Pamela menghela napas lega dan membuka pintu sambil mengerutkan kening. "Sudah larut malam, apa yang kamu lakukan di sini?"Andra mengangkat plastik makanan di tangannya. "Sepertinya kamu nggak bisa tidur, jadi aku membawakanmu camilan tengah malam!"Sambil berkata, Andra masuk dan mengganti sandalnya dengan santai seolah pulang ke rumahnya sendiri.Nyatanya, Andra pulang ke rumahnya sendiri.Setelah Pamela menutup pintu, dia menyilangkan tangannya dan mengeluh, "Andra, aku memang meminta bantuanmu, tapi jangan membuat keputusan sendiri, oke?"Andra mengganti sandalnya dan berjalan ke dapur dengan membawa plastik seolah tidak mendengarkan ucapan Pamela. Dia mengeluarkan piring dan bertanya sambil tersenyum, "Mau makan udang goreng pedas?"Pamela mengerutkan kening dan berkata dengan serius, "Mau!"Andra terkekeh dan mengangkat jarinya ke arahnya. "Lalu tunggu apa lagi? Ayo makan bersama! Udang goreng di sini enak sekali, kemarilah dan coba!"Pamela berjalan mendekat dan melihat udang g
Pamela menggerakkan sudut bibirnya dan memakan udang goreng yang sudah dikupas. "Kamu tahu aku nggak peduli dan masih tetap datang!"Andra menyuapi udang goreng yang baru dikupas kepada Pamela. "Itu karena kamu nggak peduli padaku, jadi aku harus jadi pria baik supaya kelak kamu akan peduli padaku!"Pamela tidak terbiasa disuapi orang lain, jadi dia mengangkat tangannya dan mengambil udang goreng dengan sendok sebelum memasukkannya ke dalam mulutnya.Andra tidak keberatan dengan penolakannya dan tersenyum. "Kamu mau tahu apa yang terjadi dengan Keluarga Dirgantara sekarang?"Pamela agak terkejut dan tidak berbicara.Hari ini Pamela berusaha sebisa mungkin untuk tidak menggunakan peralatan elektronik yang dia bawa seharian dan tidak menghubungi Marlon ataupun Ariel karena takut para bawahan Agam akan menggunakan teknologi satelit untuk menemukannya.Entah apa yang terjadi dengan Keluarga Dirgantara, tetapi mungkin Pamela bisa menebaknya.Keluarga Dirgantara pasti telah mengirim orang un
Pamela meletakkan sendok dan menopang dagunya sambil menatap Andra. "Kalau begitu, kamu cukup optimis. Sekarang sifatmu begitu baik!"Andra mengerutkan bibirnya. "Optimis? Nggak mudah menjadi pewaris keluarga seperti ini. Pola asuh yang ketat membuatku hampir nggak punya masa kanak-kanak dan karena hampir semua orang tahu aku adalah anak angkat, mereka nggak pernah peduli padaku. Sulit untuk menyatu ke dalam keluarga yang sebenarnya. Saat pertama kali mengambil alih perusahaan, para pemegang saham nggak terima dan ingin memakanku!"Pamela mengangguk penuh simpati. "Ya, aku bisa membayangkan masa itu pasti sulit bagimu dan kamu menderita! Tapi untungnya kamu berhasil melewatinya. Sekarang siapa yang nggak akan menyapamu dengan hormat saat melihatmu?"Andra tersenyum pahit. "Apa kamu kira mereka terlihat menghormatiku dan mengagumiku di belakang? Jangan bicarakan orang lain, bahkan Agam dan yang lainnya pun sama. Mereka nggak akan pernah benar-benar menganggapku sebagai keluarga mereka s
Agam pergi ke rumah Marlon.Itu disebut sebagai rumah Marlon, tetapi sebenarnya itu adalah rumah yang digunakan bersama oleh Pamela, Marlon dan Ariel.Terakhir kali Pamela meninggalkan Keluarga Dirgantara, Agam menemukannya tinggal di sini.Begitu keluar dari lift, Agam menekan bel pintu dengan keras. Setelah menekan beberapa kali dan tidak ada yang datang untuk membuka pintu, dia pun mulai menggedor pintu dengan marah.Untung saja rumah setiap orang terpisah. Kalau tidak pasti ada tetangga yang mengeluh mengganggu penghuni.Setelah Agam terus menggedor pintu dengan marah, akhirnya pintu terbuka.Marlon mengenakan piama dan menggaruk rambutnya dengan mengantuk. "Pak Agam, kok nggak tidur dan malah datang ke rumah kami selarut ini?"Agam memasang wajah dingin. Dia tidak berniat untuk bertele-tele dan langsung bertanya, "Di mana Pamela? Suruh dia keluar!"Marlon mengangkat bahu dengan ekspresi acuh tak acuh, kemudian merentangkan tangannya dan berkata, "Pak Agam, bawahanmu sudah menggele
Marlon mengatakan yang sebenarnya. Sejauh ini, dia benar-benar tidak tahu bosnya bersembunyi di mana.Untuk mencegah Agam menemukan petunjuk, bos tidak mengizinkan mereka menelepon ponsel dan kode yang dia gunakan saat ini.Agam tidak mengatakan apa-apa karena ponsel Pamela ada padanya. Dia telah melakukan beberapa trik pada ponselnya sebelum pergi terakhir kali. Kecuali nomor teleponnya dan panggilan darurat, orang lain tidak bisa meneleponnya.Itu karena saat itu Agam benar-benar telah memprediksi gadis itu cenderung melarikan diri, jadi dia mengambil tindakan pencegahan ekstra dan mengirim banyak pengawal untuk mengawasi Pamela di rumah, menjaganya tetap aman di rumah sampai Agam kembali dari pekerjaannya di luar negeri untuk selesaikan masalah di antara mereka dengan baik.Hanya saja tidak disangka ini pun gagal mengurung gadis itu dan dia tetap berhasil kabur.Agam juga tidak ingin mempersulit Marlon. Dia mencari ke mana-mana dan menemukan Pamela memang tidak ada di sini, jadi Aga
Ariel mengerutkan kening dan menunduk untuk melihat ponsel Marlon yang suaranya telah dimatikan. Ada panggilan masuk dan nomor itu milik Justin si bocah itu.Ariel tidak bisa tidur dan itu agak menjengkelkan.Nggak bisakah kamu matikan saja ponselmu? Ariel berkata dengan kesal.Marlon merentangkan tangannya tanpa daya. "Bajingan kecilmu bilang aku mematikan ponselku, itu berarti aku bersalah. Dia akan melapor polisi kalau aku telah menculik dan mengurungmu, juga nggak membiarkanmu menjawab telepon. Aku nggak mau ditangkap polisi!"Ariel, "..."Bajingan kecil? Bajingan kecil gila!Ariel mengambil ponsel Marlon dan kembali ke kamarnya. Saat melihat nomor telepon itu menelepon lagi, dia bersandar di samping kasur dan menjawab panggilan itu dengan alis berkerut."Marlon! Aku sudah mencari tahu dan mereka semua bilang kamu dan Ariel tinggal bersama! Kalau kamu nggak membiarkan dia menjawab telepon, percaya atau nggak aku akan melapor polisi!"Ariel berkata dengan dingin, "Berani coba melapo
Justin berkata dengan sedih, "Tadi Marlon nggak membiarkanmu menjawab telepon dan aku sangat khawatir, jadi aku menyelinap keluar untuk mencarimu saat kakakku nggak memperhatikan. Aku nggak punya uang dan baterai ponselku hampir habis .... Kak Ariel, bisakah kamu datang dan menjemputku?"Ariel merasa sangat kesal. "Aku nggak akan menjemputmu, pulang sendiri!"Justin berkata, "Aku nggak berani pulang. Entah kenapa hari ini suasana hati kakakku sedang buruk dan aku pasti akan dihajar kalau pulang. Aku juga nggak punya uang untuk naik taksi pulang ...."Ariel benar-benar ingin menendang bocah nakal ini. "Sekarang kamu di mana? Aku akan mengutus seseorang untuk mencarimu, memberimu uang dan pesankan kamar. Besok pagi kamu bisa pulang sendiri!"Justin berkata dengan keras kepala, "Nggak mau! Aku nggak mau orang lain menjemputku! Aku mau kamu datang! Kalau kamu nggak datang, aku akan mati kedinginan di sini!"Ariel mengerucutkan bibirnya. "Kalau begitu, kamu mati beku saja!"Setelah mengatak
Penyanyi itu melihat komentar di ruang siaran langsungnya telah berubah. Dia berhenti bermain dan bernyanyi, kemudian menoleh ke arah pemuda yang menangis di siaran langsungnya. Dia meletakkan gitarnya dan berjalan mendekat untuk bertanya, "Dik, ada apa?"Justin tidak ingin terlihat menangis, jadi dia mengusap mata dengan lengannya. "Nggak apa-apa! A ... aku sedang menunggu seseorang!"Penyanyi itu agak tercengang. "Kenapa kamu menangis sambil menunggu seseorang? Apakah kamu dikecewakan oleh orang yang kamu tunggu?"Justin kesal saat mendengar ini. "Apa urusanmu? Pergi dan tinggalkan aku sendiri!"Penyanyi itu datang untuk menunjukkan kepeduliannya, tetapi malah menerima tanggapan buruk dari Justin. Penyanyi itu agak marah, tetapi dia tidak begitu memasukkannya ke dalam hati melihat Justin masih muda dan agak seperti anak kecil yang melarikan diri dari rumah."Kalau nggak punya tempat tujuan, bagaimana kalau kamu menginap di rumahku selama satu malam? Siaran langsungku akan segera bera