Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak apa-apa. Mungkin aku salah lihat."Yessy juga sudah gugup setengah mati, dia buru-buru berkata untuk menenangkan diri sendiri dan Phillip, "Ayo kita pergi. Kenyataannya juga nggak ada orang yang memperhatikanku. Sudah kubilang, selain penggemarku, orang lain nggak mungkin mengenaliku."Setelah kembali ke dalam mobil, Phillip baru menghela napas lega. Dia tersenyum dan berkata, "Kelak orang yang mengenalimu akan makin banyak. Kamu nggak akan bisa keluar membeli sesuatu secara pribadi seperti ini lagi."Yessy tampak memegang bungkusan jagung rebus dan kacang rebusnya tanpa kelihatan berniat untuk makan."Benarkah? Aku sangat menantikan momen itu.""Aku pikir kamu nggak akan suka menjadi sorotan setiap waktu. Dengan kepribadianmu, bukankah kamu lebih suka bebas? Kamu saja nggak bersedia menerima wawancara."Yessy memegang bungkusan makanannya dengan erat dan berkata, "Aku bukannya nggak suka menerima wawancara. Aku hanya nggak suka menghadap
"Aku juga nggak mengerti mengapa kamu bisa berprasangka seperti itu padanya.""Dia sudah pernah mewawancaraimu dan pernah berinteraksi denganmu. Bukankah seharusnya kamu lebih jelas dia adalah orang seperti apa dibandingkan aku?""Ya, justru karena dia pernah mewawancaraiku, aku baru tahu dia adalah orang yang sangat nggak bisa diandalkan. Selama kami bekerja sama, sudah setengah bulan berlalu, tapi dia bahkan belum menyerahkan draf awal untukku. Menurutmu, apakah orang sepertinya adalah seorang wartawan yang bisa diandalkan?""Phillip, aku menilai Dian seperti itu bukan tanpa alasan. Kalau dia benar-benar sebaik yang kamu deskripsikan, mengapa dia bahkan nggak menganggap serius pekerjaannya?""Kenyataannya, dia hanyalah seorang wanita yang nggak bisa apa-apa. Dia hanya bisa mengandalkan ayahnya.""Setelah kamu muncul, tentu saja dia harus membantu ayahnya untuk menyenangkanmu."Secara naluriah, Phillip ingin membela Dian. Jelas-jelas wanita itu sudah pergi ke berbagai lokasi untuk mel
Ririn langsung berpura-pura menunjukkan sikap layaknya seorang putri yang berbakti, dia bertanya dengan lembut, "Ibu, apa Ibu nggak enak badan? Kulihat saat Ibu makan, raut wajah Ibu kurang baik.""Apa perlu aku memanggil Paman Ishak untuk memeriksa kondisi Ibu?""Ayah, coba Ayah lihat, raut wajah Ibu kurang baik, 'kan?"Fabian juga menganggukkan kepalanya dan berkata, "Ya, kalau kamu merasa kurang enak badan, cepat panggil Ishak untuk memeriksa kondisimu."Lesti memaksakan seulas senyum dan berkata, "Aku nggak merasa kurang enak badan, aku baik-baik saja. Aku hanya menjatuhkan sendok tanpa sengaja.""Tapi, belakangan ini cuaca terasa agak dingin, kalian harus menjaga tubuh kalian tetap hangat dengan memakai pakaian yang lebih tebal. Jangan sampai jatuh sakit, ya. Aku hanya harap kita sekeluarga bisa sehat selalu tanpa mengharapkan hal lain lagi."Dian menundukkan kepalanya tanpa bersuara. Dia sedang menggigit sayap ayam. Di antara semua anggota keluarganya, hanya dia yang menyukai bag
Ririn yang tiba-tiba saja dimarahi oleh ibunya tentu sangat kesal. "Apa maksud Ibu. Jelas-jelas aku peduli pada kondisi tubuh Ibu, tapi Ibu malah menanggapiku seperti ini. Kalau begitu, kelak aku nggak akan memedulikan Ibu lagi.""Kelak kalau sakit kepala Ibu kumat lagi, jangan panggil aku untuk siap siaga merawat Ibu di sisi ranjang Ibu!"Saking kesalnya, Ririn langsung berbalik dan hendak pergi. Namun, Lesti segera menarik lengan putrinya."Sudah, sudah, jangan marah pada Ibu lagi. Yah, kamu nggak tahu alasannya.""Kamu nggak tahu, 'kan? Dian sengaja menyebut nama Juko di hadapanku, dia ingin mengujiku!""Ada apa lagi dengan Juko itu? Apa Ibu mengenalnya?"Ririn mengerutkan keningnya, ekspresi tidak sabar tampak jelas di wajahnya."Apa Ibu nggak mendengar ucapan Dian? Pria itu bukanlah pria baik-baik. Apa Ibu sudah lupa bagaimana kita bisa masuk ke Keluarga Sandiga?""Kita sudah melupakan masa lalu kita dan memutuskan hubungan dengan semua orang di masa lalu kita. Apa penyakit Ibu ka
"Rencana kita harus bertahap dan sempurna, Ibu jangan bertindak gegabah!"Lesti hanya menganggukkan kepalanya dan berkata, "Apa kamu nggak memercayai Ibu? Sudahlah, jangan terlalu lama berada di kamarku, agar mereka nggak berpikiran aku benar-benar nggak enak badan. Bisa-bisa si wanita jalang itu malah bangga.""Kamu kembalilah ke kamarmu terlebih dahulu. Kalau ada sesuatu, aku pasti akan memberitahumu."Ririn "diusir" dari kamar ibunya dengan diliputi perasaan cemas. Saat dia masih ingin mengucapkan sesuatu, dia malah mendapati Dian sedang berdiri bersandar di dinding tak jauh dari sana. Wanita itu menyilangkan tangan di depan dada dan menatapnya dengan ekspresi penuh arti."Ckckck, sepertinya ibumu juga nggak bersedia memberitahumu hal-hal tertentu! Tapi, nggak mengherankan juga. Kamu nggak lebih dari seorang anak kecil, bagaimana kamu bisa membantunya. Kalau aku adalah dia, aku juga nggak bersedia memberitahumu.""Apa maksudmu?"Ririn paling benci melihat ekspresi arogan Dian ini.J
"Nggak mungkin, kalau semuanya seperti yang dikatakan oleh wanita jalang itu, dia sudah berkemampuan untuk mengacaukan pasar properti. Kalau begitu, bagaimana mungkin dulu kami bisa menjalani kehidupan yang penuh dengan penderitaan seperti itu?"Setelah mereka berdua tinggal di kediaman Keluarga Sandiga, mereka baru terbebas dari penderitaan.Begitu mengingat kejadian-kejadian dulu, ekspresi Ririn langsung berubah menjadi sangat muram.Kalau bisa, dia sangat ingin menghapus semua ingatan dulu dari dalam benaknya.Tidak peduli ada berapa banyak orang yang menyalahkan tidak tahu membalas budi, dia juga tidak peduli. Siapa yang ingin menjalani kehidupannya dulu, silakan coba saja. Intinya, dia tidak ingin menjalani kehidupan seperti dulu lagi.Dia tidak ingin kembali pada masa-masa kelam itu lagi. Jadi, dia tidak akan membiarkan Lesti mengacaukan kehidupan mereka sekarang. Mereka hanya bisa menata masa depan mereka, tidak boleh melihat ke belakang lagi."Bagaimana aku bisa memulainya?"Ka
Tentu saja Dian percaya. Dalam aspek lain, dia tidak bisa banyak membantu Grace. Dia hanya bisa sering-sering mengunjungi panti asuhan teman baiknya itu saat dia punya waktu senggang. Jadi, sebagian besar anak-anak di sini juga sudah sangat mengenal Dian. Mereka tahu Dian adalah teman baik Grace, kepala panti asuhan mereka.Sedangkan Grace sendiri sudah seperti keluarga bagi mereka. Jadi, teman Grace juga merupakan teman mereka."Kamu sudah sampai?" Tidak tahu sejak kapan Nando sudah menunggu di depan pintu. Begitu melihat mobil Dian melaju ke arah panti asuhan, dia langsung menyambut kedatangan Dian."Ya ampun, panti asuhan nggak kekurangan barang-barang ini. Setiap kali kamu datang, kamu selalu saja membawa begitu banyak barang. Kamu pasti kesulitan mengambil barang sebanyak ini sendirian."Nando langsung mengambil alih bungkusan-bungkusan barang itu di tangan Dian secara natural. Di dalam mobil Dian, masih ada banyak begitu banyak barang."Berbeda halnya dengan panti asuhan kalian k
Pergerakan Nando terhenti. Setelah terdiam cukup lama, dia baru menyunggingkan seulas senyum getir dan berkata, "Kamu nggak mengerti. Justru karena aku sangat mencintai dan menyayangi mereka, jadi aku nggak bisa berada di dekat mereka.""Apa kamu takut Juko dan yang lainnya datang mencari masalah denganmu?""Sekarang kita hidup di zaman hukum. Nggak peduli seberapa keterlaluan mereka, mereka juga nggak mungkin melakukan pembunuhan, 'kan?""Terlebih lagi, sekarang kamu nggak tinggal di tanah itu lagi, bahkan rumahmu juga sudah tiada. Sebenarnya apa lagi yang perlu mereka permasalahkan denganmu?"Ekspresi Nando berubah menjadi sangat muram, dia berkata, "Aku bukannya nggak ingin mencari perhitungan dengan mereka. Tapi, kesenjangan antara kami terlalu besar.""Mungkin di antara sedemikian banyaknya orang, hanya aku seorang diri yang bersikeras ribut dengan mereka sampai sudah melampaui batasan mereka.""Hah! Selama aku masih hidup sehari, aku nggak akan melepaskan pengembang nggak punya h