Gadis itu tersadar dari lamunannya. Dia mengambil ponselnya, lalu memencet kode QR sambil berkata, "Pak Agam, kalau kamu masih lajang, kamu nggak keberatan berteman denganku, 'kan?"...Saat Pamela sedang duduk di taksi, dia menerima telepon dari Agam.Pamela tidak menolak panggilan tersebut. Dia hanya menatap telepon sebentar, lalu menjawab panggilan tersebut.Suara berat pria itu terdengar di telinganya. "Sayang, kamu di mana?"Pamela menjawab dengan tenang, "Dalam perjalanan pulang."Agam sedikit tidak senang. "Kenapa kamu pergi sendiri nggak menungguku?"Suara Pamela masih dingin dan acuh tak acuh. "Paman, jarang sekali kamu beristirahat dari jadwal sibukmu. Kamu bersenang-senanglah dengan teman-temanmu. Aku takut interaksi sosialmu akan tertunda, jadi aku pulang sendiri dulu."Agam mengatupkan bibirnya dan terdiam selama beberapa detik, lalu nadanya menjadi sedikit tegas. "Di mana kamu sekarang? Aku akan pergi mencarimu!"Pamela berkata tanpa memedulikannya, "Nggak perlu, aku hamp
Hidung Olivia hampir menabrak pintu. Olivia mundur selangkah, mengetuk pintu sambil berteriak, "Hei! Pamela, apa yang baru saja aku katakan nggak bermaksud apa-apa! Aku hanya ingin membujukmu agar nggak bertengkar dengan kakakku ...."Tidak ada respons dari ruangan itu.Olivia berkata lagi, "Aku sudah berhenti mengharapkan kakakku menggantikanmu! Sungguh! Jangan marah, ya? Anggap saja aku baru saja asal bicara!"Masih belum ada respons dari ruangan itu ....Olivia merasa bahwa dia telah menundukkan kepalanya dan meminta maaf. Namun, Pamela mengabaikannya. Olivia tiba-tiba merasa sedikit tidak senang. "Hei! Kamu nggak marah, 'kan?""Pamela, sebelumnya kamu nggak seperti ini!""Huh! Nggak apa-apa kamu marah! Apakah kamu nggak peduli dengan anak itu? Sampai kapan kamu meminta aku merawatnya?"Tidak peduli apa yang dikatakan Olivia di pintu kamar, tidak ada tanggapan dari dalam ruangan itu.Olivia mengerutkan kening dalam-dalam. Dia merasa situasinya sedikit buruk ....Sikap Pamela tidak n
Agam meminta Pak Dimas mengambil kunci cadangan dan membuka pintu.Saat dia masuk ke kamar, Agam mencium sisa wangi sabun yang keluar dari kamar mandi ....Pamela sudah mandi.Agam merasa sangat tidak puas. Namun, ketika dia berjalan ke tempat tidur dan melihat Pamela tidur sendirian di tempat tidur, ketidakpuasannya di hatinya langsung menghilang.Wajah tidur Pamela terlalu manis. Dia memeluk bantal sendirian dan ingin membenamkan wajahnya di bantal ....Tidur dengan posisi seperti itu akan membuat Pamela kesulitan bernapas.Tanpa disadari, ekspresi Agam terlihat membaik. Dia membungkuk, lalu mengambil bantal dari lengan Pamela dengan lembut dan menyimpannya.Kemudian, Agam meluruskan tubuhnya dengan lembut dan meminta Pamela untuk berbaring menghadap ke atas.Setelah selesai meluruskan posisi tidur Pamela, Agam menunduk dan menatap wajah Pamela yang tertidur. Agam melihat Pamela mengerutkan keningnya, seolah-olah dia baru saja mengalami mimpi buruk.Agam mengulurkan tangannya, lalu d
Hingga detik terakhir, Pamela masih berharap Agam memiliki hati nurani dan mengatakan yang sebenarnya.Melihat Agam terlihat begitu percaya diri, Pamela sendiri merasa bosan. Sungguh membosankan!Pamela memandang Agam tanpa ekspresi. Dia menatap wajah yang pernah membuat jantungnya berdebar kencang dan berkata dengan nada datar, "Hanya dengan berdiri di sini, kamu telah menyinggung perasaanku. Karena sekarang aku nggak ingin melihatmu!"Kehangatan di mata Agam menghilang. "Nggak ingin melihatku? Pamela, apakah aku begitu mengganggumu?""Yah! Kamu membuatku sangat jijik!" Pamela menyunggingkan sudut mulutnya dengan dingin. Dia berkata dengan tatapan sinis, "Pak Agam, awalnya aku menciummu dengan paksa untuk menyingkirkan pasangan kencan butaku. Itu salahku, tapi aku sudah bertanggung jawab. Aku sudah memikul tanggung jawabku. Sekarang, aku nggak berutang apa pun padamu! Sementara kamu, apakah kamu merasa menyenangkan menaklukkan wanita yang nggak tertarik padamu? Tapi, aku nggak ingin b
Pamela menggerakkan bibirnya dengan dingin. "Ya sudah kalau kamu mendengarnya. Aku nggak takut kamu mendengarnya. Tapi, kamu salah tentang satu hal! Kakakmu dan aku nggak bisa bercerai, karena dia dan aku nggak mengajukan pernikahan. Bagaimana kami bisa bercerai?"Olivia terdiam seribu bahasa.Pamela sangat lelah hingga dia mengusap pelipisnya. "Apakah kamu ada urusan? Kalau nggak ada urusan, aku akan menutup pintu dan tidur!"Olivia berkata sambil mengerutkan keningnya, "Ada urusan! Anak ini baru saja bangun dan ingin mencarimu, jadi aku membawanya ke sini!"Pamela menunduk dan melirik ke Revan yang malang, lalu dia berkata dengan dingin, "Dia adalah anak angkat kakakmu. Nggak ada hubungannya denganku. Kamu seharusnya menelepon kakakmu dan memintanya untuk membawa anak itu pergi!"Setelah berkata, Pamela hendak menutup pintu, tapi gerakannya malah terhenti ....Karena tiba-tiba Pamela merasakan kakinya dipeluk. Pamela takut jika dia menutup pintu akan menyakiti anak itu!Pamela menund
Pamela sedikit tidak berdaya terhadap anak yang merasa tidak aman ini. Demi membuat Revan cepat tidur, Pamela membujuknya, "Baik, aku nggak akan pergi. Kamu bisa tidur. Saat kamu bangun besok pagi, kita akan sarapan bersama.""Hmm ... oke ..." jawab Revan. Kemudian, dia perlahan menutup matanya dan tidur dengan patuh.Keesokan harinya.Seperti yang dia sepakati dengan Revan tadi malam, Pamela bangun dan mandi, lalu membawanya ke bawah untuk sarapan.Revan baru saja tiba di Kediaman Keluarga Dirgantara. Dia masih tidak begitu terbiasa. Meskipun kedua tetua Keluarga Dirgantara menyayangi anak-anak, dia tetap merasa takut. Dia hanya ingin tetap bersama Pamela ....Setelah sarapan, Pamela memberi Revan beberapa nasihat, kemudian menyerahkannya kepada Olivia. Dia harus keluar untuk berbicara dengan Marlon dan Ariel di perusahaan.Namun, ketika Pamela membuka pintu, dia melihat pintu itu diblokir oleh Ervin dan sekelompok pengawal.Ervin memanggilnya sambil menundukkan kepalanya dengan horma
Pamela mengepalkan tangannya dengan kuat. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon pria yang tidak ingin dia hubungi lagi.Panggilan itu dijawab dengan cepat, tapi tidak ada suara.Pamela bertanya dengan marah, "Agam, apa maksudmu?"Kemudian, suara serak yang familier dari Agam terdengar. "Nona Pamela nggak ingin bermain-main denganku lagi, jadi kamu mulai memanggil namaku?"Pamela meneleponnya bukan karena dia ingin mendengar sindiran Agam!"Pak Agam, kita bukan anak-anak lagi. Bukankah kamu terlalu kekanak-kanakan dengan membatasi kebebasanku saat kamu marah padaku?"Agam mendengus dengan dingin, "Kamu masih tahu kalau aku marah?"Pamela mengerutkan kening dan mengendalikan emosinya, kemudian berkata, "Singkirkan orang-orangmu, aku ingin keluar!""Untuk apa kamu keluar?""Aku bebas melakukan apa pun yang aku inginkan. Aku nggak perlu melaporkan semuanya padamu, kan?"Tidak ada emosi atau kemarahan dalam suara Agam. "Setelah kamu menikah dengan anggota Keluarga Dirgantara, kamu harus
"Pak Marlon benar. Pamanku akan memberikan pekerjaan yang baik untukku, tapi aku nggak ingin hidup di bawah perlindungan pamanku seumur hidupku. Aku ingin tumbuh sendiri dan keluar untuk berlatih."Marlon sangat mengagumi sikapnya. "Yah, wawasanmu cukup luas. Apakah rekan itu menggodamu tadi?"Adsila tertegun sejenak, lalu menjelaskan, "Nggak, dia hanya memintaku membantunya merapikan dokumen. Alatnya rusak."Marlon jelas tidak memercayai penyangkalannya. "Orang itu cukup baik. Dia lulus dari sekolah ternama dan cukup tampan. Sebenarnya, kamu mungkin bisa mempertimbangkannya. Perusahaan nggak melarang percintaan di kantor!"Mata Adsila bergetar, alisnya berkerut samar-samar. Dia merasakan penghinaan yang tak terlukiskan, tapi dia tidak marah. Adsila hanya berkata sambil mengangguk, "Baiklah, kalau dia benar-benar tertarik padaku, aku akan memikirkannya. Terima kasih Pak Marlon karena mengkhawatirkan masalah pernikahanku."Marlon sedikit ragu-ragu. Setelah hening selama dua detik, dia t
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen