Saat ini, di kantor Ariel.Pamela duduk di kantor Ariel. Dia melihat laporan keuangan perusahaan selama enam bulan terakhir dan beberapa proyek baru dengan cermat ....Ariel meminta sekretarisnya untuk memanaskan segelas susu, lalu mengambil susu dari tangan sekretaris dan membawanya sendiri kepada Pamela sambil berkata, "Bos, minumlah susu panas dulu, baru baca laporannya."Pamela berdeham, lalu menyesap susu itu. Namun, Pamela tidak pernah mengalihkan pandangannya dari layar komputer.Saat ini, telepon Ariel berdering. Kemudian, dia berjalan agak jauh untuk menjawabnya.Setelah menjawab telepon, Ariel menunjukkan ekspresi rumit di wajahnya, "Bos ...."Mata Pamela masih tertuju pada layar komputer. "Ada apa? Katakan padaku!"Ariel menyesuaikan kacamata berbingkai emas di wajahnya dan berkata, "Itu adalah telepon dari penanggung jawab Perusahaan Dirgantara."Gerakan Pamela menggerakkan mouse berhenti sejenak. Seperti yang dia duga, Perusahaan Dirgantara mencari masalah dengan perusahaa
Kemudian, Justin masuk dengan angkuh!Melihat Pamela, reaksi Justin bahkan lebih heboh daripada reaksi Adsila. "Pamela, kenapa kamu menjadi begitu gendut?"Pamela terdiam seribu bahasa.Setelah setengah tahun tidak bertemu, bocah ini masih tidak bisa mengobrol dengan sopan.Justin mendekat, lalu menatap Pamela dengan hati-hati. "Ya, kamu menjadi gendut, tapi cukup lucu!"Pamela berkata sambil mengangkat alisnya, "Kamu nggak ada kelas hari ini?"Justin mengangkat bahunya dan bertingkah seperti seorang tuan muda. "Ada! Bukankah ini waktu istirahat makan siang? Aku dengar Kak Ariel bilang dia menjemputmu hari ini, jadi aku datang untuk melihatnya!"Kak Ariel? Panggilannya cukup bagus!Pamela meletakkan cangkir susu hangat di tangannya di atas meja, lalu bertanya sambil menyipitkan matanya ke arah Justin, "Apakah keluargamu tahu tentang masalahmu dan Ariel?"Justin menggaruk kepalanya dengan malu-malu. "Eh ... kakakku mungkin tahu, tapi yang lain belum tahu! Tapi, bukannya aku nggak ingin
Ariel tidak berniat membicarakan hal-hal yang tidak berguna dengan Justin di sini. "Oke, kamu keluar dan tunggu aku sebentar. Ada hal serius yang ingin aku bicarakan sekarang."Justin melipat tangannya dengan ekspresi tidak senang. Karena orang di kantor itu adalah Pamela, Justin tidak merasa seperti orang luar. Justin merasa tidak ada yang tidak bisa dia dengarkan, jadi dia tidak mau keluar!Pamela tidak menganggap serius Justin. Dia mengangkat kepalanya dan bertanya pada Ariel, "Apa yang dikatakan penanggung jawab Perusahaan Dirgantara?"Ariel berkata dengan jujur, "Aku telah membuat janji besok sore untuk membahas masalah kerja sama secara mendetail."Pamela mengangguk sedikit dan berdiri, lalu berkata, "Yah, aku mengerti. Nggak perlu membiarkan dia keluar. Aku akan pergi dulu. Aku nggak mengganggu kalian berdua lagi."Ariel melirik Justin, lalu menjelaskan dengan tak daya, "Bos, kamu nggak mengganggu kami. Jangan terburu-buru pergi, aku akan segera menyuruh dia pergi!"Pamela menga
Saat ini, Pamela baru saja menuruni anak tangga terakhir. Dia juga baru saja melihat Agam, tetapi dia tidak memperhatikan Agam dan membuang muka."Terima kasih atas kebaikannya. Aku nggak ikut kalian makan. Ada hal lain yang harus aku lakukan," tolak Pamela pada Adsila dengan sopan.Adsila merasa sedikit kacau. "Bibi! Ada apa denganmu? Kenapa kamu nggak mau makan bersama Paman?"Pamela tidak menjawab pertanyaan Adsila. Kemudian, Pamela berkata sambil mengerucutkan bibirnya dan tersenyum, "Adsila, menurutku lebih baik kamu memanggilku dengan namaku sekarang."Adsila berkata dengan tidak senang, "Bibi, bukankah aku selalu memanggilmu seperti itu? Kenapa ....""Kalau dia nggak mau dipanggil seperti itu, jangan dipaksa."Sebelum Pamela menanggapi kata-kata Adsila, jendela belakang mobil hitam yang berada tidak jauh dari sana diturunkan perlahan lagi, hingga memperlihatkan wajah dingin Agam.Kata-kata tadi diucapkan oleh Agam.Pamannya telah berbicara, jadi Adsila hanya berkata sambil menge
Pamela berdeham dengan suara malas, mengisyaratkan dia telah menjawabnya.Adsila menyentuh Agam dengan sikunya, "Paman, ternyata Bibi merawat kehamilannya sendirian! Dia sendirian!"Adsila berharap pamannya tidak salah paham dengan bibinya. Keduanya bertemu kembali setelah lama berpisah, mereka berdua bisa duduk dan ngobrol dengan baik-baik.Agam berkata sambil tersenyum pelan, "Bukankah dia sudah menyuruhmu untuk memanggilnya dengan namanya? Kenapa kamu memanggil panggilan yang nggak seharusnya?"Adsila lupa bahwa dia sudah terbiasa memanggilnya bibi, sehingga dia tidak bisa mengubahnya untuk sementara waktu.Selain itu, Adsila tidak berencana mengubah panggilannya itu!Apa maksud pamannya? Apakah Paman benar-benar berencana putus dengan Bibi?Kata-kata Agam membuat Pamela merasa sedikit ironis, seolah dia berpura-pura bersikap angkuh?Pamela sudah terbiasa mendengar Adsila memanggilnya seperti itu. Tadi, perhatiannya sedikit teralihkan, sehingga Pamela tidak bereaksi untuk sementara
Marlon tiba-tiba duduk. "Ada apa? Apa yang terjadi?"Ariel hendak memberitahunya tentang Pamela yang masuk ke mobil Agam. Namun, saat Ariel melihat wajah tampan Marlon yang merah dan bengkak, dia lupa untuk mengatakannya."Ada apa dengan wajahmu?"Marlon menyentuh area panas dari wajah tampannya, lalu berkata sambil tersenyum mencela diri sendiri, "Apa lagi yang bisa terjadi? Aku dipukuli oleh seorang wanita!"Terlintas sedikit rasa jijik di mata Ariel, "Kamu pantas dipukul!"Marlon berkata sambil mengangkat bahunya, "Kenapa kamu nggak segera memberitahuku masalahnya?"Ariel mengatakan permasalahannya. "Bos baru saja menemui Agam di bawah. Agam memintanya untuk masuk ke dalam mobil. Sekarang, aku nggak tahu di mana dia berada. Aku nggak dapat menghubungi teleponnya."Marlon berkata dengan ekspresi bingung, "Kenapa Agam ada di bawah di perusahaan kita?"Ariel berkata, "Agam mungkin datang untuk menjemput Adsila. Mereka kebetulan bertemu dengan Bos. Agam meminta Bos untuk masuk ke dalam
Marlon berkata sambil tertawa, "Jangan gugup, aku baik-baik saja."Albert menjadi semakin gugup. "Lalu, kamu meneleponku ...."Marlon berkata dengan perlahan, "Suara dari sisimu terdengar seperti kamu sedang berada di luar ruangan. Kamu nggak berada di perusahaan, kan?"Albert menjelaskan, "Pak Marlon, sudah istirahat makan siang, aku pergi makan ...."Marlon berkata sambil tersenyum, "Bersama pacarmu?"Albert berkata, "... Yah. Pak Marlon, aku akan kembali ke perusahaan setelah makan malam. Aku nggak akan melewati waktu istirahat makan siang yang ditentukan perusahaan!"Senyuman Marlon semakin lebar. "Kamu sebenarnya nggak perlu terlalu gugup. Aku nggak mendesakmu untuk kembali. Bolehkah aku bertanya? Kamu pergi ke restoran mana?"Albert agak terkejut. Namun, dia masih tidak berani menyembunyikannya dari Marlon. Albert melihat nama di pintu restoran, lalu dia membacakannya untuk Marlon dengan jujur.Saat ini, Adsila berjalan di depan. Saat dia menoleh ke belakang, dia menemukan bahwa
Marlon menjawab panggilan itu dalam hitungan detik. "Kenapa? Kamu segera meneleponku kembali. Apakah kamu merindukanku?"Adsila berkata dengan marah, "Marlon, sepertinya kamu dan aku nggak memiliki permusuhan apa pun, 'kan? Kenapa kamu mengincar pacarku?"Marlon sedang berjalan ke garasi bawah tanah sambil membawa kunci mobilnya. Saat dia mendengar pertanyaan Adsila, Marlon berkata sambil terkekeh, "Dulu, kita nggak punya dendam, tapi hari ini kamu memukuli dan memarahiku bajingan di depan karyawanku. Bisa dianggap kita telah bermusuhan! Kamu nggak tahu, sebenarnya aku sangat pendendam!"Adsila berkata sambil mengerutkan keningnya, "Aku memukulmu dan memarahimu karena kamu menggodaku! Kalau kamu ingin membalas dendam, hadapi aku. Jangan membalas dendam pada pacarku. Dia nggak tahu apa-apa!"Marlon berkata sambil tersenyum, "Bagaimana membalas dendam, itu tergantung pada suasana hatiku sendiri! Sudahlah, aku nggak mengganggu kalian berdua kekasih muda untuk makan. Sampai jumpa!"Setelah
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen