Lesti terus membujuk Fabian dan berpura-pura bertanya dengan santai, "Pertama-tama, menurutku, kita harus menyuruh Dian untuk pulang. Kita harus memastikan apakah Dian ditindas atau nggak. Kalau dia benar-benar ditindas orang itu, kita harus lapor polisi secepatnya. Benar, 'kan?"Fabian merasa agak serbasalah. "Bagaimana aku harus mengucapkan kata-kata ini?""Aih, sudah kubilang, jangan jadi wartawan lagi. Dia nggak mau memanfaatkan posisi sebagai nona muda di Keluarga Sandiga, tapi malah bersikeras mau bekerja sebagai wartawan dan harus terus bersikap baik pada orang lain ....""Sekarang, dia malah ditindas orang lain."Begitu Fabian memikirkan pergelangan kaki Dian yang dicengkeram oleh pemabuk itu, Fabian merasa seakan-akan hatinya disayat dengan pisau.Fabian pun berkata, "Aku harus memanggilnya pulang dan menanyakan dengan baik apa yang sebenarnya terjadi.""Kalau nggak ada yang terjadi, aku harus mengungkapkan kebenaran ini secepatnya. Kalau nggak, orang lain akan berprasangka te
Namun, sekarang, masalah terbesarnya adalah dia harus menghadapi pertanyaan ayahnya.Pada malam hari, saat Dian pulang dan sedang melepaskan sepatunya, dia melihat Sri menggeleng padanya."Suasana hati Tuan kurang baik," kata Sri.Dian menganggukkan kepalanya. Dia tahu bahwa Sri menyayanginya dan pasti akan membantunya mengamati suasana terlebih dahulu."Aku tahu. Hari ini ada lauk yang aku sukai, nggak?" tanya Dian sambil tersenyum untuk mencairkan suasana ini.Sri pun menjawab, "Kalau kamu pulang, Bibi mana pernah nggak memasakkan masakan kesukaanmu?""Bibi ingin sekali melihatmu pulang tiap hari agar keterampilan Bibi nggak sia-sia."Kedua orang ini berbincang-bincang dengan suara rendah, tetapi percakapan mereka masih saja didengar oleh orang lain."Berani sekali kamu menanyakan lauk hari ini. Kamu nggak malu, ya?"Ririn berdiri di lantai atas dengan tangan tersilang, sikapnya sangat sombong. Tatapannya terhadap Dian juga penuh akan penghinaan, seakan-akan dia sedang melihat sampah
"Siapa yang asal bicara?! Bukankah semuanya sudah jelas?""Semua orang juga sudah mengatakannya, kenapa aku nggak bisa bilang? Lagi pula, ini akibat perbuatanmu sendiri.""Kalau ibumu masih di sini, aku memang nggak bisa asal bicara tentang hal ini. Tapi, siapa suruh dia mati secepat itu?""Sekarang, ibuku yang akan mencarikan orang yang bersedia untuk menikahimu. Kamu nggak punya ibu, jadi kamu mungkin nggak mengerti. Menyedihkan sekali."Ririn merasa sangat bangga karena Dian tidak akan pernah menang darinya dalam hal ini.Tak disangka, ekspresi Dian tiba-tiba berubah. Air mata mengalir dari sudut matanya. Biasanya, dia adalah orang yang tidak memiliki perubahan perasaan yang terlalu besar. Begitu dia menangis, matanya langsung memerah, membuatnya benar-benar terlihat menyedihkan.Saat Ririn sedang mengernyit sambil memikirkan apa yang sedang Dian lakukan, terdengar suara seorang pria dari lantai atas."Ririn, ini sikapmu berbicara dengan Dian?"Ririn seketika merinding. Saat dia men
Lesti sudah berada di sisi Fabian untuk sangat lama, jadi dia sudah mengetahui sifat pria ini dengan sangat jelas. Begitu Lesti menangis, pria ini pun mulai merasa ragu.Namun, sebelum Fabian bisa bersuara, Dian menatap ayahnya dengan matanya yang berkaca-kaca sambil membujuk ayahnya."Ayah, aku tahu Ririn masih kecil dan dia hanya asal bicara. Tapi, aku yakin kalau bukan karena ajaran orang tua, dia nggak akan mengucapkan kata-kata seperti ini.""Aku juga tahu, seiring dengan berjalannya waktu, sekarang, kalian barulah keluarga yang sesungguhnya. Tapi, ibuku juga pernah tinggal di sini. Atas dasar apa aku harus dihina anak yang nggak beribu oleh orang lain seperti ini? Ayah ...."Dian berpura-pura menangis dengan makin sedih, hingga akhirnya dia benar-benar menangis.Dian merasa bahwa jiwa dan tubuhnya terbagi menjadi dua bagian. Jiwanya sedang menyaksikan pertunjukan ini di luar tubuhnya dengan perasaan aneh dan sinis.Namun, dia tidak bisa tidak bersandiwara seperti ini di hadapan a
"Ternyata dia bersandiwara untuk Ayah. Hebat sekali, ya.""Setelah hidup di luar selama setahun, dia makin pandai pura-pura. Entah pria mana yang mau dia goda dengan trik seperti ini," kata Ririn.Lesti memijat wajahnya dengan alat pijat batu giok sambil berkata, "Untuk apa kamu peduli siapa yang mau dia goda? Intinya, tenang saja, Ibu akan mencarikan orang yang baik untuknya."Ibu dan anak ini saling bertatapan, lalu sama-sama tertawa. "Ibuku yang baik, Ibu harus mengaturkan hal ini dengan baik, ya, jangan sampai ketahuan sama Ayah," kata Ririn."Tentu saja. Bagaimanapun, aku adalah seorang ibu tiri yang sangat baik hati. Mana mungkin aku akan melakukan sesuatu yang dikritik orang lain?" kata Lesti.Ririn pun berkata, "Karena Ibu beraksi, aku merasa tenang."Pada saat ini, Fabian berkata, "Sudahlah, orangnya juga sudah pergi, kenapa kamu masih berdiri diam di sana?"Fabian duduk di sofa sambil menepuk-nepuk lututnya, lalu menyuruh putrinya untuk duduk di sisinya.Namun, Dian tidak ber
Dian mengernyit dan berkata, "Aku nggak mau menikahi pria yang mencurigai kesucianku hanya karena berita seperti ini.""Lagi pula, sekarang sudah abad ke-21. Semua orang juga setidaknya sudah punya pengalaman. Hanya pria-pria kolot yang baru akan memperhitungkan hal-hal seperti ini! Ayah, jangan-jangan Ayah juga termasuk pria kolot, ya?"Fabian pun berkata, "Apa katamu?""Memangnya punya mantan pacar sama dengan dinodai oleh seorang gelandangan?""Biar kuperingatkan kamu, cepat urus masalah ini. Kalau nggak, nggak usah jadi wartawan lagi!"Dian seketika berseru, "Ayah!"Namun, Fabian melambaikan tangannya sebagai tanda bahwa dia sudah mengambil keputusan.Dia merasa bahwa dia terlalu menuruti kemauan putrinya ini. Siapa sangka, Dian malah tidak memedulikan nama baiknya sendiri.Dian bisa memiliki kebebasan, tetapi dia tetap harus memedulikan masa depannya sendiri.Fabian melihat putrinya yang tingginya sudah mencapai dagunya. Dia benar-benar mengkhawatirkan masa depan gadis ini.Sekara
Dian langsung mengambil tasnya dan meninggalkan rumah ini. Sejak dia tumbuh dewasa, dia selalu membawa tasnya ke sana kemari, seakan-akan dia hanyalah seorang tamu.Fabian masih ingin mengucapkan banyak hal. Namun, melihat Dian yang pergi dengan begitu tegas, dia tidak bisa mengucapkan apa pun.Dia ingin mengatakan bahwa dia memahami sifat putrinya. Jika benar-benar terjadi masalah, putrinya tidak mungkin bisa berdiri di hadapannya dengan setenang ini.Dia ingin mengatakan bahwa dia tidak menanyakan apa pun karena dia sudah mengerti.Tadi, saat dia muncul di lantai dua, dia sudah mengamati putrinya dengan saksama.Jika putrinya bisa berdiri dengan baik di tempat ini, artinya putrinya baik-baik saja. Namun, bagi Dian, hal-hal ini tampak seperti ketidakpedulian ayahnya.Fabian membuang napas. Tanpa disadari, dia menyentuh cincin giok di jari manisnya.Cincin ini adalah peninggalan Nadin Cheris, ibunya Dian.Selama bertahun-tahun, Fabian hanya pernah memakai cincin ini di jari tangannya.
"Aku harus berterima kasih pada kamu dan temanmu. Kalau bukan berkat kalian, entah di mana aku sekarang berada ..." kata Nando sambil menggosok tangannya dengan malu.Dari dulu, jika ada orang yang bersedia untuk membantunya, dia mungkin sudah lama meninggalkan tempat itu.Dian tersenyum sambil berkata, "Masih bisa ke mana, paling-paling masih di sana."Nando menggaruk belakang kepalanya dan berkata, "Hehe, ucapanmu benar, tapi aku tetap harus berterima kasih pada kalian."Dian menganggukkan kepalanya dan berkata, "Aku juga harus berterima kasih atas kepercayaanmu. Sudahlah, aku datang untuk melihatmu. Karena kamu bisa menyesuaikan diri secepat ini, aku pergi dulu, deh, aku masih punya banyak pekerjaan."Nando mengikuti langkah Dian, lalu ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku tahu, menyelidiki tentang masalah itu sangat susah. Tapi, aku mau bilang, sekarang aku juga sudah hidup dengan baik .... Kamu nggak usah terburu-buru, selesaikan saja sesuai lajumu."Dian memahami maksu
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen