Mendengar ucapan Alex, Sophia berpikir sejenak, lalu berkata, "Emm ... baiklah kalau begitu! Aku akan membiarkan Ayah mengirimkan orang untuk mengantarkan kamu dan Kevin pulang ke Negara Muriana. Begitu masalah di sini selesai, aku akan langsung pulang untuk mencari kalian."Jika bukan karena khawatir Pamela akan merebut Alex darinya, Sophia tidak akan membiarkan Alex pergi dengan Kevin!Tidak ada yang lebih baik lagi daripada membiarkan Alex dan Kevin berada di bawah pengawasannya sendiri. Namun, sekarang, dia mungkin harus menerima penyelidikan karena masalah perpajakan itu, dia juga tidak punya waktu untuk mengawasi Alex dan Kevin, jadi dia khawatir ada masalah yang akan terjadi.Kalau dipikir-pikir, bagus juga jika Alex dan Kevin dibiarkan pulang ke Negara Muriana terlebih dahulu.Dia akan membiarkan bawahan ayahnya mengawasi Alex dan Kevin. Di Negara Muriana, tidak akan ada masalah yang terjadi lagi.Alex mengangguk dan berkata, "Tidurlah sebentar. Aku akan menunggu makanan hotel
Begitu mereka masuk rumah, Olivia langsung menghampiri mereka dengan terburu-buru dan berkata, "Kak Pamela, kenapa kalian baru pulang semalam ini?! Sungguh mengkhawatirkan!"Seusai berbicara, dia membungkukkan badannya dan mencium ketiga anak itu, lalu berkata, "Kalian sungguh membuat Bibi khawatir! Kalian pasti memaksa ibu kalian untuk membawa kalian pergi bermain, 'kan? Ibu kalian sudah bekerja seharian, harusnya kalian bisa lebih pengertian!"Vani berseru, "Bukan, Bibi! Hari ini, Ibu sendiri yang mau membawa kami ke taman hiburan!""Ya, Bibi! Hari ini, Ibu yang berinisiatif mau memberi hadiah untuk kami!" timpal Heri.Vani menjulingkan matanya pada Heri dan berkata, "Ibu hanya memberi hadiah untuk Kak Revan, kita berdua hanya ikut untung berkat Kak Revan!"Heri juga ikut menjulingkan matanya dan berseru, "Aku tahu! Kamu nggak usah berisik!"Vani mendengus dan tidak lagi menghiraukan kakaknya.Olivia sudah terbiasa dengan pertengkaran kedua anak kecil ini, jadi dia tidak merasa heran
Pamela tersenyum dan mencubit pipi Olivia sambil berkata, "Adik ipar yang baik, aku mengerti. Lain kali, kalau ada apa-apa, aku pasti akan meminta bantuanmu!"Olivia tahu Pamela sedang membohonginya dan tidak akan menghubunginya juga lain kali. Sifat terbaik kakak iparnya ini adalah mandiri dan kuat, tetapi sifat-sifat ini juga merupakan kekurangan terbesarnya, sehingga Olivia sangat mengasihaninya.Alangkah baiknya jika kakaknya bisa kembali. Hanya kakaknya yang bisa memanjakan Pamela, supaya Pamela bisa terbebas dari tanggung jawab yang tidak seharusnya dia tanggung sendiri."Aduh, Kak, menurutmu, apa yang sedang Kak Agam lakukan sekarang?" tanya Olivia dengan ekspresi cemas.Pamela memicingkan matanya dan menjawab, "Sudah semalam ini, dia seharusnya sudah tidur, deh!"Olivia mendengus dan berkata, "Bisa-bisanya dia tidur! Selama tiga tahun terakhir, dia sudah hidup senang, melemparkan semua bebannya pada Kak Pamela!""Sudahlah, cepat tidur! Aku harus memandikan ketiga anak itu. Oh y
Langit masih gelap.Di sebuah kompleks perumahan biasa di Kota Marila.Bam! Bam! Bam!Suara bel pintu, bercampur dengan suara gedoran pintu yang mendesak, membangunkan Silvia dan Sonya ....Sonya merasa kesal karena dibangunkan seperti ini. Dia mengucek matanya sambil bangkit dan berkata, "Siapa, sih, subuh-subuh begini, sudah datang mengetuk pintu?!"Silvia sudah turun dari ranjang dan pergi mencari baju ganti sambil berkata, "Sonya, tidur saja, biar Ibu lihat itu siapa!"Meskipun Sonya baru bangun tidur dan pikirannya masih belum jernih, kewaspadaannya tetap sangat kuat. Dia turun dari ranjang dan menahan ibunya yang hendak pergi membuka pintu."Ibu, ini bukan rumah kita. Teman Ibu juga sudah lama nggak tinggal di sini! Siapa yang akan subuh-subuh begini datang mengetuk pintu rumah orang lain?! Kita harus hati-hati, bisa saja itu orang jahat!" kata Sonya.Silvia melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Jam itu masih menunjukkan pukul empat subuh. Mengetuk pintu rumah orang lai
