"Paman, kamu sudah kembali!"Begitu melihat Agam masuk, Adsila langsung bangkit dari kasur untuk memberi ruang bagi pamannya.Setelah itu, dia melihat Kalana masuk di belakang pamannya dengan tertegun dan tanpa sadar dia berbalik untuk melihat reaksi bibinya ....Pamela terlihat sangat tenang dan tidak terlihat ada perubahan emosi apa pun."Sudah bangun?"Agam berjalan perlahan ke samping kasur dan berdiri dengan penuh wibawa. Tangannya diselipkan ke sabuk dengan anggun dan sorot matanya yang tenang menatap Pamela."Ya."Pamela menganggukkan kepala, kemudian menatap sepasang mata sipit dan tampan Agam sebelum memalingkan wajahnya untuk menatap Kalana yang mengikutinya.Pria itu menyadari kecurigaan Pamela dan menoleh untuk melihat Kalana di sampingnya, lalu berbalik dan menjelaskan dengan tenang, "Dia ingin datang melihatmu."Adsila berdiri di samping dan mendengus yang hampir tidak terdengar dari lubang hidungnya.Kalana juga mengenakan gaun rumah sakit besar seperti Pamela dengan kai
Setelah mendengar kata Kalana, Agam pun menatap Pamela untuk menunggu maksudnya.Dia tahu kalau Pamela sejak kecil tinggal di kampung, jadi hubungannya dengan Keluarga Alister tidak begitu akrab. Namun, kalau sekarang dia mau bertemu keluarganya, Agam bisa memuaskan kemauannya."Terima kasih, sayangnya aku nggak ada keluarga lagi."Pamela berkata tanpa ekspresi.Kalana berekspresi kaget. "Apa? Ini .... Maaf Pamela, aku nggak tahu ....""Nggak apa-apa."Pamela hanya mencibir dengan acuh tak acuh.Sebenarnya kalau punya keluarga seperti Keluarga Alister, mending tak usah saja sekalian.Melihat Pamela tak marah, Kalana merasa sangat terharu sambil menarik tangan Pamela yang diperban dan berkata dengan sedih."Kak Pamela, kamu baik sekali! Jodoh kita sungguh ajaib, baru kenal sehari, sudah dirawat di rumah sakit! Kelak, kamu bisa menganggapku sebagai adik kandungmu. Kalau kamu ada kesulitan dan membutuh bantuanku, bisa mencariku."Kalana memegang tangan Pamela yang alergi dengan pelan, tib
Pamela tak berbicara, hanya menarik tangan Agam sambil menatapnya.Maksudnya Pamela, cobalah mengerti maksudku dari tatapan.Setelah Agam diam dua detik, dia pun menoleh untuk berkata pada Adsila di samping, "Adsila, bantu aku antar Nona Kalana."Adsila tentu saja tak ingin mengantarnya, tapi Adsila yang peka tahu kalau dirinya tak pergi, Paman yang akan mengantarnya. Dengan begitu, Bibi pasti tidak senang ....Sebagai pelindung setia bibinya, mana mungkin dia menyetujui hal seperti itu terjadi."Baik, Paman. Aku akan mengantar Nona Kalana dengan sopan!"Selesai berbicara, Adsila berjalan ke depan Kalana dengan enggan."Ayo, Nona Kalana. Sekarang pamanku nggak ada waktu, aku yang antar kamu."Mata polos Kalana sedang menatap tangan Pamela yang menarik Agam sampai melamun sebentar, baru sadar untuk melihat Adsila."Adsila, apa kamu tahu bangsalku di mana?"Adsila blak-blakan, "Kalau nggak tahu, aku bisa tanya, karena aku ada mulut dan di setiap lantai ada ruang suster!"Ekspresi Kalana
Pamela mendecakkan bibirnya sambil berkata, "Ada kue kastanye yang kubuat di kulkas, biarkan Ervin bantu aku mengambil kue itu dan antar kemari. Sekarang aku ingin makan kue itu."Agam menatapnya dengan dingin. "Ini saja?"Pamela menganggukkan kepalanya. "Ya, nggak ada hal lain lagi."Agam pun tak senang, tetapi menatap Pamela dengan penuh makna. "Pamela, kalau ada yang ingin kamu tanya padaku, sekarang kamu bisa tanya, aku akan memberitahumu.""Nggak ada!"Pamela menoleh untuk melihat langit di luar jendela sambil menguap dan berhenti menatap pria itu.Tak ada yang ingin dia tanyakan, lagian dia bukan istri sahnya. Kalau dia banyak tanya, hanya akan membuat Agam merasa jengkel.Agam menatap sikap Pamela yang acuh tak acuh dengan kesal.Kalau bukan karena tangan Pamela yang bengkak, sekarang dia pasti akan mengangkatnya dan memukulnya!Saking marahnya pada Pamela, Agam pun memijat dahinya dan menerima sikap Pamela.Kemudian, pria itu menarik salah satu tangan Pamela yang diperban, lalu
Ketika Pamela bangun lagi, langit di luar sudah gelap.Efek samping dari infus anti alergi adalah membuat Pamela ngantuk, jadi tidurnya sangat nyenyak.Namun, Pamela sudah agak pulih, dia sudah bisa duduk sendiri.Baru duduk, dia langsung melihat sekeliling secara naluriah, lalu melihat seorang pria kekar duduk di sofa bangsal ....Pamela terkejut, setelah dilihat cermat, baru tahu itu adalah paman!Agam bersandar di sofa dengan santai, satu tangannya menopang dahinya, sedangkan kakinya ada satu laptop. Mungkin dia sedang melihat konten penting, jadi sangat serius, bahkan membaca dengan cepat."Sudah bangun?"Jelas-jelas dia sedang melihat laptop, tapi dia bisa tahu Pamela sudah bangun tanpa melihat ke arahnya.Pamela mengerutkan alisnya sambil bertanya dengan kaget, "Paman, kok kamu masih ada di sini?"Agam baru melihatnya sambil menyesap kopi. "Entah gadis mana yang sebelum tidur bilang padaku nggak boleh pergi setelah dia tertidur nyenyak?"Pamela tersenyum canggung. "Em .... Bukank
Oh, sehari yang lalu dia dan Kalana sudah semalaman "berbincang-bincang" mengenai kehidupan manusia. Mereka sama sekali tidak tidur, bukan?Melihat wajah gadis itu kelihatan tidak senang, Agam mengerutkan alisnya dan berkata, "Apa kamu merasa jijik padaku? Pria mana yang nggak punya jenggot?"Pamela langsung tersadar dan bangkit dariku tubuh pria itu. Setelah jarak mereka berdua agak jauh, wanita itu pun menggelengkan kepalanya dan membalas, "Bukan! Kamu terlihat tampan meskipun berjenggot."Apakah pria ini mau menumbuhkan jenggotnya atau tidak, hal itu sama sekali bukan urusan Pamela. Untuk apa dia merasa jijik?"Kamu merasa aku tampan? Hah?" Tatapan mata Agam terlihat panas. Jarang sekali dia mendengar pujian keluar dari mulut Pamela.Pamela pun berterus terang, "Kamu memang tampan. Perasaanku nggak bisa memengaruhi ketampananmu.""Kalau begitu kenapa kamu bersikap begitu dingin padaku?""Apakah aku harus bersikap ramah padamu karena kamu tampan? Ada banyak sekali pria tampan di duni
Agam langsung mengerutkan dahinya dan membalas, "Siapa?"Pamela merasa paman ini sepertinya meletakkan fokusnya di tempat yang salah. Wanita itu langsung meletakkan ponsel itu di tangannya dan berkata, "Cepatlah! Jangan sampai terjadi hal yang buruk!"Agam memicingkan matanya sambil menatap Pamela. Selanjutnya, dia pun perlahan-lahan mengangkat ponsel tersebut ....Setelah mendengar suara teriakan minta tolong, wajah dingin pria itu langsung berubah ketat. Agam langsung bangkit dan bertanya dengan suara berat."Kamu di mana? Ya! Tetap berada di sana dan jangan pergi ke mana pun. Aku akan segera pergi!"Setelah mematikan panggilan telepon itu, Agam langsung melangkah dengan cepat. Pria itu tiba-tiba berhenti dan menatap Pamela dengan tatapan serius.Pamela mengangkat bahunya seperti tidak ada masalah dan berkata, "Paman, cepatlah pergi! Aku sendirian akan baik-baik saja."Pria itu mengerutkan alisnya dan ekspresinya terlihat rumit ketika berkata, "Sayang, aku akan segera kembali!"Setel
"Jangan ribut! Tapi jelas sekali kalau dia bukan laki-laki biasa. Dia pasti berasal dari kalangan yang sama dengan Nona Kalana. Pria setampan itu pantas bersanding dengan wanita yang berkelas."Mendengar semua percakapan itu, Pamela berjalan perlahan-lahan melewati pos suster. Wanita itu sepertinya sudah bisa menebak apa yang telah terjadi.Kalana sudah diserang oleh maniak. Jadi, dia pun menghubungi Agam untuk meminta pertolongan. Lalu, ketika Agam tiba, maniak itu sepertinya sudah berhasil kabur.Sekarang, kepolisian mengambil rekaman kamera pengawas rumah sakit untuk memeriksa orang yang mencurigakan.Para suster ini sepertinya mengatakan bahwa Kalana berada di kamar 302 dan lokasinya tidak terlalu jauh. Kalau dia berbelok di depan, dia akan tiba di kamar tersebut.Pamela berbelok di sudut dan sebentar lagi dia akan tiba di kamar 302.Pintu kamarnya setengah tertutup dan di dalamnya ada begitu banyak orang beserta orang-orang dari kepolisian.Pamela berada di jarak yang tidak terlal
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen