Ariel tidak berniat membicarakan hal-hal yang tidak berguna dengan Justin di sini. "Oke, kamu keluar dan tunggu aku sebentar. Ada hal serius yang ingin aku bicarakan sekarang."Justin melipat tangannya dengan ekspresi tidak senang. Karena orang di kantor itu adalah Pamela, Justin tidak merasa seperti orang luar. Justin merasa tidak ada yang tidak bisa dia dengarkan, jadi dia tidak mau keluar!Pamela tidak menganggap serius Justin. Dia mengangkat kepalanya dan bertanya pada Ariel, "Apa yang dikatakan penanggung jawab Perusahaan Dirgantara?"Ariel berkata dengan jujur, "Aku telah membuat janji besok sore untuk membahas masalah kerja sama secara mendetail."Pamela mengangguk sedikit dan berdiri, lalu berkata, "Yah, aku mengerti. Nggak perlu membiarkan dia keluar. Aku akan pergi dulu. Aku nggak mengganggu kalian berdua lagi."Ariel melirik Justin, lalu menjelaskan dengan tak daya, "Bos, kamu nggak mengganggu kami. Jangan terburu-buru pergi, aku akan segera menyuruh dia pergi!"Pamela menga
Saat ini, Pamela baru saja menuruni anak tangga terakhir. Dia juga baru saja melihat Agam, tetapi dia tidak memperhatikan Agam dan membuang muka."Terima kasih atas kebaikannya. Aku nggak ikut kalian makan. Ada hal lain yang harus aku lakukan," tolak Pamela pada Adsila dengan sopan.Adsila merasa sedikit kacau. "Bibi! Ada apa denganmu? Kenapa kamu nggak mau makan bersama Paman?"Pamela tidak menjawab pertanyaan Adsila. Kemudian, Pamela berkata sambil mengerucutkan bibirnya dan tersenyum, "Adsila, menurutku lebih baik kamu memanggilku dengan namaku sekarang."Adsila berkata dengan tidak senang, "Bibi, bukankah aku selalu memanggilmu seperti itu? Kenapa ....""Kalau dia nggak mau dipanggil seperti itu, jangan dipaksa."Sebelum Pamela menanggapi kata-kata Adsila, jendela belakang mobil hitam yang berada tidak jauh dari sana diturunkan perlahan lagi, hingga memperlihatkan wajah dingin Agam.Kata-kata tadi diucapkan oleh Agam.Pamannya telah berbicara, jadi Adsila hanya berkata sambil menge
Pamela berdeham dengan suara malas, mengisyaratkan dia telah menjawabnya.Adsila menyentuh Agam dengan sikunya, "Paman, ternyata Bibi merawat kehamilannya sendirian! Dia sendirian!"Adsila berharap pamannya tidak salah paham dengan bibinya. Keduanya bertemu kembali setelah lama berpisah, mereka berdua bisa duduk dan ngobrol dengan baik-baik.Agam berkata sambil tersenyum pelan, "Bukankah dia sudah menyuruhmu untuk memanggilnya dengan namanya? Kenapa kamu memanggil panggilan yang nggak seharusnya?"Adsila lupa bahwa dia sudah terbiasa memanggilnya bibi, sehingga dia tidak bisa mengubahnya untuk sementara waktu.Selain itu, Adsila tidak berencana mengubah panggilannya itu!Apa maksud pamannya? Apakah Paman benar-benar berencana putus dengan Bibi?Kata-kata Agam membuat Pamela merasa sedikit ironis, seolah dia berpura-pura bersikap angkuh?Pamela sudah terbiasa mendengar Adsila memanggilnya seperti itu. Tadi, perhatiannya sedikit teralihkan, sehingga Pamela tidak bereaksi untuk sementara
Marlon tiba-tiba duduk. "Ada apa? Apa yang terjadi?"Ariel hendak memberitahunya tentang Pamela yang masuk ke mobil Agam. Namun, saat Ariel melihat wajah tampan Marlon yang merah dan bengkak, dia lupa untuk mengatakannya."Ada apa dengan wajahmu?"Marlon menyentuh area panas dari wajah tampannya, lalu berkata sambil tersenyum mencela diri sendiri, "Apa lagi yang bisa terjadi? Aku dipukuli oleh seorang wanita!"Terlintas sedikit rasa jijik di mata Ariel, "Kamu pantas dipukul!"Marlon berkata sambil mengangkat bahunya, "Kenapa kamu nggak segera memberitahuku masalahnya?"Ariel mengatakan permasalahannya. "Bos baru saja menemui Agam di bawah. Agam memintanya untuk masuk ke dalam mobil. Sekarang, aku nggak tahu di mana dia berada. Aku nggak dapat menghubungi teleponnya."Marlon berkata dengan ekspresi bingung, "Kenapa Agam ada di bawah di perusahaan kita?"Ariel berkata, "Agam mungkin datang untuk menjemput Adsila. Mereka kebetulan bertemu dengan Bos. Agam meminta Bos untuk masuk ke dalam
Marlon berkata sambil tertawa, "Jangan gugup, aku baik-baik saja."Albert menjadi semakin gugup. "Lalu, kamu meneleponku ...."Marlon berkata dengan perlahan, "Suara dari sisimu terdengar seperti kamu sedang berada di luar ruangan. Kamu nggak berada di perusahaan, kan?"Albert menjelaskan, "Pak Marlon, sudah istirahat makan siang, aku pergi makan ...."Marlon berkata sambil tersenyum, "Bersama pacarmu?"Albert berkata, "... Yah. Pak Marlon, aku akan kembali ke perusahaan setelah makan malam. Aku nggak akan melewati waktu istirahat makan siang yang ditentukan perusahaan!"Senyuman Marlon semakin lebar. "Kamu sebenarnya nggak perlu terlalu gugup. Aku nggak mendesakmu untuk kembali. Bolehkah aku bertanya? Kamu pergi ke restoran mana?"Albert agak terkejut. Namun, dia masih tidak berani menyembunyikannya dari Marlon. Albert melihat nama di pintu restoran, lalu dia membacakannya untuk Marlon dengan jujur.Saat ini, Adsila berjalan di depan. Saat dia menoleh ke belakang, dia menemukan bahwa
Marlon menjawab panggilan itu dalam hitungan detik. "Kenapa? Kamu segera meneleponku kembali. Apakah kamu merindukanku?"Adsila berkata dengan marah, "Marlon, sepertinya kamu dan aku nggak memiliki permusuhan apa pun, 'kan? Kenapa kamu mengincar pacarku?"Marlon sedang berjalan ke garasi bawah tanah sambil membawa kunci mobilnya. Saat dia mendengar pertanyaan Adsila, Marlon berkata sambil terkekeh, "Dulu, kita nggak punya dendam, tapi hari ini kamu memukuli dan memarahiku bajingan di depan karyawanku. Bisa dianggap kita telah bermusuhan! Kamu nggak tahu, sebenarnya aku sangat pendendam!"Adsila berkata sambil mengerutkan keningnya, "Aku memukulmu dan memarahimu karena kamu menggodaku! Kalau kamu ingin membalas dendam, hadapi aku. Jangan membalas dendam pada pacarku. Dia nggak tahu apa-apa!"Marlon berkata sambil tersenyum, "Bagaimana membalas dendam, itu tergantung pada suasana hatiku sendiri! Sudahlah, aku nggak mengganggu kalian berdua kekasih muda untuk makan. Sampai jumpa!"Setelah
Saat ini, di restoran.Pamela dan Agam diantar oleh manajer restoran untuk mencari tempat duduk.Sekarang, Pamela sedang hamil delapan bulan. Perutnya menjadi besar. Meski pelayan di restoran menarik kursi untuknya, jarak antara bangku dan meja masih agak sempit untuk seorang wanita hamil. Setelah Pamela mencoba, dia masih sulit untuk duduk. Kemudian, Pamela mengulurkan tangan untuk menarik bangkunya lebih jauh ....Namun, sebelum tangannya menyentuh sandaran kursi, lengan Agam yang panjang sudah terulur. Tangan kasar Agam yang besar mendarat di sandaran kursi, lalu menarik kursinya dengan jarak sepuluh sentimeter ke belakang.Pamela terkejut, lalu dia mengangkat kepalanya untuk melihat Agam. Meskipun dia tidak menyukai Agam, Pamela tetap berkata dengan lembut dan sopan, "Terima kasih."Agam tidak memandang atau menjawab Pamela. Dia hanya menarik tangannya, lalu berjalan ke sisi berlawanan darinya dengan anggun dan duduk di sana.Sehari sebelumnya, mereka berdua duduk berhadapan di mej
Apa yang dia rencanakan selanjutnya? Pamela sedikit bingung dengan maksud Agam. Dia mengerutkan kening dan berkata dengan berpura-pura bingung, "Kita bisa membicarakan masa depan nanti. Hal yang paling penting adalah hidup di masa sekarang!""Nona Pamela benar-benar bersikap leluasa!" Agam mendengus dan berkata dengan serius, "Maksudku, anak dalam perutmu bukan milikmu sendiri. Bagaimana kamu akan menjelaskannya kepadaku?"Memang benar Agam berniat untuk membunuh anak di dalam perutnya!Saat berbicara tentang anaknya, mata Pamela menjadi sangat tegas. "Pak Agam, status apa yang kamu miliki untuk berdiskusi denganku?"Ekspresi Agam menjadi Masam. Dia menyipitkan matanya dengan perlahan. "Menurutmu, apa statusku?"Pamela mengambil air di atas meja dan menyesapnya. "Sejujurnya, menurutku kamu nggak memiliki status apa pun!""Kita berdua tahu bagaimana anak dalam perutku bisa lahir. Bisa dikatakan itu murni kecelakaan, tapi karena dia sudah masuk ke dalam perutku, aku akan menerima kedatan