Leo melipat kedua tangan di depan dada, menunggu apa yang akan diucapkan oleh istrinya itu.
"Aku yakin kamu akan memiliki Ibu yang baik dan menyayanginya. Tapi, kamu harus sabar, Anastasya, " ujar Jenna menatap gadis kecil yang berada dalam pangkuannya.
Lalu, Jenna mengabaikan tatapan suaminya itu dan mulai menyantap sarapannya. Ia tidak akan berlama-lama di ruangan ini, sebab Jenna kesulitan bernapas.
Leo tersenyum sinis, setidaknya ini kali pertama ia diabaikan oleh Jenna. Sama seperti Jenna, Leo pun kembali menyeruput kopi dan membicarakan perkembangan bisnis dengan Logan. Sedangkan Rosa, berdiri dari duduknya hanya untuk menuangkan kopi ke cangkir kosong milik Logan.
Jenna mencibir, beginilah perilaku sebenarnya dari anggota Keluarga Kim. Tidak ada satu pun dari mereka yang terlihat cemas, terhadap kesehatan Tuan Besar Kim.
"Makanlah dengan perlahan, kamu bisa tersedak," Logan mengingatkan. Ya, duduk di hadapan Jen
Akhirnya Anastasya, melepaskan pelukannya. Jenna mengecup pipi Anastasya. Setelah ayah dan anak itu pergi, Jenna kembali melangkah masuk ke dalam kediaman. Raut wajahnya kembali suram.Seperti perkiraannya, sang ibu mertua berada di balik pintu belakang. Tatapan mereka bertemu dan Jenna sama sekali tidak merasa gentar, dengan tatapan penuh kebencian dari wanita itu.Jenna berdiri diam untuk beberapa saat, menunggu apa yang akan dilakukan Rosa terhadap dirinya. Beruntung bagi Jenna, sebab ibu mertuanya itu langsung berbalik pergi dan tidak mencari masalah dengannya.Keesokan harinya, Logan dan putrinya kembali datang untuk makan siang bersama. Hanya itu dan Jenna kembali ke kamar setelah ayah serta anak itu pergi.Kembali ke kamar, Jenna termenung. Ia mengingat kembali pesan Logan tadi. Pria itu kembali mengingatkan untuk menghubunginya, jika Jenna dalam masalah. Seulas senyum tipis menghiasi wajah suramnya, ternyata seperti ini ras
Jenna menyeka air mata dengan punggung tangannya. Berusaha berhenti menangis dan tersenyum, saat tatapannya bertemu dengan Tuan Besar Kim."Apakah Tuan baik-baik saja?" tanya Jenna. Ia tidak terbiasa memanggil ayah atau ibu, kepada mertuanya itu.Tuan Besar Kim mengangguk perlahan."K-Kamu?" tanya Tuan Besar Kim dengan suara begitu lemah. Hanya mengucapkan satu kata itu saja, sudah membuatnya begitu kelelahan.Jenna buru-buru mengangguk dan berkata, "Kami baik-baik saja."Kami yang dimaksud Jenna adalah dirinya dan bayi yang berada dalam kandungannya.Jenna hanya menjenguk sebentar, ia takut Tuan Besar Kim terlalu lelah. Lalu, Jenna keluar, meninggalkan Tuan Besar Kim bersama seorang perawat yang akan berjaga selama 24 jam.Kembali ke kamarnya di lantai atas, Jenna langsung berdoa, memohon kepada Yang Kuasa untuk kesehatan serta kesembuhan ayah mertuanya itu. Satu hari itu, Jenna menghabiskan waktu
"Tapi, Nyonya.... Baik! Tunggu sebentar!" ujar Paman Bong. Ya, ia tidak boleh ragu, setiap detik amat berharga. Paman Bong berlari ke dalam garasi dan langsung mendorong keluar motor bebek tuanya. Walaupun itu garasi dengan begitu banyak mobil yang tersusun rapi, tetapi semua kunci mobil di simpan di dalam kediaman utama. Akan butuh waktu hanya untuk menemukan kunci, jadi Paman Bong memutuskan untuk menggunakan motor bututnya saja.Motor itu dihidupkan, begitu juga dengan lampu depan yang berwarna kuning. Paman Bong melepaskan jaketnya yang memang sudah basah dan meminta agar Nyonya nya mengenakan itu.Tangan kurus dan gemetaran itu menerima jaketnya, tidak dipakai dan hanya dipeluk. Paman Bong tidak lagi berkata-kata dan naik ke atas motor. Beruntung motor bututnya rendah, jadi Jenna tidak kesulitan untuk naik dan duduk di sana.Motor melaju dan di depan gerbang utama, Paman Bong meminta staff keamanan untuk melaporkan bahwa ia mengantar Nyony
Berjalan cepat, Leo berlari menuruni tangga.Di lantai bawah, Rosa sudah terbangun dan saat ini berada di ruang depan kediaman. Kesal, karena keributan ini terjadi disebabkan oleh menantu bodohnya itu. Kediaman yang tenang, menjadi begitu kacau."Leo!" panggil Rosa yang melihat Leo berlari melewatinya. Namun, panggilannya diabaikan begitu saja.Rosa tidak tinggal diam, ia segera kembali ke kamar untuk berganti pakaian. Sebagai Nyonya rumah, ia harus memastikan sendiri apa yang terjadi, serta mencegah nama baik Keluarga Kim tercoreng, hanya karena menantunya itu.Leo masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin.Mesin mobil sport meraung garang, saat pedal gas diinjak dalam. Melaju kencang, mobil itu pun meninggalkan kediaman Kim.Kedua tangan Leo mencengkeram kemudi begitu erat, sampai buku-buku tangannya memutih. Keningnya berkerut, memikirkan apa yang telah terjadi. Ia tidak pernah berharap, Jenna keguguran. D
"Bawa aku, bawa aku untuk menemui bayiku!" ujar Jenna kembali dengan suara bergetar."Bayimu sudah kami makamkan," ujar Dokter Margareth, apa adanya."A-Apa? APA?" tanya Jenna yang seakan tidak mengerti ucapan dokter itu."Bayimu sudah kami makamkan," ulang Dokter Margareth.Jenna langsung berpaling menatap Leonel, yang berdiri di samping ranjang. Tangan kurus dan gemetaran, menangkap lengan Leo, suaminya.Hal itu membuat, Leo menatap langsung ke wajah Jenna."M-Mereka bohong bukan? Bayiku, tidak maksudku bayi kita ada di ruang bayi, bukan?" tanya Jenna dengan tatapan penuh harap. Ya, ia tidak percaya ucapan dokter itu. Jenna tidak percaya.Leo merasa tenggorokannya tercekat, seakan ada gumpalan yang membuatnya merasa tercekik dan tidak mampu berkata-kata."L-Leo!" panggil Jenna, ia dapat membaca ekspresi wajah suaminya itu dan saat ini, ekspresi itu mengatakan bahwa apa yang dikatakan
Jenna membuka genggaman kedua tangannya, langsung saja tanah itu terjatuh di atas sapu tangan putih. Lalu, Margareth membungkus tanah itu dan menyerahkannya kepada Jenna.Tangan kurusnya langsung menerima bungkusan tanah itu dan memeluknya erat. Dokter Margareth membantu Jenna kembali duduk di kursi roda dan mereka kembali ke dalam gedung rumah sakit.Jenna tidak lagi menangis dan ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang berpapasan dengan mereka. Ya, Jenna begitu kotor, wajah dan pakaian rumah sakitnya penuh tanah. Ia tidak peduli!Dokter Margareth mendorong Jenna kembali ke dalam kamar dan ternyata, suami serta ibu mertuanya sudah menunggu."Apa yang terjadi?" tanya Rosa dengan mata mendelik. Ia begitu jijik melihat penampilan Jenna yang begitu kotor.Leo yang berdiri di belakang Rosa, melangkah maju, melihat apa yang terjadi.Tatapan Jenna dan Leonel bertemu dan itu langsung membuat Jenna berdiri,
Mobil sport milik Leo berbelok, memasuki halaman parkir rumah sakit. Mereka yang merupakan bagian dari keluarga jajaran petinggi rumah sakit, memiliki tempat parkir khusus yang berada tepat di seberang pintu utama.Leo melihat mobil Anya sudah terparkir di sana dan ia mengambil tempat, tepat di samping mobil kekasihnya itu.Anya dapat melihat dari kaca spion, mobil Leo sudah berhenti tepat di samping mobilnya. Merapikan rambut dan memoles lipstik sekali lagi, barulah Anya tersenyum puas dengan penampilannya, kemudian turun dari mobil.Setelah mobil terparkir sempurna, Leo pun turun."Leo!" panggil Anya yang langsung berjalan menghampiri kekasihnya itu.Namun, senyum Anya sirna, saat melihat raut wajah Leonel. Mengapa pria itu terlihat begitu tertekan? Apakah pria itu sedih atau bahkan mungkin merasa bersalah? Anya tertawa sinis dalam hati dan berkata, semua sudah terlambat dan ia amat bahagia, saat menerima kabar istri Leo y
Kembali ke rumah sakit.Leo panik, saat tidak menemukan Jenna di dalam kamar rawat. Ia menanyakan kepada seluruh perawat, tetapi tidak ada yang melihat di mana istrinya berada.Anya yang sedaritadi mengikuti Leo, mulai merasa kesal karena perhatian pria itu terhadap istrinya.Leo berlari dan berusaha menemukan keberadaan Jenna. Ia benar-benar merasa khawatir. Ya, ia khawatir.Kembali ke kediaman Kim, tepatnya di kamar utama.Rosa mengangkat tangan, untuk menghentikan pelayan yang hendak menyeret Jenna keluar dari kamar utama. Ia penasaran, akan apa yang hendak dilakukan menantu bodohnya itu. Ia amat penasaran. Dengan tatapan menghina, Rosa tidak sabar menunggu pertunjukan apa yang akan diberikan.Kedua tangan Jenna berada di atas lantai batu alam yang begitu dingin, terkepal erat. Jenna berusaha mengontrol tubuhnya yang gemetar hebat, tetapi sia-sia. Dengan wajah menunduk dalam, Jenna mulai berbicara.