mengendalikan emosinya lagi. Dia langsung berteriak pada Laurence, "Aku hanya memikirkan kebaikan putramu, tapi kamu malah mengataiku seperti ini!" Teriakannya bahkan membuat Phillip terkejut.Phillip bergegas melangkah ke hadapan ibunya dan mengadang ibunya dari Ririn.Dia pun berkata, "Sudah kubilang, jangan menggila di sini. Kalau kamu punya masalah, kamu bisa pulang ke rumah Keluarga Sandiga.""Lucy!"Phillip sudah menekan tombol di interkom untuk memanggil sekretarisnya, tetapi Ririn masih terus berseru, "Aku hanya memikirkan kebaikanmu! Kenapa kamu nggak memahami perasaanku?""Kenapa kamu hanya selalu melihat wanita itu? Padahal dia menipumu!""Kalau bukan untuk mendekatimu, mana mungkin dia sengaja pura-pura di hadapanmu seperti itu ....""Kamu sangat berhati-hati, bukankah kamu juga tertipu olehnya hingga terekam di video itu?""Kenapa kamu nggak mengenali kenyataan ini? Apa yang sebenarnya kamu sukai darinya?"Ririn masih tenggelam dalam perasaan yan
Dian langsung membuka pintu ruang baca Fabian, sehingga pintunya terbanting. Sedangkan Fabian hanya duduk di depan mejanya dan menatap Dian dengan tatapan santai."Kamu sudah bukan anak kecil lagi, kenapa kamu begitu gegabah? Sudah pulang pun kamu nggak bisa ketuk pintu, ya?" kata Fabian.Dian langsung menerjang ke hadapan ayahnya dan menopang kedua tangannya di meja kerja ayahnya sambil berseru, "Ayah, apa yang sebenarnya mau Ayah lakukan?""Sudah kubilang, Phillip menyelamatkanku. Dia juga sudah menjelaskan semuanya pada Ayah, kenapa Ayah malah mengancamnya dengan video itu, padahal hal itu jelas-jelas nggak berhubungan dengannya?!"Fabian pun berkata, "Kalau dia sama sekali nggak berhubungan dengan hal ini, mana mungkin Ayah bisa mengancamnya?""Kamu ini terlalu naif, hingga kamu memercayai semua ucapannya. Tapi, sebaik apa pun dia, dia tetap seorang pria. Ayah lebih memahami pria daripada kamu."Ucapan Fabian membuat Dian merasa agak jijik."Aku memang nggak memahami pria, tapi aku