Sonya mengangguk dengan terus terang dan menjawab, "Bibi Quenne, kalau kamu datang mengetuk pintu jam segini, kamu seperti tiba-tiba pindah tempat dari Negara Muriana ke hadapan kami. Siapa pun akan terkejut!"Wanita ini tersenyum dengan malu, lalu berjongkok dan memeluk Sonya sambil berkata, "Maaf, maaf .... Bibi bukan sengaja .... Bibi melihat lukisan yang dikirimkan ibumu hari ini mirip sekali dengan putri Bibi, jadi Bibi langsung membeli tiket pesawat dan datang mencari kalian!"Sonya tercengang sesaat. Dia pun mengerti!Kakak cantik yang pernah menyelamatkan dia dan ibunya mungkin adalah putrinya Quenne yang dikira sudah meninggal!Pantas saja, tadi, saat Quenne menggedor pintu, pengawal yang diaturkan Theo untuk mengawal di depan pintu tidak melakukan apa pun karena mereka mengenali Quenne sebagai sahabat terbaik Silvia.Silvia menatap sahabatnya yang bergegas datang ke tempat ini dengan tidak berdaya dan membuang napas. Dia memindahkan koper Quenne ke dalam terlebih dahulu, lalu
'Kalau begitu, bagaimana putriku bertahan hidup sendirian selama ini?'Makin dipikirkan, Quenne merasa makin sedih, hingga bahkan bernapas pun terasa menyakitkan.Silvia menuangkan segelas air hangat untuk Quenne dan berkata, "Sudahlah, kamu pasti sudah lelah. Minumlah air ini dan istirahat. Nanti pagi, aku akan membawamu ke gadis bernama Pamela itu."Quenne menerima air hangat yang disodorkan sahabatnya dan menyesapnya seteguk sambil menahan perasaan rumit dalam hatinya ...."Oh ya, Silvia, bagaimana hubunganmu dengan suamimu? Kalian masih bertengkar?" tanya Quenne.Setelah menenangkan dirinya, Quenne juga mengkhawatirkan masalah hubungan sahabatnya.Mendengar sahabatnya mengungkit tentang suaminya yang menyebalkan itu, ekspresi Silvia menjadi cemas. "Aku nggak ingin membahas tentang dia," kata Silvia.Silvia memang tidur tidak nyenyak, lalu dibangunkan lagi oleh sahabatnya, sehingga kondisi Silvia kurang baik. Dia pun duduk di sisi putrinya.Quenne bisa melihat bagaimana Silvia sudah
Frida menatap Pamela dengan tatapan ramah dan berkata, "Nggak apa-apa! Nenek hanya datang melihatmu! Pamela, semalam, kamu membawa tiga anak ke taman hiburan, kamu pasti sangat lelah, 'kan?"Pamela menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Nggak, kok, mereka sangat patuh. Nenek, masuklah!"Frida menjulurkan kepalanya ke dalam kamar. Melihat ketiga anak yang masih terlelap di atas ranjang, dia menggeleng dan berkata, "Nenek nggak masuk lagi, deh! Biarkan saja mereka tidur lebih lama! Pamela, Nenek ingin meminta bantuanmu!"Dengan alis terangkat, Pamela bertanya, "Ada apa, Nenek?"Frida menjawab dengan serius, "Dua hari lagi, putri dari Keluarga Andonis akan menikah. Keluarga Andonis mengirimkan undangan. Tapi, setelah dipikir-pikir, kesehatan Nenek dan Kakek juga kurang baik, jadi kami nggak mau pergi merepotkan. Nanti, kamu saja yang bawakan amplop kami, ya! Adsila adalah keponakan yang paling disayang oleh Agam. Sekarang, Agam nggak di sini, jadi kamulah yang harus lebih repot menjaganya
Setelah mematikan panggilan ini, Adsila memonyongkan bibirnya sambil memelototi Marlon yang berbaring di sampingnya. Dia juga memukul pria ini dengan tangannya yang kecil."Semuanya salahmu! Kenapa kamu asal bicara dengan Bibi!" seru Adsila.Marlon mengulurkan tangannya dan menarik Adsila untuk mendekati dirinya sambil berkata, "Memangnya aku bilang apa? Hingga wajahmu semerah ini?"Adsila menjulingkan matanya dengan kesal sambil berseru, "Kamu sengaja mengucapkan kata-kata yang membuat Bibi salah paham! Nanti siang, bagaimana aku bisa menghadapi Bibi?!"Marlon tertawa dan berkata, "Sekarang, kita sudah berhubungan suami istri, kamu masih takut orang lain salah paham? Lagi pula, itu Bos, bukan orang lain!"Adsila meronta dalam pelukan pria ini dengan penuh amarah, dia ingin melepaskan dirinya dari pelukan ini. "Apa pun itu, biar kuperingatkan. Nanti siang, jangan asal bicara lagi pada Bibi. Mengerti?"Marlon berpura-pura ketakutan dan berkata, "Baik! Istriku, aku akan mematuhi ucapanmu
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen