Kemudian, dia membungkuk, menggendong Vani, lalu bertanya, "Vani, beri tahu ibu, apakah akhir-akhir ini kamu pernah mendengar sesuatu tentang Kak Revan di sekolah?"Vani tidak seperti Heri, dia sangat bijaksana dan memperhatikan banyak detail yang tidak biasa.Mendengar Ibu menanyakan hal ini, Vani jadi penasaran, "Bu, bagaimana kamu bisa tahu kalau akhir-akhir ini ada rumor tentang Kak Revan di sekolah?"Ternyata benar!Tebakan Pamela benar. Saat melihat rekaman pengawasan, terdengar bocah gendut itu menyebut Revan anak haram, juga mengatainya anak pungut dan seisi sekolah sudah mengetahuinya, Pamela merasa masalah tidak sesederhana itu.Heri dan Vani masih belum tahu soal Revan yang memukuli bocah gendut.Pamela menjawab, "Ibu juga baru mendengarnya. Vani, apa yang kamu dengar akhir-akhir ini? Beri tahu Ibu, jangan menyembunyikan detail apapun."Vani tanpa sadar menatap Heri yang berdiri di bawah, seolah ragu apakah harus mengatakannya ....Melihat putrinya ragu-ragu untuk berbicara,
Mendengar ucapan Vani, Pamela mengerutkan kening sambil berkata, "Jangan bicara sembarangan!"Vani mengerucutkan bibir kecilnya, dia tidak sembarangan bicara, tapi benar-benar merasa Revan sudah menjauh dari mereka ....Pamela melihat ke luar jendela, "Heri, Kak Revan ada di perosotan. Panggilkan dia, bilang Ibu akan membawa kalian ke taman hiburan," pintanya."Baik," jawab Heri.Begitu mendengar mereka akan pergi ke taman hiburan, Heri segera berlari mencari Revan ....Pamela mengikuti perlahan sambil menggendong Vani, dalam hati bertanya-tanya dari mana asal rumor itu....Heri naik ke pondok jamur di perosotan untuk menemukan Revan yang bersarang di dalam."Kak, Ibu datang menjemput kita, katanya mau ajak kita bermain ke taman hiburan! Ayo!"Revan mengangkat kepalanya, menatap Heri, lalu menggelengkan sambil berkata, "Aku nggak mau pergi, kalian pergi saja."Heri mengerutkan kening karena bingung, lalu berkata, "Kenapa nggak mau pergi? Kak, bukankah kamu paling suka bermain pesawat
Revan merasa agak terkejut. Dia mengangkat kepalanya dan menatap wajah ibunya yang lembut sambil berkata, "Aku ...."Pamela mengulurkan tangannya dan mengelus kepala anak ini sambil berkata, "Katakanlah. Kamu mau pergi ke taman hiburan atau mau pulang rumah? Atau mau pergi main ke tempat lain juga boleh! Hari ini, Ibu nggak punya kerjaan, jadi Ibu sengaja membawa kalian pergi main."Revan mengedipkan matanya dengan kebingungan, lalu berkata, "Ibu ... aku, aku sudah bersalah! Ibu nggak marah padaku, ya?"Dengan alis terangkat, Pamela bertanya, "Hah? Salah apa?"Revan tercengang. "Aku ... memukul orang ..." katanya.Pamela tersenyum dan berkata, "Ibu malah mau memujimu! Memukul orang jahat itu nggak termasuk perbuatan salah, apalagi memukul anak jahat! Ibu sudah melihat kejadiannya melalui rekaman kamera pengawas. Perbuatanmu benar! Kamu sangat berani, bisa membela temanmu! Bagus sekali!"Revan tidak berani memercayai kenyataan bahwa dia dipuji. Dengan matanya yang terbelalak dengan geli
Pamela tertawa dan berkata, "Baiklah! Ayo pergi ke taman hiburan. Hari ini, Ibu bisa membawa kalian bermain sampai malam hari. Kemudian, kita bisa menonton pertunjukan kembang api. Oke?""Oke!""Oke!""Oke!"Ketiga anak itu pun berseru dengan serentak.Kedua anak kecil di belakang juga mengesampingkan amarah mereka dan hanya fokus pada taman hiburan ....Revan mengelus perutnya untuk menyembunyikan suara yang keluar dari perutnya. Dia tidak ingin merusak suasana ini.Namun, suara ini tetap saja terdengar oleh Pamela yang memiliki pendengaran tajam. "Revan sudah lapar, ya? Kalau begitu, ayo pergi makan yang enak-enak sekarang!"Wajah Revan seketika memerah. Dia tersenyum dengan malu, tetapi juga merasa sangat senang.Heri dan Vani juga ikut bersorak!"Ibu, Ibu, kami juga sudah lapar! Aku mau makan pizza!""Aku mau makan burger sapi!"Pamela tidak menghiraukan keduanya, dia hanya bertanya pada Revan, "Kamu mau makan apa? Hari ini, kamu sudah melakukan hal baik. Ibu mau memberimu hadiah.
Sophia berpegangan pada rak sepatu di depan pintu untuk menyeimbangkan tubuhnya, lalu membuang napas dengan lega. Dia menunduk, ternyata dia menginjak sepotong pecahan dari ponsel.Ada banyak pecahan ponsel milik Theo yang berserak di lantai.'Ada apa ini?''Kenapa Ayah menghancurkan ponselnya?' Sophia merasakan firasat buruk dalam hatinya. Dia mengernyit dan melihat ke sofa di tengah ruang tamu. Theo sedang duduk di sofa sambil merokok dengan ekspresi masam.Sophia berjalan menghampiri ayahnya dan bertanya, "Ada apa, Ayah? Kenapa Ayah menghancurkan ponsel itu?"Theo melihat putrinya sekilas dan berkata, "Untuk apa kamu masih memanggilku dengan sebutan itu? Bukankah katamu kamu nggak memerlukanku lagi? Kalau begitu, jangan pedulikan aku!"Sophia tahu bahwa ayahnya hanya mengucapkan kata-kata ini karena dorongan amarahnya. Dia pun membuang napas dan duduk di sisi ayahnya sambil berkata, "Ayah, mana ada yang namanya dendam antara ayah dan anak seperti ini! Aku hanya nggak berharap Ayah i
Dengan ekspresi gelap, Theo berkata, "Sekarang, bukan Ayah yang nggak mau membiarkanmu pergi, tapi kamu juga dilarang untuk keluar negeri! Menurutku, sebaiknya kamu tinggal di sini dengan patuh dan mengikuti penyelidikan dengan ayahmu ini!"Sophia seketika terkejut. "Apa? Apa ... apa hubungannya denganku? Kenapa bahkan aku juga dilarang untuk keluar negeri?!"Theo mengisap rokoknya dan bertanya, "Kamu sudah lupa, ya? Tiga tahun yang lalu, kamu pulang negeri demi bocah itu. Kamu pernah mengurus beberapa perusahaan dalam negeri. Sebagian masalah perpajakan itu terjadi pada masa jabatanmu, jadi kamu juga harus diselidiki!"Sophia seketika mengernyit. 'Kenapa ... kenapa bisa begitu?!'Jika dia dilarang keluar negeri, bukankah artinya dia tidak bisa langsung membawa Alex meninggalkan tempat ini? Kalau begitu, ke depannya, jika Pamela datang merebut pria ini ....Firasat buruk dalam hati Sophia makin kuat. Secara bersamaan, dia juga mencurigai masalah yang tiba-tiba menimpa perusahaan ayahny
Alex terdiam. Dia memang bisa menghubungi wanita itu. Namun, sekarang, suasana hatinya kurang baik, jadi dia tidak ingin menghubungi Pamela.Dia sebenarnya juga melihat pesan yang dikirimkan Pamela padanya. Akan tetapi, karena Pamela hanya menanyakan ke mana dia pergi dan tidak menjelaskan mengapa Pamela bisa pergi melihat pemandangan dengan Andra, dia tidak membalas pesan tersebut.'Kenapa dia nggak menjelaskan apa pun padaku? Dia nggak takut aku salah paham, ya?''Jangan-jangan gadis busuk itu sama sekali nggak peduli aku salah paham atau nggak?'Makin dipikirkan, Alex merasa makin frustrasi!Tiga tahun, dia terjebak dengan wanita itu selama tiga tahun lamanya! Dia tidak bisa membayangkan selama tiga tahun ini, ada berapa banyak pria yang mendekati Pamela dengan niat tersembunyi!Sambil memikirkan hal ini, Alex tidak bisa mengendalikan emosinya.Pada saat ini, Kevin yang penuh pengertian menyodorkan ponsel Alex padanya sambil berkata, "Ayah jelas-jelas sangat memedulikan Ibu. Tanyaka
Kevin menganggukkan kepalanya. Dia tahu bahwa ibunya juga merasa serbasalah, jadi dia harus lebih pengertian.Pamela juga sangat menginginkan agar Kevin juga berada di sisinya. Namun, situasi sekarang tidak mengizinkan mereka untuk bersama. Dia tidak tega melihat Kevin bersedih melihat mereka bermain di luar, jadi dia berkata pada pria itu, "Sudahlah, di sini berisik sekali, jadi nggak kedengaran. Aku matikan, ya!"Kemudian, layar panggilan video di ponsel pria ini pun menghilang.Alex memelototi layar ponselnya sambil berpikir, 'Panggilanku dimatikan begitu saja? Dia bahkan sama sekali nggak bilang apakah dia pergi dengan Andra atau bukan!'Pada saat ini, Kevin menarik ujung bajunya Alex sambil berkata dengan suara berbisik, "Ayah, sepertinya Sophia sudah kembali!"Alex seketika tersadar. Dia duduk kembali di kursi rodanya dan menghapus semua histori panggilan di ponselnya.Saat Sophia memasuki ruangan, dia hanya melihat Alex yang sedang mencari pakaian ganti untuk Kevin di lemari baj
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen