Acara pernikahan yang berlangsung mewah hampir sehari semalam, ditambah perjalanan dari Jakarta menuju Semarang, membuat Handa merasakan lelah di sekujur tubuhnya. Handa bergegas menuju kamarnya yang berada di lantai atas, setelah membersihkan diri dengan ala kadarnya, Handa langsung merebahkan tubuh di kasur busa yang berada di kamarnya.Begitu juga dengan Gunawan, usia yang sudah tidak muda lagi membuat pria paruh baya itu akhirnya tumbang setelah tiba di Semarang. Lasmi segera menyiapkan balsam dan uang koin saat suaminya itu meminta kerokan. Sebuah tekhnik pengobatan yang murah meriah bagi rakyat jelata dengan kemampuan finansial yang pas-pasan.Sudah hampir tiga jam Handa menghabiskan waktu untuk tidur. Rasa kantuk dan lelah yang mendera membuat Handa mengabaikan dering ponsel yang sudah meraung-raung begitu lama. Nada panggil yang dibuat berbeda dengan yang lainnya, membuat Handa tahu siapa yang sedang menghubunginya. Bukan karena takut atau tak enak hati pada yang telah menghub
Kembali ke Semarang, berarti Handa telah kembali ke kehidupannya yang dulu. Kini dia sudah menjalani rutinitas paginya, mencuci mangkok-mangkok kotor yang sudah menumpuk di warung Gunawan. Tak akan ada yang menyangka jika gadis yang sedang sibuk mencuci mangkok tersebut adalah istri seorang pengusaha kaya, bahkan mungkin tak ada yang percaya jika jemari yang kini sedang sibuk membilas mangkok tersebut telah melingkar sebuah cincin berlian seharga ratusan juta.Matahari mulai meninggi warung Gunawan sudah tak seramai seperti saat masih pagi. Setelah selesai membersihkan meja dari mangkok, gelas, dan juga sisa makanan, Handa membuka laptopnya untuk melanjutkan mengerjakan skripsinya. Handa mengerjakan skripsi disaat-saat senggang kala membantu Gunawan, lagi pula dia bisa mendapat wifi gratis dari sebuah kantor pemasaran yang letaknya bersebarangan dengan warung milik pakdhenya itu.Bisa segera lulus dan diwisuda tentulah impian semua mahasiswa, begitu juga dengan Handa. Tetapi rencana k
Keringat yang membasahi wajah dan tubuh Satria menetes, seolah ingin menghabiskan tenaganya sampai tak tersisa, suami Handa ini terus melalukan push up. Hingga setumpuk foto yang jatuh berceceran tepat di depan matanya. Ya, semua adalah foto-foto Handa, istrinya yang kini berada jauh dari sisinya. Satria segera menghentikan aktifitas olah raga yang sedang dia lakukan, tangannya segera memunguti foto-foto tersebut satu per satu.Harris melempar handuk tepat di muka putra semata wayangnya tersebut, Satria berhasil menangkap sebelum handuk itu terjatuh ke lantai. Sambil mengelap keringat yang membasahi wajah dan tubuhnya, Satria mengikuti langkah Harris menuju ke tempat duduk yang ada di ruang gym itu. Ayah dan anak itu kini duduk saling berhadapan, Harris duduk bersandar di sofa sambil melipat tangan di dadanya, sedangkan Satria masih serius mengamati foto-foto Handa yang kini berada di Semarang."Papa memata-matai Handa?" Sebuah kalimat retorika yang tidak membutuhkan jawaban. Satria s
Dengan langkah tegap penuh wibawa, Satria berjalan menuju ruang kerjanya. Kehadirannya di kantor setelah pesta penikahannya di gelar menimbulkan banyak pertanyaan bagi para karyawan, dia yang tidak mengambil cuti atau berbulan madu membuat banyak orang berspekulasi tentang pernikahannya, ditambah lagi kabar tentang mempelai wanita langsung menghilang begitu saja, dan tak pernah terlihat mendampingi sang suami, membuat rasa penasaran banyak pihak semakin mencuat."Siapkan semua file proyek-proyek kita yang di Semarang dan sekitarnya, secepatnya! Saya tunggu di ruang kerja saya," perintah Satria dengan tegas kepada asisten pribadi dan juga sekretarisnya.Dari suara dengan nada tegas dan eksperesi wajah yang serius, dua orang kepercayaan Satria itu bergegas mencari apa yang diminta oleh calon pewaris tunggal Arga Group. Tentu saja mereka berdua tak ingin membuat kecewa atasannya, karena sebagai atasan Satria terkenal tidak pelit, dia tidak akan sungkan untuk memberikan bonus pada karyawa
Hanin menumpahkan air matanya melepas kepergian Satria, dia sungguh tidak menduga cinta yang dulu begitu menggebu bisa sirna begitu saja. Bahkan kebersamaan yang pernah mereka lalui seakan tidak memiliki arti bagi Satria. Dalam hati Hanin terus bertanya, apa yang telah Handa berikan hingga dengan mudah dia bisa menggapai hati Satria dan membuat Satria berpaling darinya?"Maafkan aku yang tak bisa setia, karena hati berpaling pada cinta yang lain, bersamanya kuraih bahagia, dalam ikatan suci pernikahan," ucap Satria dengan begitu dingin layaknya orang yang berbicara tanpa hati.Sungguh tak terperi sakit di hati Hanin saat mengingat setiap kata yang keluar dari mulut Satria sebelum meninggalkannya, kata-kata maaf yang Hanin dengar, layaknya senandung lagu sang durjana. Sungguh tanpa perasaan Satria mencampakkan Hanin begitu saja, setelah Satria puas menikmati tubuh Hanin selama mereka menjalin hubungan asmara."Tapi kau tidak bisa menyalahkan aku begitu saja, kerena kau yang telah mengh
Di Stasiun Gambir, Handa turun dari kereta api Argo Anggrek yang membawanya dari Kota Semarang. Wajahnya terlihat sangat lelah, beberapa kali dia mengucek matanya yang masih mengantuk. Handa menutup wajah bangun tidurnya dengan jemari yang merenggang, tersungging senyum malu dan sangat dipaksakan saat dia melihat Satria sudah berdiri di depannya.Satria tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkah lucu Handa, Pewaris tunggal Arga Group itu bergegas menghampiri wanita yang telah dia sebut namanya dalam akad, diangsurkan tangan pada sang istri, hingga saat kedua tangan mulai bertautan, Satria merasakan hasratnya yang semakin membara."Kita pulang dulu," ajak Satria pada Handa, berharap bisa menikmati malam pertama yang telah tertunda. Digenggamnya erat tangan sang istri, lalu Handa dan Satria melangkah meninggalkan Statiun Gambir. Dengan langkah lebar dan cepat seperti orang yang sedang buru-buru, Satria membuat Handa harus sedikit berlari untuk bisa mengimbanginya."Papa?" Me
Handa dan Satria duduk berdampingan di dalam mobil. Satria segera mengenakan sabuk pengamannya, setelah selesai dia mengalihkan perhatiannya pada Handa yang sepertinya sedang kesulitan mengenakan sabuk pengaman."Aku bantu," tawar Satria sambil mendekatkan tubuhnya pada Handa."Sudah," jawab singkat Handa, tersenyum sambil menunjukkan dirinya yang sudah bisa memasang sabuk pengaman dengan benar. Bukan hal yang istimewa, tetapi dia harus menunjukkan pada Satria hal tersebut layaknya sebuah prestasi. Hal itu Handa lakukan karena dia tahu, lelaki yang bergelar suami yang kini berada di sampingnya sedang melancarkan berbagai modus untuk bisa menyentuhnya.Merasa sudah ketahuan niatnya, Satria bergegas menyalakan mesin dan mobil pun mulai melaju meninggalkan area parkir rumah sakit. Pasangan suami istri itu menghabiskan waktu selama perjalanan hanya dengan saling diam, mereka disibukkan oleh pikiran mereka masing-masing. Satria yang tidak sabar untuk menghabiskan waktu dengan istrinya, sed
Dengan terpaksa Satria menurunkan Handa yang memberontak dari gendongannya. Pemandangan yang tak pernah Satria duga, akan menyambut kedatangan istrinya saat pertama kalinya memasuki apartemen yang dia miliki. "Sepertinya habis ada pesta, Mas?" tanya Handa dengan nada menyindir. Senyum yang terukir di bibir kini ditemani oleh lelehan air mata yang hadir dengan lancangnya. "Ini tidak seperti yang pikirkan, Han." Satria menyugar rambutnya dengan kasar, dia tidak tahu harus memulai dari mana untuk memberikan penjelasan pada Handa. "Han!" panggil Satria, saat wanita yang bergelar istri baginya itu dengan kasar berusaha melepaskan tangan dari genggamananya. Handa melangkah menuju ke ranjang berukuran king size dengan sprei yang berantakan, dipungutnya lingerie dan pakaian dalam berwarna hitam yang berserakan. Handa mengangkat pakaian dengan minim bahan tersebut untuk ditunjukkan pada Satria sambil tersenyum kecut. Satria menggelengkan kepalanya, dalam hati dia mengumpat pada dirinya sen