Wulan bersandar di pelukan Darius sambil batuk-batuk. Kemudian, dia berkata, "Aku nggak bersalah, jadi aku nggak takut pada pemeriksaan apa pun! Darius, ayo pergi. Kita pergi tes DNA sekarang juga. Kalau hari ini kebenarannya nggak terungkapkan, nggak ada gunanya aku terus hidup ...."Sebelum Wulan menyelesaikan ucapannya, matanya sudah terpejam setengah, dia terlihat kesakitan dan seolah-olah akan jatuh pingsan ...."Ibu! Ibu, ada apa?!" teriak Jovita.Jovita menerjang dan berlutut di samping Wulan sambil mengguncang-guncang tubuh ibunya dengan cemas. "Ibu, jangan takuti aku! Jangan tinggalkan aku! Huhuhu ...."Darius juga mulai panik. "Wulan! Wulan, cepat bangun ...."Wulan langsung memejamkan matanya dan berpura-pura kehilangan kesadaran.Jovita sebenarnya tahu bahwa Wulan sedang bersandiwara, jadi dia sama sekali tidak khawatir. Namun, untuk membantu sandiwara ibunya, dia juga berpura-pura menangis dan berkata dengan penuh kebencian, "Ayah, situasinya sudah sampai seperti ini, tapi
"Pamela, awalnya, hari ini adalah hari yang baik! Kalau kamu nggak pulang, sekarang, kami sekeluarga seharusnya sedang sarapan dengan senang di rumah! Tapi, begitu kamu pulang, kamu langsung membuat kita semua pergi ke rumah sakit, sehingga ibuku harus diopname dan diinfus! Coba katakan, apa yang sebenarnya kamu inginkan?!" seru Jovita.Pamela berkata dengan tenang, "Seingatku, tadi kata dokter Tante Wulan hanya terkena luka ringan dan nggak perlu diopname. Bukankah kalian yang bersikeras mau tinggal di rumah sakit?"Jovita menggertakkan giginya dengan penuh amarah dan menunjuk Pamela sambil berkata, "Kamu masih saja berdalih ....""Jangan berisik! Sekarang, Wulan perlu istirahat!" Darius menoleh dan memelototi Pamela dengan tatapan marah sambil berkata, "Pamela, kalau nggak ada urusan lain lagi, pergi saja! Jangan membuat Tante Wulan marah hingga sakit lagi karena melihatmu!"Mendengar ayahnya membela dirinya dan mengusir Pamela, Jovita seketika tersenyum dengan bangga.Jika Pamela in
Pamela menatap Wulan dan mengernyit sambil bertanya, "Tante Wulan yakin?"Wulan tersenyum dengan sombong dan berkata, "Jovita adalah anakku yang kulahirkan sendiri, mana mungkin aku nggak tahu siapa ayahnya? Pamela, kalau kamu ingin menyerangku dengan cara ini, kamu benar-benar sudah salah karena Jovita 100% darah dagingku dan Darius! Hahaha ...."Pamela mengernyit, seakan-akan dia merasa frustrasi. "Nggak mungkin, deh? Mana mungkin Rudi bersedia mengangkat anak yang kamu lahirkan dengan pria lain sebagai anak angkatnya?"Mendengar nama Rudi, mata Wulan berkilau. Kemudian, dia memelototi Pamela dengan tatapan menghina dan berkata, "Wanita jalang sepertimu nggak layak untuk mengetahui alasannya! Intinya, nanti kalau hasil tes DNA-nya sudah keluar, kamu akan dihujat ayahmu! Sedangkan aku dan Jovita akan makin disayang dan dikasihani oleh ayahmu!"Brak!Pada saat ini, pintu ruang rawat ini tiba-tiba dibuka dengan kasar dan Rudi berjalan masuk dengan wajah marah. "Wulan, ternyata kamu berb
"Ayah, hari ini, ada kesalahpahaman di keluarga kami. Jadi, sekarang, suasana hati ayahku kurang baik, sehingga sikapnya juga kurang baik .... Jangan dianggap serius, ya!" kata Jovita.Mendengar ucapan Jovita, Rudi menghentikan langkahnya dan menatap Jovita dengan tatapan menghina. Rudi sudah tidak lagi memiliki rasa sayang seperti sebelumnya terhadap Jovita. Dia berkata dengan dingin, "Nona Jovita, kamu berpikir terlalu jauh. Mana mungkin aku mendendam pada ayahmu? Sebaiknya kamu cepat kembali dan temani orang tuamu. Ke depannya, jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi!"Mendengar ucapan Rudi, Jovita merasa terpukul. "Ayah nggak menginginkanku lagi, ya?" tanya Jovita.Dengan ekspresi dingin, Rudi menjawab, "Lagi pula, kita memang sama sekali nggak berhubungan, 'kan? Jadi, apa lagi yang perlu dibahas?! Silakan menyingkir, aku masih ada urusan lain!"Jovita berpikir bahwa dia sudah celaka, jadi dia bertanya dengan hati-hati, "Kalau begitu, peran utamaku ...."Rudi tersenyum secara pa
Clara, istrinya Rudi, berjalan menghampiri mereka dan melihat wajah Jovita yang penuh akan riasan. Dia langsung mengangkat tangannya dan menampar Jovita, lalu berkata, "Dasar anak haram yang nggak tahu malu! Kenapa kamu menarik suamiku?!"Jovita pun tidak berani bersikap sombong dan sok hebat seperti biasanya. Dia memegang pipinya dengan ekspresi bersalah dan berkata, "Aku ... aku ...."Orang lewat yang mendengar kerusuhan ini pun datang menonton keramaian ....Rudi takut dikenal orang lain, sehingga hal ini tersebar. Dia pun bergegas pergi menarik istrinya sambil berkata, "Ini rumah sakit, ada orang di mana-mana! Sayang, ayo kita bicarakan di rumah!"Namun, Clara malah menepis tangan Rudi dan berkata, "Kamu macam-macam di luar juga nggak takut malu! Untuk apa aku takut malu?!""Sayangku, kumohon ..." kata Rudi."Rudi, jangan lupa. Dulu, saat kita menikah, kita membuat perjanjian pranikah! Dalam perjanjian itu, ditetapkan bahwa kalau kamu ketahuan berselingkuh, kamu harus keluar dari r
Wulan tahu bahwa istrinya Rudi memiliki latar belakang keluarga yang kuat dan tidak bisa disinggung dengan mudah. Jika Clara benar-benar mengira bahwa Jovita adalah putrinya Rudi, masa depan Jovita akan hancur!Sambil memikirkan hal ini, Wulan hanya bisa berkata dengan jujur, "Maaf, saya meminta seseorang untuk melakukannya. Saya hanya ingin mendapatkan lebih banyak pekerjaan untuk putri saya melalui Tuan Rudi! Sebenarnya, mereka benar-benar nggak memiliki hubungan darah sama sekali. Hasil tes DNA itu palsu. Kalau nggak percaya, Nyonya bisa pergi cari tahu ...."Dengan ekspresi penuh kebencian, Rudi yang berada di satu sisi berkata, "Wulan, kamu ...."Darius juga membelalakkan matanya dan berkata, "Wulan, kamu ...."Hampir secara bersamaan, kedua pria ini bersuara, mereka merasa muak dengan perilaku Wulan yang sangat tidak tahu malu!Wulan sepertinya tidak sedang berbohong, ucapannya juga masuk akal, jadi Clara mulai percaya.Melihat istrinya sudah agak tenang, Rudi bergegas membawa is
Jovita dan Wulan kembali ke ruang rawat Wulan dan mengambil barang mereka. Kedua orang ini bersiap-siap untuk bergegas pulang dan membujuk Darius.Begitu mereka memasuki ruang rawat itu, mereka melihat Pamela yang sedang duduk di kursi sambil tidur siang dengan sangat santai.Hal ini membuat Jovita dan Wulan yang memang sudah merasa terpukul naik darah!Jovita berjalan maju untuk mendorong Pamela. Namun, sayangnya, dia tidak berhasil, pergelangan tangannya malah ditahan oleh Pamela tepat waktu.Pamela memegang pergelangan tangan Jovita dan membuka matanya dengan lelah. "Kenapa Kakak mau diam-diam menyerangku?" tanya Pamela.Jovita menarik kembali tangannya dengan kesal dan bertanya dengan suara melengking, "Pamela, semuanya yang terjadi hari ini rencanamu, 'kan?!"Wulan juga berkata dengan penuh kebencian, "Benar, pasti semuanya perbuatanmu. Dasar wanita sialan!"Pamela memiringkan kepalanya dengan heran dan bertanya, "Maksudnya? Apa yang sudah kulakukan? Sampai hari ini, bukankah semu
Namun, kenyataannya sama sekali tidak seperti ucapan orang-orang di pencarian populer itu!Jovita merasa murka. Dulu, dialah yang menyogok orang lain untuk membuat seseorang masuk daftar hitam. Kali ini, malah giliran dia yang difitnah seperti ini, sehingga dia merasa sangat tidak berdaya ...."Tuan Marlon, kenyataannya nggak seperti berita itu! Tolong percaya pada saya ...." Jovita berusaha untuk menjelaskan dengan terburu-buru.Namun, Marlon tidak goyah. Dia berkata dengan serius, "Nona Jovita, sekarang, masalahnya, bukan aku percaya atau nggak, melainkan adalah apakah orang lain percaya atau nggak padamu! Kalau kamu nggak setuju untuk mengakhiri kontrak dengan damai, kita juga bisa melewati jalan hukum. Tapi, jangan salahkan aku kalau nanti kamu kalah dan harus bayar kompensasi mahal!"Jovita tentu saja tidak percaya diri. Bagaimana mungkin dia bisa menang dalam gugatan hukum melawan Perusahaan Vasant? Setelah berpikir sejenak, dia hanya bisa berkompromi dengan Marlon. "Baiklah, bia