"Kamu adalah seorang pria, tentu saja nilaimu nggak akan jatuh karena hal ini. Tapi, kalau kamu mencampakkan putriku, kelak ada kemungkinan riwayat pernikahannya ini terbongkar. Saat itu pula, dia akan menjadi bahan cemoohan suaminya dan keluarga suaminya kelak! Apa kamu tahu seberapa besar dampaknya hal ini terhadap kehidupan seorang wanita? Berani-beraninya kamu berbicara semudah itu!"Makin lama, Theo makin kesal. Dia mengangkat lengannya dan memberi isyarat kepada seorang anak buahnya yang berada di sampingnya. Setelah melihat isyarat tangan dari majikannya, anak buah Theo itu langsung menyerahkan sebuah tongkat pemukul bisbol profesional kepada majikannya, lalu berdiri kembali ke tempatnya.Theo menggenggam tongkat pemukul bisbol itu, lalu sengaja menggerak-gerakkannya. Dia berkata, "Sebagai seorang ayah, aku nggak akan mengizinkan siapa pun menindas putriku!""Kamu mengatakan kamu ingin memberi kompensasi kepada Sophia?""Oke! Sekarang aku beri kamu dua pilihan!""Pertama, lupaka
Theo berkata dengan nada kejam, "Jangan khawatir. Aku sudah berkecimpung dalam dunia persilatan ini selama bertahun-tahun! Aku pasti akan memenuhi ucapanku!"Diam-diam, Agam mengulurkan tangannya ke dalam sakunya, lalu memutuskan panggilan telepon yang dari tadi masih terhubung. Dia tersenyum tipis pada Theo dan berkata, "Kalau begitu, Tuan Theo, silakan mulai sekarang juga! Lebih cepat, lebih baik."Karena Agam sudah berbicara seperti itu, Theo tahu pria itu tidak akan menjadi menantunya lagi. Dia menggosok-gosok tangannya dan bersiap untuk memukul Agam dengan sekuat tenaganya!"Bagus, bagus! Karena kamu sendiri yang lebih memilih untuk dihukum daripada menjalani kehidupan yang baik bersama putriku, maka kamu jangan menyesali keputusanmu!"Agam menyerahkan mantelnya kepada Ervin dan berkata, "Tunggu aku di luar."Bagaimana mungkin Ervin bisa tenang di saat seperti ini? Dia berusaha membujuk Agam dengan ekspresi serius, "Tuan, Theo terkenal dengan kekuatannya yang besar! Kalau Tuan ben
Theo benar-benar kecewa melihat sikap putrinya yang begitu setia pada seorang pria yang sama sekali tidak mencintainya itu. Dia berkata, "Lihatlah dia! Dia nggak mempertimbangkanmu sama sekali! Dia lebih bersedia menerima seratus pukulan dariku, juga nggak bersedia bertanggung jawab atas dirimu! Untuk apa kamu membiarkan pria sepertinya tetap hidup? Dia hanya akan kembali untuk mencari wanita lain!"Di saat seperti ini, Sophia tidak berpikir banyak lagi. Dia sangat mengenal kepribadian ayahnya. Kalau dia membiarkannya terus memukuli Agam, maka pria itu benar-benar akan kehilangan nyawanya!"Ayah! Aku nggak mau tahu! Kalau Ayah masih mau memukulnya, pukul aku dulu!""Sophia, kamu ini benar-benar nggak sama denganku ...." Melihat putrinya bersikeras melindungi Agam dan menghalanginya, Theo tidak sanggup mengayunkan tongkat dalam genggamannya lagi. Walaupun dia sangat kesal, tetapi dia hanya bisa berkompromi demi putri kesayangannya. Dia hendak melemparkan tongkat dalam genggamannya ke sa
Begitu mendengar perintah dari nyonya mereka, beberapa anak buah Theo segera menandu Agam keluar agar bisa segera mendapatkan pertolongan pertama.Melihat pemandangan itu, Sophia segera melepaskan dirinya dari penahanan anak buah ayahnya dan ikut keluar ....Silvia juga diliputi kecemasan, dia juga ikut pergi.Kalau sampai Agam kehilangan nyawanya, maka akan menjadi musibah yang besar bagi keluarganya. Bagaimanapun juga, Keluarga Dirgantara juga bukan merupakan keluarga yang bisa dianggap remeh. 'Dasar Theo ini! Dia selalu saja nggak bisa mengendalikan emosinya! Dia selalu saja bertindak tanpa memikirkan konsekuensinya!'Melihat istrinya dan putri sulungnya sangat mengkhawatirkan kondisi Agam, Theo hanya mendengus.Tanpa sengaja, dia menundukkan kepalanya dan melihat putri kecilnya, Sonya masih berdiri di sana sambil menggendong boneka beruang kesukaannya.'Putri kecilku ini benar-benar pengertian! Dia tetap berada di sini untuk menemaniku!'Theo berjongkok, lalu merentangkan kedua tan
"Nyonya, ini aku."Suara yang terdengar dari ujung telepon bukan suara Agam, melainkan suara Ervin.Pamela mengerutkan keningnya dan bertanya dengan nada waspada, "Ervin, kenapa kamu yang menjawab panggilan telepon ini? Di mana tuanmu?"Di ujung telepon, Ervin sedang berdiri di kamar tamu Manor Tessa. Dia mengamati beberapa orang dokter profesional yang sedang mengobati luka luar tubuh Agam, serta mengobati kedua kaki Agam dengan cemas.Saat ini, ekspresi Agam tampak pucat pasi. Saking kesakitannya, bulir-bulir keringat memenuhi dahi Agam ....Dia sudah menjadi bawahan Agam selama bertahun-tahun. Dia belum pernah melihat Agam dipukuli hingga seperti ini. Walaupun Agam bisa menerima semua ini dengan lapang dada, tetapi dia enggan menerimanya.Namun, kalau dia membawa anggotanya dan bermain kekerasan dengan Theo sekarang juga, maka sia-sia saja Agam menerima begitu banyak pukulan dari Theo tadi!Dengan kepribadian Agam, Ervin tahu Agam tidak akan membiarkan Theo berlagak hebat di hadapan
Sophia bergegas berjalan ke sisi ranjang dan menatap Agam yang tampak sedang memejamkan matanya untuk beristirahat itu dengan mata memerah. Dia bertanya dengan penuh perhatian, "Agam, bagaimana perasaanmu sekarang? Apa masih sangat sakit?'Agam tidak bersuara, juga tidak membuka matanya.Melihat kondisi pria yang berbaring di ranjang itu, Silvia mengerutkan keningnya dengan cemas. Dia tidak menghampiri Agam, melainkan berkata pada Ervin dengan ekspresi bersalah, "Kamu adalah asisten Tuan Agam, 'kan? Situasi bisa menjadi seperti ini, aku benar-benar minta maaf. Temperamen suamiku memang sangat buruk. Bisa-bisanya dia memukul Tuan Agam hingga seperti ini hanya karena emosi sesaatnya!""Jangan khawatir! Hari ini, suamiku telah melukai Tuan Agam hingga seperti ini. Keluarga kami pasti akan bertanggung jawab. Kami akan mencarikan dokter terbaik dan menggunakan obat-obatan terbaik, agar Tuan Agam bisa sepenuhnya pulih kembali."Walaupun Ervin melihat wajah istri Theo ini adalah wajah wanita
Karena itulah, Silvia berbaik hati untuk menghibur anak tirinya itu, "Sophia, berpikiran terbuka sedikit, cinta nggak bisa dipaksakan. Karena sudah ada wanita yang dicintai oleh Tuan Agam, kamu jangan bersikeras untuk memilikinya lagi. Kamu harus percaya, ke depannya kamu pasti bisa bertemu dengan seorang pria yang mencintaimu dan menyayangimu dengan segenap jiwa dan raganya."Setelah mendengar ucapan Silvia, ekspresi sedih Sophia berubah menjadi dingin. Dia mendongak dan memelototi Silvia. "Kamu sedang mengajariku bagaimana aku harus bertindak? Kamu pikir kamu siapa?"Ekspresi Silvia langsung membeku. Dia berkata dengan tidak berdaya sekaligus canggung, "Bukan begitu, aku takut kamu terlalu sedih. Aku hanya berharap kamu bisa berpikiran terbuka. Sophia, karena aku sudah menjadi istri ayahmu, aku juga akan menganggapmu sebagai anakku sendiri!"Sophia tertawa dingin dan berkata dengan nada menyindir, "Sudah cukup! Kamu nggak perlu berbicara seperti itu di hadapanku! Untuk apa kamu berpu
Sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Agam berkata dengan suara yang sedikit serak, tetapi terdengar rileks, "Hmm, aku sudah bangun."Dia bisa mendengar suara Pamela bernapas lega di ujung telepon.Tentu saja Pamela bisa mendengar suara Agam sedikit serak. Namun, karena saat baru bangun tidur suara seseorang cenderung sedikit serak, dia tidak berpikir banyak.Dia pun bertanya, "Sekarang kamu sudah berada di mana? Apa kamu belum sampai ke rumah Sophia?"Agam menjawab dengan jujur, "Aku sudah sampai di rumahnya."Karena Agam baru terluka dan tidak bisa memegang ponsel, Ervin menaruh ponsel Agam di samping bantal Agam. Setelah menempatkan ponsel dengan baik, dia langsung keluar dari kamar dengan peka dan berjaga di depan pintu kamar.Mendengar Agam sudah tiba di rumah Sophia, Pamela bertanya dengan serius, "Bagaimana? Apa kamu sudah bertemu dengan Theo? Apa dia ada mempersulitmu?"Setelah mendengar nada bicara serius gadisnya, kehangatan menyelimuti hati Agam. Seulas senyum tipis