Selain itu, Quenne juga tahu bahwa orang-orang itu mungkin adalah putri dan menantunya.Quenne menatap Silvia dengan tidak berdaya dan juga malu, lalu berkata, "Silvia, maaf, ya. Aku kira-kira sudah menebak apa yang terjadi. Tapi, aku sepertinya nggak bisa membantumu .... Aku ...."Silvia menepuk-nepuk tangan sahabatnya dan berkata, "Jangan ucapkan kata-kata seperti ini. Aku memahami perasaanmu. Kalau aku jadi kamu, aku juga akan melakukan hal yang sama denganmu."Mata Quenne berkaca-kaca. Dia benar-benar merasa bersalah. Selama beberapa tahun terakhir, saat dia merantau di luar negeri, Silvia selalu membantunya. Namun, sekarang, saat keluarga Silvia terkena masalah, dia malah tidak bisa melakukan apa pun ....Dia mengasihani Silvia, juga mengasihani putrinya sendiri.Dulu, karena dia membuat pilihan yang salah dan menyerahkan putrinya pada orang yang salah, putrinya mengalami banyak penderitaan.Setelah tumbuh besar dengan susah payah dan bertemu dengan pria yang dia cintai, hubungan
Quenne juga tidak tahu apa lagi yang harus dia katakan. Dia hanya bisa menatap sahabatnya dengan sedih, sekaligus berterima kasih atas pengertian sahabatnya .......Di luar ruang rawat, Pamela dan Agam mendengar percakapan di dalam ruangan melalui celah pintu yang tidak tertutup rapat. Mereka pun saling bertatapan.Mereka pun mendapatkan kepercayaan dan apresiasi terhadap karakter Silvia.'Untung saja Ibu bisa berteman baik dengan Bibi Silvia, wanita itu benar-benar sangat bijak,' pikir Pamela.Pada saat ini, ponsel dalam kantong Pamela tiba-tiba bergetar, ada panggilan masuk dari Frida!Pamela menyodorkan ponselnya untuk dilihat Agam. Setelah melihatnya sekilas, Agam berkata, "Terima saja!"Frida mungkin merasa khawatir karena mereka masih saja belum pulang semalam ini, jadi Frida menghubungi Pamela untuk menanyakan mereka di mana.Pamela menerima panggilan itu dan hendak memberi tahu Frida bahwa mereka tidak akan pulang malam ini. Namun, sebelum dia sempat mengatakan sepatah kata pu
Olivia juga berlari masuk dari belakang. Dia melihat hanya ada tiga anak di ruang tamu, tidak ada Revan. Kemudian, melihat reaksi semua orang di ruang tamu, dia memahami situasinya. "Nenek? Apa yang sebenarnya terjadi? Revan baik-baik saja di rumah, kenapa dia bisa dibawa pergi oleh orang lain?! Jangan-jangan Nenek membawa mereka ke luar, ya?" tanya Olivia.Sambil terisak tangis, Frida menjawab, "Nggak, aku nggak membawa mereka ke luar! Aku sudah tua, tenagaku sudah terbatas, aku juga nggak berani membawa mereka ke luar! Tadi, setelah makan malam, saat aku dan kakekmu membawa anak-anak ke halaman, seorang penjual balon yang bercahaya lewat di luar ....""Anak-anak menginginkan balon itu, jadi mereka meminta kami untuk membelinya! Aku dan kakekmu pun menyuruh pengurus rumah untuk membelikan balon itu untuk mereka, tapi anak-anak ini memaksa untuk ikut pergi memilih balon. Saat pengurus rumah kita membayar, pria penjual balon itu tiba-tiba membuang semua balon di tangannya dan membawa Re
Suasana hati Pamela sangat kacau, dia sudah benar-benar panik. Hingga saat dia melihat Agam menyalakan komputer, dia baru tiba-tiba mendapatkan kembali ketenangan dan akal sehatnya!'Benar! Dengan komputer, kita mungkin bisa menemukan lokasi nomor telepon yang menghubungi kita tadi!'Begitu Pamela menyadari hal ini, dia langsung pergi mendorong Agam dari tempat duduknya dan berkata, "Kamu berdiri dulu, biar aku pakai sebentar komputermu!"Agam menoleh dan menatap wanita ini dengan tatapan cemas. "Jangan gerak, kamu lihat saja di samping, serahkan saja padaku!"Pamela tidak mengetahui bahwa Agam juga memiliki kemampuan itu. Saat dia baru saja ingin memberi tahu pria ini bahwa dia bisa meretas ke dalam sistem operasi itu, dia melihat Agam memasuki jaringan rahasia dan masuk ke akunnya Aquila.Aquila?!Pria ini Aquila?!Pamela benar-benar terkejut. Namun, sekarang, mereka tidak punya banyak waktu. Setelah mengetahui bahwa Agam adalah Aquila, dia menjadi tenang. Dia pun berdiri di satu sis
Mendengar pertanyaan ini, Revan awalnya terkejut, lalu dia memandang ke arah datangnya suara ....Seorang pria yang duduk di samping api unggun sedang tersenyum sambil menatapnya. Hanya saja, senyuman ini sama sekali tidak terlihat ramah, melainkan sangat menakutkan!Setelah sekitar belasan detik, Revan baru teringat akan sesuatu. "Kamu ... kamu paman penjual balon!" seru Revan.Pria ini berusia sekitar 40-an tahun, dia berjanggut dan berpakaian kotor. Penampilannya agak berbeda, sehingga Revan bisa mengenalinya.Revan masih ingat, sebelumnya, pria ini pernah mengucapkan banyak hal padanya melalui pintu belakang di taman bunga rumah mereka ...."Oh! Kamu mengingatku, ya! Tapi, sayangnya, sekarang, Paman nggak punya balon yang bisa dijual padamu!" kata pria itu.Revan merasakan bahaya, jadi dia meringkuk di sudut kandang anjing ini dan bertanya, "Kenapa ... kenapa kamu mau membawaku ke sini? Apa yang mau kamu lakukan?"Melihat anak ini ketakutan, pria itu merasa makin lucu. "Jangan taku
Melihat anak di dalam kandang anjing ini tidak menghiraukan dirinya, Kalana berhenti tersenyum dan berkata dengan tidak sabar, "Kuhitung sampai tiga. Kalau kamu masih saja nggak mengangkat kepalamu, aku akan marah! Satu, dua ...."Sebelum dia bisa menyebut angka tiga, Revan memaksa dirinya untuk mengangkat kepalanya dan melihat Kalana.Wanita ini adalah mimpi buruknya. Dulu, begitu wanita ini merasa kesal, dia selalu melampiaskan amarahnya pada Revan. Pada saat itu, Revan memang masih sangat kecil dan ada banyak sekali hal yang tidak lagi dia ingat dengan jelas. Namun, tubuhnya langsung menunjukkan reaksi ketakutan.Dia sangat takut pada wanita ini ....Melihat anak ini mengangkat kepalanya dengan patuh, ekspresi Kalana yang gelap baru sedikit membaik. Dia tersenyum lagi dengan ramah dan mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Revan. "Benar! Begini dong baru patuh! Ini baru anak Ibu yang baik!" kata Kalana.Hanya dengan sentuhan fisik ini saja, Revan sudah langsung bergetar ketakut
Meskipun begitu, memanggil wanita ini dengan panggilan "Ibu" tetap saja membuat Revan merasa tidak nyaman.Karena Revan akhirnya menjadi penurut dan tidak begitu takut pada dirinya lagi, Kalana tersenyum dengan lebih tulus dan berseru, "Tentu saja boleh! Tapi, sebelum Ibu melepaskanmu, kamu harus menjawab beberapa pertanyaan Ibu! Kalau kamu menjawab dengan baik, Ibu akan melepaskanmu. Oke?"Revan menganggukkan kepalanya dengan patuh dan menjawab, "Oke!"Kalana pun tersenyum dan mulai bertanya, "Revan, coba Ibu tanya, bagaimana hidupmu selama ini di Kediaman Dirgantara?"Setelah berpikir sejenak, Revan menjawab, "Emm ... baik ...."Mendengar jawaban ini, tatapan Kalana seketika tampak kesal. "Apa maksudmu baik?! Jawab dengan lebih jelas!" seru Kalana.Dari reaksi Kalana, Revan menebak jawaban yang ingin Kalana dengar. Oleh karena itu, Revan menjawab, "Baik ... maksudku biasa-biasa saja .... Aku bisa makan dan minum di Kediaman Dirgantara, tapi nggak bisa dibandingkan dengan anak kandung
Revan berteriak kesakitan, "Ahhh!"Kalana menjambak rambutnya Revan dengan lebih kuat daripada sebelumnya. "Revan sudah besar, ya, sudah bisa berbohong pada Ibu! Anak nakal!"Revan merinding ketakutan, sekujur tubuhnya juga berkeringat dingin. "Nggak, nggak ...."Kalana menengadah sambil tertawa, lalu berkata, "Nggak? Kamu masih berani bilang nggak? Kamu kira aku nggak tahu apa yang terjadi selama ini di Kediaman Dirgantara? Agam sama sekali nggak berada di rumah, dia melarikan diri dengan wanita lain! Pamela si wanita jalang itu kira kalau dia merebut Agam dariku, dia bisa hidup bahagia dengan Agam? Apa hasilnya?! Dia tetap saja menjaga Kediaman Dirgantara sendirian selama bertahun-tahun! Hahahahaha .... Kualat dia!"Revan hanya merasa bahwa rambutnya seperti akan rontok dijambak wanita ini, bahkan kulit kepalanya sudah mati rasa. "Aku ... sakit sekali ...."Namun, Kalana sama sekali tidak mengasihani anak ini. Dia malah menjambak rambut Revan dengan makin kuat. "Biarkan saja! Ini huk
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen