Di luar rencana Velicia, Tania yang merupakan calon istri suaminya malah datang menghampirinya. Wanita pilihan ibu mertuanya itu mengajaknya untuk berteman dekat dan menjadi sekutu. "Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Tania setelah mendengar kisah lengkap dari Velicia.Setelah perbincangan yang sangat panjang dan memakan waktu lumayan lama, akhirnya Velicia memutuskan untuk percaya pada Tania dengan menceritakan semua padanya, kecuali rencananya dan bukti-bukti dari kamera pengintai"Apa aku sungguh bisa mempercayaimu?" tanya Velicia serius."Berapa kali kamu menanyakan ini padaku? Apa kamu masih ragu padaku?" tanya balik Tania dengan tatapan serius padanya."Ayolah, Ve. Bukankah kita sudah sepakat untuk berteman?" tanyanya kembali.Tidak ada senyuman dari Velicia. Dia masih ingin membuat Tania berusaha untuk meyakinkannya. Seperti dugaannya, Tania berusaha keras untuk membujuknya agar percaya penuh padanya."Aku ingin meminta bantuanmu. Bisakah kamu mengatur waktu untuk bertemu denga
"Apa kau akan pergi?" tanya Velicia pada suaminya. Dia menatap sedih pada sang suami yang sudah berganti pakaian rapi, bukan pakaian yang digunakannya ketika berada di rumah."Sejak kapan kamu peduli padaku?" tanya balik Raymond sambil menyisir rambutnya. Pandangan matanya masih tetap tertuju pada cermin yang memperlihatkan penampilannya, seolah enggan melihat istrinya meskipun sedang berbicara dengannya.Velicia tersenyum getir. Dia hanya bisa menatap suaminya dari ranjang, tempatnya duduk saat ini."Jika aku tidak pernah peduli padamu, lalu siapa yang selama ini menyiapkan keperluanmu? Bahkan sekarang saja aku belum juga makan karena menunggumu untuk makan bersama," tutur Velicia sambil tersenyum miring.Raymond melirik sang istri dari cermin yang ada di hadapannya. Dia merapikan pakaiannya, seolah sedang mengacuhkan istrinya."Bukankah semua itu memang sudah menjadi tugasmu? Lagipula, kenapa kamu tidak makan? Kenapa kamu harus menungguku?" tanyanya tanpa beban pada sang istri."Kar
Sesuai kesepakatannya bersama dengan Velicia, Tania menghampiri Raymond yang sedang duduk bermesraan dengan Sandra, wanita selingkuhannya. Bak seorang aktris profesional, Tania berpura-pura tidak mengetahui keberadaan calon suaminya itu. Dia berjalan tergesa-gesa sembari sibuk dengan ponselnya.Bruk!"Aaaawwww! Sakiiiiit!" rintih Tania setelah menabrak sebuah meja yang ada di cafe tersebut.Mata Raymond terbelalak ketika menyadari bahwa wanita yang menabrak mejanya itu adalah calon istrinya, Tania. Lidahnya keluh tidak bisa mengatakan apa pun. 'Tania?! Kenapa dia ada di sini?' tanyanya dalam hati tanpa berkedip menatap calon istrinya.'Bukankah aku menyuruhnya untuk menungguku di tempat ....' Seketika dia teringat sesuatu. Tanpa berpikir panjang dia mengambil ponselnya dan membuka pesan dari Tania.'Bodoh! Kenapa aku tidak menyadarinya?!' sambungnya dalam hati.Tania masih sibuk meratapi bagian tubuhnya yang terasa sakit terkena sudut meja tersebut. Dia meringis sembari merintih ke
Semuanya telah terbongkar. Raymond kembali bingung menghadapi tiga wanita yang ada dalam hidupnya. Dia tidak bisa melepaskan begitu saja sang istri darinya. Selain itu, dia juga tidak bisa melepaskan wanita selingkuhannya yang bisa menjembataninya menuju kesuksesan. Begitu pula dengan Tania, dia tidak bisa membiarkan perjodohannya gagal begitu saja karena wanita tersebut merupakan pilihan mamanya.Dia duduk sendiri meratapi nasibnya. Pria itu terlihat sangat frustasi. Penampilannya berantakan, sangat jauh berbeda dengan Raymond yang sebelumnya. "Kenapa jadi berantakan seperti ini?!" ujarnya kesal sembari mengacak-acak rambutnya.Banyak pasang mata di cafe tersebut yang masih memperhatikannya. Mereka membicarakan Raymond seolah sedang bertaruh akan nasibnya setelah ditinggal pergi begitu saja oleh tiga wanita yang berstatus istri, calon istri dan juga wanita selingkuhannya."Harusnya semua bisa lancar terkendali seperti rencanaku. Tapi, kenapa sebaliknya?"Dia menghela nafas yang tera
Ting tong!Bel rumah berkali-kali dibunyikan tanpa jeda, layaknya orang yang sedang terburu-buru atau sedang diburu oleh sesuatu. Velicia berjalan tergesa-gesa tanpa mengatakan apa pun untuk menenangkan orang tersebut. Benar dugaan Velicia, Raymond lah yang membunyikan bel rumah secara brutal, sama dengan kebiasaan sang suami ketika sedang dalam keadaan kesal atau pun marah.Brak!Pintu rumah ditutup dengan kerasnya oleh Raymond, hingga sang istri yang berjalan terlebih dahulu setelah membukakan pintu untuknya, seketika berjingkat kaget. Velicia hanya menggelengkan kepalanya seraya mengusap dadanya. Dalam hatinya mengumpat sang suami yang selalu bersikap kasar sesuai suasana hatinya."Mau ke mana?" tanya Raymond pada sang istri ketika melihat istrinya itu sedang membawa bantal dan selimut miliknya."Aku tidur di kamar lain," jawab Velicia tanpa menoleh pada suaminya.Raymond bergerak cepat menarik tangan sang istri dan menahannya."Apa maksudmu?" tanyanya tidak terima dengan keputusan
Mmmmppphhh!Velicia berusaha melepaskan dirinya dari cengkraman suaminya. Berulang kali dia mencoba melarikan diri, tapi selalu saja gagal. Raymond memegang erat pinggul sang istri dari bagian belakang tubuhnya. Dia menggerakkan pinggulnya sekencang mungkin hingga terdengar suara hentakan tubuhnya yang memenuhi kamar tersebut.Velicia tidak bisa lari lagi. Bukan karena dia menikmatinya. Justru dia merasa hambar meskipun sang suami berusaha keras untuk membuatnya mabuk kepayang dengan sentuhan-sentuhannya. "Bagaimana? Apakah kamu merasa kurang puas?" tanya Raymond dengan nafas ngos-ngosan sembari mempercepat gerakannya, berusaha membuat sang istri bersuara atau pun memberontak.Namun, Velicia hanya diam. Dia tahu betul tentang suaminya. Karena itulah Velicia tidak ingin membuatnya senang dan bersemangat dengan perlawanannya yang akan membuat sang suami merasa menang karena telah membuat perjuangannya untuk melarikan diri menjadi sia-sia."Sepertinya kamu kurang puas," sambungnya denga
“Tubuhmu indah sekali, Velicia.”Sentuhan lembut pada kulit mulus Velicia membuat wanita itu mengeliat pelan. Akan tetapi, sepasang matanya yang sudah tampak tidak fokus dan penuh hasrat itu seakan meminta lebih. Ia menggigit bibirnya, menahan lenguhan itu agar tidak keluar.“Jangan menahannya.” Pria itu terkekeh pelan. “Aku merindukan suaramu.”Velicia merasakan ibu jari pria tersebut menyapu bibir bagian bawahnya dengan hati-hati, lalu menciumnya dengan panas, membuat Velicia meloloskan desahan di sela-sela ciuman intens tersebut. Apalagi tangan maskulin pria terus memanjakan Velicia di bawah sana.Sesuatu yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya.Velicia terbuai dan hanyut dalam perlakuan hangat sang pria. Tanpa menyadari bahwa keesokan paginya, ia terkejut mendapati Arion Brooks, sang mantan kekasih, berbaring di sebelahnya dalam keadaan tanpa busana.“Arion!?” batin Velicia, panik. “Apa yang–bagaimana dia bisa ada di sini!?” **Malam sebelumnya ….“Apakah kamu berniat memper
“Istrimu sepertinya gugup, Raymond. Harus lebih santai lagi.”“Saya sepakat, Tuan.” Raymond menanggapi dengan suaranya yang biasa. Tangannya bergerak membimbing Velicia untuk minum. “Ayolah, Sayang, jangan tegang begitu.”Velicia menahan emosi yang mulai bergolak dalam dadanya karena paksaan sang suami, apalagi di hadapan para atasan yang sejak tadi menatap Velicia seperti serigala lapar. Apakah Raymond tidak menyadari sorot mata mesum mereka?Atau … pria itu memang tidak peduli?Pada akhirnya, di bawah desakan semua orang dan tanpa pembelaan dari sang suami, Velicia menandaskan minumannya.Para pria di hadapannya bersorak melihat gelas kosong yang berada di tangan istri Raymond. Keriuhan itu membuat Raymond merasa tersanjung, apalagi para petinggi di perusahaan tempatnya bekerja itu terus memujinya yang memiliki istri cantik nan penurut.Sementara Velicia hanya diam merasakan dadanya seperti terbakar."Minuman ini akan saya persembahkan untuk wanita cantik yang paling bersinar di pe
Mmmmppphhh!Velicia berusaha melepaskan dirinya dari cengkraman suaminya. Berulang kali dia mencoba melarikan diri, tapi selalu saja gagal. Raymond memegang erat pinggul sang istri dari bagian belakang tubuhnya. Dia menggerakkan pinggulnya sekencang mungkin hingga terdengar suara hentakan tubuhnya yang memenuhi kamar tersebut.Velicia tidak bisa lari lagi. Bukan karena dia menikmatinya. Justru dia merasa hambar meskipun sang suami berusaha keras untuk membuatnya mabuk kepayang dengan sentuhan-sentuhannya. "Bagaimana? Apakah kamu merasa kurang puas?" tanya Raymond dengan nafas ngos-ngosan sembari mempercepat gerakannya, berusaha membuat sang istri bersuara atau pun memberontak.Namun, Velicia hanya diam. Dia tahu betul tentang suaminya. Karena itulah Velicia tidak ingin membuatnya senang dan bersemangat dengan perlawanannya yang akan membuat sang suami merasa menang karena telah membuat perjuangannya untuk melarikan diri menjadi sia-sia."Sepertinya kamu kurang puas," sambungnya denga
Ting tong!Bel rumah berkali-kali dibunyikan tanpa jeda, layaknya orang yang sedang terburu-buru atau sedang diburu oleh sesuatu. Velicia berjalan tergesa-gesa tanpa mengatakan apa pun untuk menenangkan orang tersebut. Benar dugaan Velicia, Raymond lah yang membunyikan bel rumah secara brutal, sama dengan kebiasaan sang suami ketika sedang dalam keadaan kesal atau pun marah.Brak!Pintu rumah ditutup dengan kerasnya oleh Raymond, hingga sang istri yang berjalan terlebih dahulu setelah membukakan pintu untuknya, seketika berjingkat kaget. Velicia hanya menggelengkan kepalanya seraya mengusap dadanya. Dalam hatinya mengumpat sang suami yang selalu bersikap kasar sesuai suasana hatinya."Mau ke mana?" tanya Raymond pada sang istri ketika melihat istrinya itu sedang membawa bantal dan selimut miliknya."Aku tidur di kamar lain," jawab Velicia tanpa menoleh pada suaminya.Raymond bergerak cepat menarik tangan sang istri dan menahannya."Apa maksudmu?" tanyanya tidak terima dengan keputusan
Semuanya telah terbongkar. Raymond kembali bingung menghadapi tiga wanita yang ada dalam hidupnya. Dia tidak bisa melepaskan begitu saja sang istri darinya. Selain itu, dia juga tidak bisa melepaskan wanita selingkuhannya yang bisa menjembataninya menuju kesuksesan. Begitu pula dengan Tania, dia tidak bisa membiarkan perjodohannya gagal begitu saja karena wanita tersebut merupakan pilihan mamanya.Dia duduk sendiri meratapi nasibnya. Pria itu terlihat sangat frustasi. Penampilannya berantakan, sangat jauh berbeda dengan Raymond yang sebelumnya. "Kenapa jadi berantakan seperti ini?!" ujarnya kesal sembari mengacak-acak rambutnya.Banyak pasang mata di cafe tersebut yang masih memperhatikannya. Mereka membicarakan Raymond seolah sedang bertaruh akan nasibnya setelah ditinggal pergi begitu saja oleh tiga wanita yang berstatus istri, calon istri dan juga wanita selingkuhannya."Harusnya semua bisa lancar terkendali seperti rencanaku. Tapi, kenapa sebaliknya?"Dia menghela nafas yang tera
Sesuai kesepakatannya bersama dengan Velicia, Tania menghampiri Raymond yang sedang duduk bermesraan dengan Sandra, wanita selingkuhannya. Bak seorang aktris profesional, Tania berpura-pura tidak mengetahui keberadaan calon suaminya itu. Dia berjalan tergesa-gesa sembari sibuk dengan ponselnya.Bruk!"Aaaawwww! Sakiiiiit!" rintih Tania setelah menabrak sebuah meja yang ada di cafe tersebut.Mata Raymond terbelalak ketika menyadari bahwa wanita yang menabrak mejanya itu adalah calon istrinya, Tania. Lidahnya keluh tidak bisa mengatakan apa pun. 'Tania?! Kenapa dia ada di sini?' tanyanya dalam hati tanpa berkedip menatap calon istrinya.'Bukankah aku menyuruhnya untuk menungguku di tempat ....' Seketika dia teringat sesuatu. Tanpa berpikir panjang dia mengambil ponselnya dan membuka pesan dari Tania.'Bodoh! Kenapa aku tidak menyadarinya?!' sambungnya dalam hati.Tania masih sibuk meratapi bagian tubuhnya yang terasa sakit terkena sudut meja tersebut. Dia meringis sembari merintih ke
"Apa kau akan pergi?" tanya Velicia pada suaminya. Dia menatap sedih pada sang suami yang sudah berganti pakaian rapi, bukan pakaian yang digunakannya ketika berada di rumah."Sejak kapan kamu peduli padaku?" tanya balik Raymond sambil menyisir rambutnya. Pandangan matanya masih tetap tertuju pada cermin yang memperlihatkan penampilannya, seolah enggan melihat istrinya meskipun sedang berbicara dengannya.Velicia tersenyum getir. Dia hanya bisa menatap suaminya dari ranjang, tempatnya duduk saat ini."Jika aku tidak pernah peduli padamu, lalu siapa yang selama ini menyiapkan keperluanmu? Bahkan sekarang saja aku belum juga makan karena menunggumu untuk makan bersama," tutur Velicia sambil tersenyum miring.Raymond melirik sang istri dari cermin yang ada di hadapannya. Dia merapikan pakaiannya, seolah sedang mengacuhkan istrinya."Bukankah semua itu memang sudah menjadi tugasmu? Lagipula, kenapa kamu tidak makan? Kenapa kamu harus menungguku?" tanyanya tanpa beban pada sang istri."Kar
Di luar rencana Velicia, Tania yang merupakan calon istri suaminya malah datang menghampirinya. Wanita pilihan ibu mertuanya itu mengajaknya untuk berteman dekat dan menjadi sekutu. "Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Tania setelah mendengar kisah lengkap dari Velicia.Setelah perbincangan yang sangat panjang dan memakan waktu lumayan lama, akhirnya Velicia memutuskan untuk percaya pada Tania dengan menceritakan semua padanya, kecuali rencananya dan bukti-bukti dari kamera pengintai"Apa aku sungguh bisa mempercayaimu?" tanya Velicia serius."Berapa kali kamu menanyakan ini padaku? Apa kamu masih ragu padaku?" tanya balik Tania dengan tatapan serius padanya."Ayolah, Ve. Bukankah kita sudah sepakat untuk berteman?" tanyanya kembali.Tidak ada senyuman dari Velicia. Dia masih ingin membuat Tania berusaha untuk meyakinkannya. Seperti dugaannya, Tania berusaha keras untuk membujuknya agar percaya penuh padanya."Aku ingin meminta bantuanmu. Bisakah kamu mengatur waktu untuk bertemu denga
Suasana hati Raymond begitu indah setelah berhasil memperbaiki hubungannya dengan Sandra, wanita selingkuhannya. Akan tetapi, suasana hatinya seketika menjadi buruk setelah berdebat dengan Velicia, sang istri yang sedang memberontak. Ditambah lagi dengan sikap Tania yang merupakan calon istrinya itu bersikap angkuh padanya, sehingga memperburuk suasana hatinya.Di dalam ruangannya, Raymond tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Pikirannya terbagi antara pekerjaan dan mencari cara untuk bisa bertemu dengan wanita pilihan mamanya. Bagaimana tidak, sang ibu kembali menghubunginya untuk mengingatkannya agar sesegera mungkin bertemu dengan Tania, wanita yang dijodohkan dengannya.Selain itu, pekerjaannya terganggu oleh Sandra yang berulang kali menghubunginya. Wanita selingkuhannya itu merengek tiada henti. Sayangnya, Raymond tidak bisa mengabaikannya. Sandra merupakan wanita yang bisa mewujudkan obsesinya untuk mendapatkan sebuah jabatan tinggi dalam perusahaan tempatnya bekerja. Bisa dibila
Raymond dan Sandra menghabiskan malam panjangnya di hotel tersebut. Sandra begitu liar dan agresif. Pengaruh dari obat yang diberikan pria di club malam itu membuatnya hilang kendali. "Ayolah, Sayang," ucapnya dengan sensual. Wanita itu masih dalam keadaan mabuk dan juga dalam pengaruh obat. Tangannya menuntun Raymond untuk menyentuh bagian tubuhnya yang ingin dipuaskan oleh kekasihnya. Sandra mengambil kendali. Dia masih merasa tidak puas dengan perlakuan pasangannya. Tubuhnya bak terbakar oleh hasrat yang harus dituntaskan olehnya. Dari posisi satu ke posisi lainnya dan dari tempat satu ke tempat lainnya, hingga membuat Raymond sangat kewalahan.Desahan dari bibir keduanya bak alunan musik tersendiri bagi mereka. Kamar hotel tersebut seketika menjadi panas. Kertenangan dalam kamar itu berganti dengan suara nafas yang memburu dan juga suara desahan serta erangan dari keduanya.Ranjang yang tadinya rapi seketika menjadi kusut dan berpeluh. Ranjang dalam kamar itu menjadi ranjang pan
"Apa kamu benar-benar tidak tahu?" tanya Velicia sambil tersenyum manis pada suaminya.Raymond mengerutkan dahinya. Dia menatap curiga pada sang istri yang seolah sedang bermain teka-teki dengannya, ketika dia sedang mencoba menyalurkan hasratnya."Aku menolakmu," sambung sang istri seraya tersenyum miring.Senyuman Velicia memancing emosi Raymond. Dia merasa terhina atas penolakan sang istri yang secara terang-terangan mengatakannya. Seketika tubuh Velicia menegang. Matanya terbelalak merasakan sesuatu yang melingkar di lehernya dan mencengkeramnya sangat erat, sehingga dia kesulitan untuk bernafas."Beraninya kamu menolak ku, hah?!" ujar Raymond dengan amarahnya yang menggebu-gebu."Kamu tidak punya hak untuk menolak!" sambungnya kembali dengan meninggikan suaranya. Dari sorot matanya terlihat api kemarahan yang membakar hati nuraninya.Velicia tidak bisa bersuara. Hanya kedua tangannya yang bergerak-gerak, berusaha memukul badan suaminya untuk melepaskan diri darinya."Kamu akan s