Mendengar percakapan itu, tinju keempat orang itu terkepal erat!Tidak ada yang saling menghentikan, mereka bersiap menyerbu ke dalam dan menghabisi sekelompok pria itu ....Mereka berjalan cepat keluar dari persembunyiannya, tiba-tiba, sosok bayangan hitam tinggi menghalangi mereka berempat!Keempatnya berwaspada, tetapi ketika melihat penampakan bayangan hitam dengan jelas, mereka terkejut secara serentak!Ternyata ....Bayangan hitam itu berkata kepada mereka berempat dengan suara yang dalam, "Aku ikut."Kemudian, bayangan hitam itu berjalan menuju halaman dengan tatapan seram, menendang pintu besi hingga terbuka dan mengejutkan sekelompok bajingan busuk yang sedang minum dan makan daging ....Melihat ada yang datang, komplotan pria berambut perak terkejut!"Kamu ... kamu ... bukannya sudah mati? Kamu manusia atau hantu?" tanya salah satu komplotan.Wajah Agam terlihat mengerikan. "Mana istriku?" tanyanya."Siapa istrimu? Kami nggak tahu! Teman-teman, serang! Tangkap dia hidup-hidup
Pamela yang kehilangan akal sehatnya mencekik pria berambut perak itu sambil memarahi, "Kalau dia mati, aku akan membuatmu dikubur bersamanya!"Wajah pria berambut perak itu memerah, tidak bisa bernapas."Bos ...."Mendengar suara Ariel, Pamela melepaskan tangannya yang sedang mencekik pria berambut hitam itu, dia menoleh ....Ternyata benar, Ariel datang.Bukan hanya Ariel, tapi juga Marlon ....Tak lupa Jason dan Justin ....Mereka semua datang mencarinya.Akan tetapi, itu bukan utamanya. Yang terpenting, Agam juga datang!Benar, Agam!Pria itu berdiri di tengah-tengah mereka, menatap Pamela dengan ekspresi terkejut, lalu menyipitkan mata rampingnya yang tampan dan sedikit tersenyum.Ariel berjalan ke arah Pamela terlebih dahulu, lalu berkata, "Bos, jangan biarkan orang ini mengotori tanganmu! Ayo, bangun dan istirahat dulu, kita serahkan dia ke polisi!"Pamela menatap Ariel, lalu menatap tangannya yang mencekik pria berambut perak itu, seketika dia tersadar dan menarik kembali tanga
Pamela bersandar dengan tenang di pelukan pria itu, dia digendong ke dalam mobil dan tertidur karena lelah ....Bahkan belum sempat menanyakan kejadian sebenarnya....Kantor Polisi.Tubuh tinggi Agam berdiri di luar ruang interogasi, menunggu hasil penanganan dari polisi.Saat ini, Frida dan Tomi juga tiba di kantor polisi.Begitu masuk, Olivia melihat Agam yang hidup kembali, dia tidak bisa menahan diri, berlari dan melemparkan dirinya ke pelukan Agam, memeluknya erat-erat sambil menangis kegirangan, "Kak! Kamu baik-baik saja! Kami pikir kamu ...."Agam menepuk kepala Olivia, "Sudah, berhentilah menangis. Bukankah aku di sini?"Olivia mengangkat kepalanya, menatap wajah Agam yang kini berada dalam pelukannya dan mengisap hidungnya sambil berkata "Kak! Apa yang terjadi? Kenapa polisi bilang kamu terbunuh? Aku, Kakek dan Nenek kaget setengah mati."Ceritanya panjang, Agam tidak leluasa menceritakannya di sini."Agam, anak nakal! Sepertinya Nenek terlalu panjang umur di matamu. Nggak ke
"Agam, mereka semua bilang kamu meninggal dalam ledakan itu, tapi aku nggak percaya! Aku nggak percaya kamu akan mati semudah itu! Ternyata aku benar! Senang melihatmu masih hidup!" kata Sophia.Agam mengangguk kecil sambil berkata, "Hm, sudah membuatmu khawatir."Sophia tiba-tiba terlihat murung lagi, "Agam, Pamela ..." katanya.Agam membuka mulut, "Dia ....""Oh ya, Kak. Sepertinya Pamela hilang!" kata Olivia yang barusan mengantar Frida dan Tomi duduk di ruang tunggu. Mendengar Sophia menyebutkan Pamela, dia terkejut menyadari Pamela belum ditemukan, sehingga kembali untuk memberi tahu Agam.Sophia berpura-pura terlihat khawatir. "Agam, Pamela sedang hamil, nggak tahu di mana dia sekarang, kalau terjadi sesuatu padanya ....""Nona Sophia sepertinya sangat berharap terjadi sesuatu padaku?"Suara Pamela terdengar samar.Sophia dan Olivia terkejut secara bersamaan, mereka menoleh ke arah pintu ruang interogasi, terlihat Pamela berjalan keluar dengan langkah ringan dan mantap ....Melih
Disudutkan dengan pertanyaan spesifik seperti itu, wajah Sophia berubah pucat, dia menggeleng dengan wajah tanpa dosa dan membantah, "Bukan! Pamela, bagaimana bisa kamu menuduhku tanpa bukti?"Pamela tersenyum dingin, lalu berkata, "Aku memfitnahmu? Kalau kamu nggak melakukan semua yang kukatakan, aku juga nggak akan membuang waktu untukmu! Kamu bilang aku iri karena kamu mendaftarkan akta pernikahan dengan pria ini? Asal tahu saja, aku nggak iri! Kalau kamu bisa menggoda pria ini hanya dengan akta pernikahan, silakan! Kalau sampai aku, Pamela Alister, sekadar mengerutkan kening karena hal itu, maka aku bukan dari Keluarga Alister!"Sambil bicara, Pamela menoleh menatap Agam.Agam melakukan kesalahan, dia merasa bersalah, jadi tidak berani menyinggung Pamela, juga tidak berani mengungkapkan ekspresi ataupun pendapatnya.Bagaimanapun, dia bersalah karena menyembunyikan fakta dirinya mendaftarkan akta pernikahan dengan alasan khusus, dia pantas mendapatkannya!Sophia tidak mengakui perbu
Pamela tetap jutek, dia mendengus, lalu berkata, "Aku nggak mau air putih, aku mau teh susu!"Agam mengangguk patuh, lalu mengalihkan pandangannya pada Olivia, "Belikan Kak Pamela teh susu, gula dan esnya sedikit, secepatnya!"Olivia tertegun sejenak, kemudian menyadari Agam dan Pamela mungkin akan segera rujuk, seketika dia bergembira, "Oke! Aku beli sekarang! Kak Pamela, tunggu aku, ya. Aku belikan teh susu sekarang juga! Aku segera kembali!"Setelah bicara, Olivia langsung berlari keluar.Selama masa kehamilan, Pamela mengontrol pola makannya, dia sangat jarang makan makanan manis, tapi dia baru saja mengalami guncangan batin, jadi ingin minum segelas teh susu untuk menenangkan diri.Sejak tadi, Agam sama sekali tidak melirik Sophia, perhatiannya tertuju pada Pamela seorang, tatapannya terlihat begitu berhati-hati dan penuh kasih sayang.Sophia tidak peduli dengan apa yang dipikirkan Pamela, tapi dia tidak bisa mengabaikan pendapat Agam tentangnya, dia memasang ekspresi percaya diri
Sophia mulai kehilangan kendali, "Teman? Aku seorang wanita, aku cantik, postur badanku bagus, kenapa kamu hanya menganggapku teman? Di dunia ini nggak ada pertemanan antar jenis."Agam mulai kehilangan kesabaran, dia menutupi telinga Pamela dengan tangannya yang besar dan berkata dengan nada dingin pada Sophia, "Kamu lagi kehilangan akal sehat, jangan membuat keributan di sini, dia akan terganggu."Sophia makin menggila, "Aku hanya mau kamu melihatku sebagai seorang wanita, apa sesulit itu?"Kesabaran Agam benar-benar habis. "Cukup! Nona Sophia sedang mabuk, antarkan dia kembali ke hotel!" pintanya.Dua pembantu yang datang bersama Tomi dan Frida menghampiri Sophia, lalu berkata, "Nona Sophia, silakan."Tentu Sophia tidak ingin pergi. "Aku nggak minum, apalagi mabuk, aku nggak mau pergi!" teriaknya.Kedua pembantu itu melihat ke arah Agam untuk meminta instruksi, melihat tatapan majikan mereka tidak berubah, mereka mengambil tindakan dan menyeret Sophia keluar ....Sophia marah besar,
Tomi memandangi Pamela yang makin membulat, juga perutnya yang sudah hampir melahirkan, lalu bertanya, "Kamu ini, selama ini ke mana saja?"Pamela tersenyum, tidak menjawab pertanyaan Tomi, dia hanya duduk sendirian dan menikmati teh susu miliknya.Agam mengikutinya, lalu berlutut di hadapannya, kini tinggi mereka sejajar, kemudian membujuknya dengan suara yang hangat, "Teh susu ini dingin, nggak boleh dihabiskan sekaligus, kamu bisa diare."Pamela mengerutkan kening, dia tak setuju, "Biar saja diare!"Agam tahu Pamela sengaja membuatnya kesal, dia tidak mempermasalahkannya, "Minum setengah saja, ya. Kamu minum dulu di sini, Paman ke dalam dulu untuk melihat sampai di mana prosesnya."Pamela hanya mengiakan, tidak terlalu memperhatikannya.Agam membelai rambutnya, lalu berbalik menyusuri koridor kantor polisi .......Setelah Agam pergi, Olivia memapah Frida untuk duduk di samping Pamela.Pamela hanya tersenyum, tidak terlihat ramah.Frida menghela napas dalam-dalam, lalu berkata, "Pam
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen