Begitu mobil Marlon melaju pergi, sebuah mobil hitam berhenti di tempatnya tadi.Justin buru-buru turun dari kursi belakang dan berlari ke depan pria tampan berjas abu-abu, lalu bertanya dengan waswas."Kak, bagaimana? Kakek sudah ketemu?"Pria itu baru saja membujuk kakeknya untuk masuk ke mobil. Melihat adiknya terengah-engah, dia melirik Justin sekilas dan bertanya balik, "Dari mana kamu?"Di depan Jason, Justin sama sekali tidak berani bersikap ugal-ugalan seperti biasanya. Dia menundukkan kepalanya dengan patuh, seperti tikus yang takut pada kucing."Kak ... aku dari Manor Sinar Rembulan ...."Tatapan Jason menjadi tegas. "Sudah mau mulai sekolah, kamu masih main sembarangan di luar? Sudah tahun ke-3 kamu mengulang SMA. Kamu nggak mau melengser dari julukan pangeran SMA Angsana?"Justin merasa sangat malu karena disindir kakaknya.Justin dijuluki pangeran oleh siswi-siswi karena tampan.Namun, dia harus duduk di bangku SMA lagi karena tidak lolos ujian nasional. Jadi, dia menjadi
Di Tepi Kahyangan.Perumahan dengan pemandangan sungai di pusat Kota Marila, hanya ada satu unit per lantai dan harganya sangat mahal.Di lantai 28 gedung 8.Begitu masuk ke rumah, Pamela langsung berbaring di sofa. Saking lelah dan mengantuknya, dia tidak ingin bergerak lagi.Seekor kucing gemuk berwarna putih melompat ke badannya dan merengek minta digendong.Pamela akhirnya duduk dengan malas-malasan dan menggendong kucing gemuk itu.Namanya Mimi, ia dipungut oleh Marlon di pedesaan ketika masih kecil. Tahun ini, Mimi sudah berusia 8 tahun.Mimi tampak gemuk, seperti kucing mahal yang dipelihara dengan baik dari kecil. Sebenarnya, Mimi dari dulu hanya makan makanan sisa dari mereka bertiga dan tinggal bersama mereka di ruang bawah tanah yang gelap dan sempit. Setelah bertahun-tahun, barulah ada lingkungan hidup yang tenteram seperti sekarang, serta makanan kucing lezat yang tak ada habisnya.Ariel sedang memanaskan susu di dapur terbuka. Dia menoleh ke arah ruang tamu dan bertanya,
Sepertinya Pamela sedang jengkel hari ini.Menyadari dirinya sembarangan berbicara dan membuat Pamela marah, Marlon segera mendekat untuk meminta maaf, "Bos, maafkan aku. Nggak akan kuulangi lagi ...."Pamela hanya merasa jengkel, tetapi bukan jengkel pada Marlon. Dia memutar matanya dengan tak berdaya, lalu berkata, "Sudah, jangan sok kasihan! Akhir-akhir ini, apa ada karya Berenice yang dipasarkan?"Marlon menjawab dengan serius, "Nggak ada. Semua karya lukis yang dipasarkan akhir-akhir ini adalah karya pelukis luar negeri. Jarang ada karya pelukis dalam negeri."Pamela memicingkan matanya dan tatapannya menjadi suram. "Ya, bantu aku pantau terus.""Baik, Bos!"Sejak tahu dirinya bukan anak kandung Darius, Pamela makin tidak sabar ingin menemukan petunjuk tentang ibunya.Pamela ingin tahu siapa dirinya.Siapa ayah kandungnya? Mengapa pria itu meninggalkan dia dan ibu?Mengapa ibu meninggalkannya di rumah sakit dan tidak pernah kembali? Mengapa ibu menyuruh pria yang tidak memiliki ik
Ariel sibuk mengambil gelas susu yang ada di tangan Pamela dan meletakkannya di samping. Setelah itu, dia pun mengambil selembar tisu dan menyerahkannya kepada Pamela. Ariel juga membantu memijat punggung Pamela dengan lembut.Setelah batuk sejenak, napas Pamela akhirnya menjadi lebih stabil. Wanita itu pun berkata, "Ariel, benar sekali yang kamu katakan. Hari ini suasana hatiku memang lagi nggak bagus."Ariel mengangguk, lalu mengikuti alur pembicaraannya. "Benar! Kenapa suasana hati Bos bisa jadi buruk?"Begitu membahasnya, mata Pamela tiba-tiba saja seperti ada kobaran apinya ketika berkata, "Karena Paman telah melakukan hal yang sangat aneh. Padahal hari ini semuanya baik-baik saja. Dia malah menyuruhku ke sana untuk menyaksikan pertemuan kembali mereka. Dia nggak peduli bagaimana situasi yang sesungguhnya, lalu kenyataannya aku masih adalah istri sahnya. Mau taruh di mana mukaku ini?"Ariel pun cemberut dan berkata, "Kalau seperti ini ... memang agak keterlaluan."Pamela mengerutk
Ariel pun mengangkat pundaknya dengan santai. Kekurangan kecilnya itu bukan hal yang penting. Dia tidak ingin bosnya mengkhawatirkannya.Jadi, wanita itu pun tidak menggubris Pamela dan melanjutkan topik sebelumnya, "Oh, ya! Bos, Marlon juga memiliki penampilan yang lumayan. Dia adalah berondong yang memiliki tinggi 180 cm lebih dengan pundak yang lebar serta pinggang yang kecil. Dia juga memiliki otot perut. Apa menurutmu dia juga seksi?"Pamela, "..."Tidak sama sekali!Meskipun Marlon adalah tipe pria yang bisa membuat banyak wanita jatuh cinta kepadanya, di mata Pamela, Marlon tetap sama dengan Marlon yang masih kecil. Dia adalah pria bodoh yang tidak pernah bisa bersikap serius.Ariel pun meremas pundak Pamela dan berkata, "Bos, di sinilah letak perbedaannya. Bukan semua lelaki tampan bisa membuatmu merasa mereka seksi, bukan? Kesimpulannya, kamu sudah memiliki perasaan untuknya."Apa maksud Ariel?Apa Ariel mengatakan bahwa dirinya memiliki perasaan untuk Paman?Pamela langsung m
Kalana memiliki postur yang sedikit lebih pendek jika dibandingkan dengan Pamela. Wanita itu memiliki kulit yang sangat putih seolah-olah dia itu sedang sakit.Alis matanya terlihat sangat halus, lembut dan penuh perasaan seperti lukisan realitas barat yang terkenal. Di antara alisnya terdapat sebuah tahi lalat kecil.Wanita itu juga memiliki mata yang bundar dengan sudut mata menukik ke bawah dan terkesan seperti rusa riang yang sama sekali tidak peduli dengan dunia.Kalana sangat cantik dan kecantikannya termasuk kecantikan yang tidak mengancam. Penampilan Kalana membuat orang-orang tidak sadar jadi ingin melindunginya ketika melihatnya.Hanya saja, wanita ini memakai piama dan turun membuka pintu tanpa memakai alas kaki.Kelihatannya, semalam dia sudah bermalam di tempat ini.Begitu menyadari hal tersebut, Pamela pun mengangkat sudut bibirnya dengan sinis.Untung saja semalam Pamela juga tidak pulang. Kalau tidak, situasinya tentu akan sangat canggung.Pamela lantas mengejek bahwa P
Mata Kalana yang bundar terus memperhatikannya. Wanita itu melangkah mendekatinya dan berkata, "Rupanya kamu adalah Pamela."Pamela mengangguk dan membalas, "Benar! Aku adalah Pamela."'Ada apa? Mau berkelahi?'Kalana berjalan mendekati Pamela. Wanita itu tiba-tiba saja menarik tangan Pamela seolah-olah mereka sangat dekat. Wajahnya terlihat penuh permintaan maaf ketika berkata, "Maaf, aku nggak tahu kamu adalah Pamela. Aku kira kamu adalah tamu ...."Pamela tidak terlalu terbiasa memiliki kontak fisik dengan orang yang baru pertama kali ditemuinya. Wanita itu pun menarik kembali tangannya dengan tenang dan tersenyum datar sambil membalas, "Nggak masalah. Kita nggak pernah berjumpa. Wajar kalau kamu nggak mengenaliku."Kalana sepertinya sama sekali tidak keberatan dengan tindakan Pamela yang menarik tangannya. Wanita itu tersenyum gembira dan berkata, "Pamela ketika aku berada di luar negeri, aku sering mendengar Agam mengungkit dirimu."Pamela langsung mengangkat alisnya dan berkata,
Kalana menarik kerah baju pria itu, lalu berkata dengan lembut, "Agam, aku dan Pamela sudah saling mengenal. Dia ternyata sama seperti perkataanmu. Pamela adalah wanita yang sangat baik. Aku juga sangat menyukainya."Agam menarik tatapannya dari Pamela dan berhenti memperhatikan Kalana. Pria itu pun berkata dengan lirih, "Pergi dan gantilah bajumu! Aku akan menyuruh Ervin untuk mengantarkanmu pulang. Keluargamu sudah mengkhawatirkanmu."Kalana sepertinya tidak rela. Akan tetapi, dia tetap mengangguk dengan patuh dan berkata, "Baiklah! Kalau begitu aku pulang dulu."Pria itu pun menyahut datar dan kembali mengangkat wajahnya. Wajahnya cemberut ketika menemukan bahwa Pamela yang tadinya masih berdiri di sana sudah menghilang.Ketika Agam berbicara dengan Kalana, Pamela langsung berbalik dan naik ke lantai atas, lalu pergi ke kamarnya. Menjadi orang ketiga bukan hal yang menarik....Begitu masuk ke dalam kamarnya, Pamela bisa merasakan bahwa ada yang sudah menyentuh barang-barang di dala
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen