Beranda / Romansa / Handa / 68. Doa Wanita Teraniaya

Share

68. Doa Wanita Teraniaya

Penulis: Henny Djayadi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-04 14:49:58

“Mbak Dia!” panggil Handa kepada wanita yang sudah hampir memasuki mobilnya. “Maafkan, Mas Satria! Dia tidak sungguh-sungguh dengan ucapannya,” sambung Handa berusaha untuk menenangkan hati salah satu tamunya.

Wanita yang bernama Nadia itu hanya menganggukkan kepala sambil memeluk erat Rio, seolah takut kehilangan putranya. Bukan untuk pertama kalinya dia mendengar jika Satria ingin mengadopsi Rio. Apalagi setelah Nadia hamil anak ke tiga, Satria semakin dekat Rio.

“Tidak apa-apa.” Nadia terlihat berat untuk berbicara di depan Handa. “Semoga kalian segera diberi momongan,” sambung Nadia dengan wajah yang sendu.

“Amin, terima kasih atas doanya.” Handa hanya bisa mengaminkan doa baik yang terucap dari mulut Nadia, meskipun terdengar tidak tulus.

Handa merasa, Nadia mengucapkannya sebagai bentuk rasa tidak sukanya dengan Satria yang terlalu dekat dengan putra sulungnya. Dan juga sikap Satria yang secara terang-terangan ingin mengadopsi Rio.

“Kami pamit dulu, terima kasih atas undangannya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Handa   69. Bertemu dengan Hanin

    “Saat ini kami sedang butuh modal, jadi saya akan menjual rumah itu,” ucap Hanin di hadapan kedua orang tuanya.Setelah menikah dengan Dharma Hanin menetap di Semarang, dan hanya sesekali mendatangi kedua orang tuanya di Jakarta. Bahkan jika Marini merasakan rindu yang sangat pada cucunya, dia dan Gunadi yang berkunjung ke Semarang.“Kenapa tidak pinjam bank saja, kan bisa dicicil?” tanya Marini yang merasa sayang untuk menjual rumah milik Hanindya.Sedangkan Gunadi baru mengetahui jika selama ini putrinya memiliki rumah di pinggiran kota Jakarta. Padahal rumah itu sudah lama dimiliki oleh putri sulungnya, bahkan sejak mereka masih tinggal bersama. Ingin rasanya bertanya kepada Hanin, tetapi tampaknya Gunadi lebih memilik untuk menunggu kejujuran dari putri sulungnya tersebut.“Sebenarnya Mas Dharma juga berpikiran seperti itu, tetapi kebutuhan kami sudah terlalu banyak. Anak-anak sudah sekolah semua, kalau kami mengajukan pinjaman lagi, takutnya justru membuat kami tidak bisa fokus d

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Handa   70. Penyelamat

    “Mas Dharma nggak ikut? Mbak Hanin kan sedang hamil, apa tidak khawatir?” cecar Handa kepada Hanin. “Apalagi Mbak Hanin kan hamil kembar?”“Hamil nggak harus membuat kita jadi manja. Mas Dharma banyak kerjaan di sana, anaknya sudah mau lima, Han! Harus kerja lebih keras lagi. Sebelum ke sini, periksa ke dokter dulu, dan katanya aman untuk perjalanan jauh, ya sudah,” jawab Hanin dengan santai.Sejak Hanin menikah dengan Dharma, hubungan Handa dengan kakaknya itu semakin lama semakin membaik. Tidak ada lagi amarah di hati Hanin saat bertemu dengan adiknya, bahkan sekarang mereka bisa berbincang dengan begitu akrab seolah sudah melupakan masa lalu yang kelam. Dharma benar-benar mampu meluluhkan hati Hanin yang keras karena kebencian yang tertanam sejak kecil.“Han!” Hanin terlihat ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Ada rasa takut jika apa yang akan dia katakan berakibat terjadi sebuah kesalahpahaman.“Ada apa, Mbak?” tanya Handa yang justru terlihat semakin penasaran.“Dandan ya! Biar ng

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Handa   71. Akhirnya

    “Han!” Dengan perlahan Satria semakin mendekat ke arah brankar tempat Handa berada. “Bisa diulang? Aku takut salah dengar.” “Ya, Mas! Apa yang telah lama kita tunggu akhirnya datang juga. Aku hamil, Mas!” Handa pun tidak bisa menahan air mata bahagianya. Satria segera memeluk erat tubuh istrinya untuk mengungkapkan rasa bahagianya. Penantian panjang itu akhirnya berakhir bahagia, kala Tuhan telah berkehendak memberikan karunianya pada Handa dan Satria. “Terima kasih, terima kasih atas pengorbananmu yang bersedia mengalah untuk selalu di bawah ….” Tiba-tiba terdengar suara Hanin yang sedang berdehem. Wanita yang sedang mengandung bayi kembar itu merasa tidak nyaman mendengar kata-kata Satria. Handa dan Satria pun kembali tersadar jika saat ini mereka tidak sedang berdua. Ada Hanin yang masih bersama mereka. “Aku keluar dulu, ya!” Tidak bisa dipungkiri, rasa canggung itu masih ada kala Hanin harus berdekatan dengan Satria. Selain itu Hanin ingin memberi kesempatan kepada adik dan i

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Handa   72. Kebiasaan Aneh

    “Syukurlah!” ucap Nadia yang karena kehamilannya terlihat kesulitan memeluk Handa.“Ini karena doa Mbak Dia juga … terima kasih atas doanya,” balas Handa dengan senyum lebar yang menggambarkan kebahagiaan.Nadia tersenyum tersipu malu, dia masih ingat saat mengucapkan kata-kata tersebut dalam keadaan tersulut emosi mendengar niat Satria yang mengadopsi anak sulungnya. tetapi apa pun itu Nadia tetap bahagia karena Tuhan mengabulkan doanya, bukan hanya bahagia untuk pasangan Handa dan Satria yang akhirnya akan memiliki anak, tetapi juga bahagia karena dia tidak perlu takut lagi Satria akan mengadopsi Rio.“Nanti kita bisa senam hamil bersama,” ajak Nadia sungguh-sungguh, karena senang akan memiliki teman di tempat tersebut.Handa yang belum mengetahui seluk beluk tentang kehamilan pun mengalihkan pandangan pada Lisa, seolah bertanya dan meminta persetujuan. Anggukan dan senyum hangat yang diberikan oleh ibu mertuanya adalah jawaban yang membuat Handa yakin untuk menerima ajakan dari Nad

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Handa   73. Ingin Bertemu Ibu

    “Mungkin memang saya harus meminum air bekas cuci kaki mama,” ucap Handa dengan sendu setelah mendengar penjelasan dari dokter.“Apa tidak ada jalan lain?” tanya Satria kepada dokter yang menangani Handa. Digenggamnya tangan Handa dengan erat berharap istrinya bisa lebih tenang dalam menghadapi proses persalinan yang semakin dekat.Tentu Satria tidak akan membiarkan Handa meminum air bekas cuci kaki Marini. Sampai saat ini Satria belum bisa mempercayai ibu mertuanya tersebut, dia tidak ingin mengambil risiko jika Marini sudah memberi sesuatu di kakinya yang bisa membahayakan Handa dan juga anak mereka. Jika yang disebut mama adalah Lisa, Satria yakin sang mama pasti akan menolak permintaan Handa.“Bu Handa memiliki panggul yang kecil, akan sangat berisiko jika dipaksakan melahirkan secara normal.”Penjelasan dari dokter yang baru saja mereka dengar sepertinya membuat Handa menjadi down. Karena selama ini Handa ingin melahirkan secara normal, menikmati setiap proses untuk menjadi seora

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Handa   74. Ishana Aylanajla Argawinata

    Setelah kepulangan Harris dan Lisa dari perjalanan umrah, Handa tampak lebih tenang menantikan hari persalinan yang sudah dijadwalkan dari pihak rumah sakit. Dan kini tampak kesibukan di rumah keluarga Argawinata yang akan membawa Handa ke rumah sakit untuk menjalani proses persalinan.Karena memang sudah dijadwalkan sebelumnya, sehingga tidak menunggu Handa merasakan kontraksi. Bahkan untuk menuju ke mobil Handa masih bisa berjalan dengan biasa. Meskipun terjebak macet di beberapa titik jalan raya, tetapi tidak ada kepanikan pada Handa maupun Satria, karena jadwal operasi masih esok hari.Setelah bertaruh nyawa di meja operasi, akhirnya Handa melahirkan bayi perempuan yang cantik. Ketegangan selama beberapa hari terakhir kini berganti dengan rasa lega saat dokter menyataka jika ibu dan bayi dalam keadaan sehat.Dengan senyum lebar Satria menghampiri Harris dan Lisa yang sudah menunggunya sejak Handa masuk ruang operasi. Pelukan hangat sudah menyambut Satria, pria yang kini telah mend

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Handa   75. Menua Bersama

    Handa ditemani Satria, Dharma, Gunawan dan juga Lasmi berdiri di depan sebuah pusara. Sungguh Handa tidak pernah menduga jika ternyata dia adalah anak dari Arumi, adik bungsu Lasmi yang pernah dititipkan di rumah Gunadi untuk menuntut ilmu di Jakarta.Saat itu Gunadi dan Marini membawa pulang jasad Arumi yang katanya mengalami kecelakaan saat pulang kuliah. Gunadi menyimpan rapat rahasia itu, bahkan Marini pun baru mengetahuinya bersamaan dengan Handa. Kala itu Marini yang melihat gelagat mencurigakan antara Gunadi dan Arumi, langsung meminta kepada Arumi untuk segera mencari kost. Tetapi, keadaan itu justru menjadi peluang bagi Gunadi dan Arumi untuk bisa bersama tanpa sepengetahuan Marini.Hingga saat Gunadi memberitahukan jika Arumi meninggal karena kecelakaan, Marini justru dihinggapi rasa bersalah karena tidak mampu menjaga Arumi yang dititipkan kepadanya. Mulai saat itulah ada perang dingin antara Marini dan Lasmi yang membuat Marini enggan untuk bersilaturahim ke Semarang.“Bag

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Handa   1. Patah Hati

    Pagi hari yang cerah di kota Semarang, seorang gadis berusia sekitar 22 tahun memasuki sebuah warung soto di pinggir jalan, hampir setiap pagi warung itu ramai oleh pengunjung yang hendak sarapan. Dia meletakkan tas ransel di kursi dekat gerobak, melepas jaket dan melipat asal lalu diletakkan di atas tas tersebut. Setumpuk mangkok kotor sudah menunggunya untuk segera dicuci. Karena memang sudah terbiasa, dengan gesit gadis itu mengerjakan pekerjaan tersebut, hingga tak butuh waktu yang lama pekerjaan tersebut sudah dia selesaikan.Handayani Tunggadewi Gunadi yang biasa disapa Handa, setiap pagi membantu di warung soto tersebut. Warung soto milik Gunawan pakdhenya, orang yang merawat Handa selama ini. Tetapi karena hari ini Handa ada jadwal bimbingan skripsi dengan dosennya sehingga tidak bisa banyak membantu di warung tersebut seperti biasanya. Handa menatap ke jam dinding yang di pasang asal

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-18

Bab terbaru

  • Handa   75. Menua Bersama

    Handa ditemani Satria, Dharma, Gunawan dan juga Lasmi berdiri di depan sebuah pusara. Sungguh Handa tidak pernah menduga jika ternyata dia adalah anak dari Arumi, adik bungsu Lasmi yang pernah dititipkan di rumah Gunadi untuk menuntut ilmu di Jakarta.Saat itu Gunadi dan Marini membawa pulang jasad Arumi yang katanya mengalami kecelakaan saat pulang kuliah. Gunadi menyimpan rapat rahasia itu, bahkan Marini pun baru mengetahuinya bersamaan dengan Handa. Kala itu Marini yang melihat gelagat mencurigakan antara Gunadi dan Arumi, langsung meminta kepada Arumi untuk segera mencari kost. Tetapi, keadaan itu justru menjadi peluang bagi Gunadi dan Arumi untuk bisa bersama tanpa sepengetahuan Marini.Hingga saat Gunadi memberitahukan jika Arumi meninggal karena kecelakaan, Marini justru dihinggapi rasa bersalah karena tidak mampu menjaga Arumi yang dititipkan kepadanya. Mulai saat itulah ada perang dingin antara Marini dan Lasmi yang membuat Marini enggan untuk bersilaturahim ke Semarang.“Bag

  • Handa   74. Ishana Aylanajla Argawinata

    Setelah kepulangan Harris dan Lisa dari perjalanan umrah, Handa tampak lebih tenang menantikan hari persalinan yang sudah dijadwalkan dari pihak rumah sakit. Dan kini tampak kesibukan di rumah keluarga Argawinata yang akan membawa Handa ke rumah sakit untuk menjalani proses persalinan.Karena memang sudah dijadwalkan sebelumnya, sehingga tidak menunggu Handa merasakan kontraksi. Bahkan untuk menuju ke mobil Handa masih bisa berjalan dengan biasa. Meskipun terjebak macet di beberapa titik jalan raya, tetapi tidak ada kepanikan pada Handa maupun Satria, karena jadwal operasi masih esok hari.Setelah bertaruh nyawa di meja operasi, akhirnya Handa melahirkan bayi perempuan yang cantik. Ketegangan selama beberapa hari terakhir kini berganti dengan rasa lega saat dokter menyataka jika ibu dan bayi dalam keadaan sehat.Dengan senyum lebar Satria menghampiri Harris dan Lisa yang sudah menunggunya sejak Handa masuk ruang operasi. Pelukan hangat sudah menyambut Satria, pria yang kini telah mend

  • Handa   73. Ingin Bertemu Ibu

    “Mungkin memang saya harus meminum air bekas cuci kaki mama,” ucap Handa dengan sendu setelah mendengar penjelasan dari dokter.“Apa tidak ada jalan lain?” tanya Satria kepada dokter yang menangani Handa. Digenggamnya tangan Handa dengan erat berharap istrinya bisa lebih tenang dalam menghadapi proses persalinan yang semakin dekat.Tentu Satria tidak akan membiarkan Handa meminum air bekas cuci kaki Marini. Sampai saat ini Satria belum bisa mempercayai ibu mertuanya tersebut, dia tidak ingin mengambil risiko jika Marini sudah memberi sesuatu di kakinya yang bisa membahayakan Handa dan juga anak mereka. Jika yang disebut mama adalah Lisa, Satria yakin sang mama pasti akan menolak permintaan Handa.“Bu Handa memiliki panggul yang kecil, akan sangat berisiko jika dipaksakan melahirkan secara normal.”Penjelasan dari dokter yang baru saja mereka dengar sepertinya membuat Handa menjadi down. Karena selama ini Handa ingin melahirkan secara normal, menikmati setiap proses untuk menjadi seora

  • Handa   72. Kebiasaan Aneh

    “Syukurlah!” ucap Nadia yang karena kehamilannya terlihat kesulitan memeluk Handa.“Ini karena doa Mbak Dia juga … terima kasih atas doanya,” balas Handa dengan senyum lebar yang menggambarkan kebahagiaan.Nadia tersenyum tersipu malu, dia masih ingat saat mengucapkan kata-kata tersebut dalam keadaan tersulut emosi mendengar niat Satria yang mengadopsi anak sulungnya. tetapi apa pun itu Nadia tetap bahagia karena Tuhan mengabulkan doanya, bukan hanya bahagia untuk pasangan Handa dan Satria yang akhirnya akan memiliki anak, tetapi juga bahagia karena dia tidak perlu takut lagi Satria akan mengadopsi Rio.“Nanti kita bisa senam hamil bersama,” ajak Nadia sungguh-sungguh, karena senang akan memiliki teman di tempat tersebut.Handa yang belum mengetahui seluk beluk tentang kehamilan pun mengalihkan pandangan pada Lisa, seolah bertanya dan meminta persetujuan. Anggukan dan senyum hangat yang diberikan oleh ibu mertuanya adalah jawaban yang membuat Handa yakin untuk menerima ajakan dari Nad

  • Handa   71. Akhirnya

    “Han!” Dengan perlahan Satria semakin mendekat ke arah brankar tempat Handa berada. “Bisa diulang? Aku takut salah dengar.” “Ya, Mas! Apa yang telah lama kita tunggu akhirnya datang juga. Aku hamil, Mas!” Handa pun tidak bisa menahan air mata bahagianya. Satria segera memeluk erat tubuh istrinya untuk mengungkapkan rasa bahagianya. Penantian panjang itu akhirnya berakhir bahagia, kala Tuhan telah berkehendak memberikan karunianya pada Handa dan Satria. “Terima kasih, terima kasih atas pengorbananmu yang bersedia mengalah untuk selalu di bawah ….” Tiba-tiba terdengar suara Hanin yang sedang berdehem. Wanita yang sedang mengandung bayi kembar itu merasa tidak nyaman mendengar kata-kata Satria. Handa dan Satria pun kembali tersadar jika saat ini mereka tidak sedang berdua. Ada Hanin yang masih bersama mereka. “Aku keluar dulu, ya!” Tidak bisa dipungkiri, rasa canggung itu masih ada kala Hanin harus berdekatan dengan Satria. Selain itu Hanin ingin memberi kesempatan kepada adik dan i

  • Handa   70. Penyelamat

    “Mas Dharma nggak ikut? Mbak Hanin kan sedang hamil, apa tidak khawatir?” cecar Handa kepada Hanin. “Apalagi Mbak Hanin kan hamil kembar?”“Hamil nggak harus membuat kita jadi manja. Mas Dharma banyak kerjaan di sana, anaknya sudah mau lima, Han! Harus kerja lebih keras lagi. Sebelum ke sini, periksa ke dokter dulu, dan katanya aman untuk perjalanan jauh, ya sudah,” jawab Hanin dengan santai.Sejak Hanin menikah dengan Dharma, hubungan Handa dengan kakaknya itu semakin lama semakin membaik. Tidak ada lagi amarah di hati Hanin saat bertemu dengan adiknya, bahkan sekarang mereka bisa berbincang dengan begitu akrab seolah sudah melupakan masa lalu yang kelam. Dharma benar-benar mampu meluluhkan hati Hanin yang keras karena kebencian yang tertanam sejak kecil.“Han!” Hanin terlihat ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Ada rasa takut jika apa yang akan dia katakan berakibat terjadi sebuah kesalahpahaman.“Ada apa, Mbak?” tanya Handa yang justru terlihat semakin penasaran.“Dandan ya! Biar ng

  • Handa   69. Bertemu dengan Hanin

    “Saat ini kami sedang butuh modal, jadi saya akan menjual rumah itu,” ucap Hanin di hadapan kedua orang tuanya.Setelah menikah dengan Dharma Hanin menetap di Semarang, dan hanya sesekali mendatangi kedua orang tuanya di Jakarta. Bahkan jika Marini merasakan rindu yang sangat pada cucunya, dia dan Gunadi yang berkunjung ke Semarang.“Kenapa tidak pinjam bank saja, kan bisa dicicil?” tanya Marini yang merasa sayang untuk menjual rumah milik Hanindya.Sedangkan Gunadi baru mengetahui jika selama ini putrinya memiliki rumah di pinggiran kota Jakarta. Padahal rumah itu sudah lama dimiliki oleh putri sulungnya, bahkan sejak mereka masih tinggal bersama. Ingin rasanya bertanya kepada Hanin, tetapi tampaknya Gunadi lebih memilik untuk menunggu kejujuran dari putri sulungnya tersebut.“Sebenarnya Mas Dharma juga berpikiran seperti itu, tetapi kebutuhan kami sudah terlalu banyak. Anak-anak sudah sekolah semua, kalau kami mengajukan pinjaman lagi, takutnya justru membuat kami tidak bisa fokus d

  • Handa   68. Doa Wanita Teraniaya

    “Mbak Dia!” panggil Handa kepada wanita yang sudah hampir memasuki mobilnya. “Maafkan, Mas Satria! Dia tidak sungguh-sungguh dengan ucapannya,” sambung Handa berusaha untuk menenangkan hati salah satu tamunya.Wanita yang bernama Nadia itu hanya menganggukkan kepala sambil memeluk erat Rio, seolah takut kehilangan putranya. Bukan untuk pertama kalinya dia mendengar jika Satria ingin mengadopsi Rio. Apalagi setelah Nadia hamil anak ke tiga, Satria semakin dekat Rio.“Tidak apa-apa.” Nadia terlihat berat untuk berbicara di depan Handa. “Semoga kalian segera diberi momongan,” sambung Nadia dengan wajah yang sendu.“Amin, terima kasih atas doanya.” Handa hanya bisa mengaminkan doa baik yang terucap dari mulut Nadia, meskipun terdengar tidak tulus.Handa merasa, Nadia mengucapkannya sebagai bentuk rasa tidak sukanya dengan Satria yang terlalu dekat dengan putra sulungnya. Dan juga sikap Satria yang secara terang-terangan ingin mengadopsi Rio.“Kami pamit dulu, terima kasih atas undangannya

  • Handa   67. Bocah Tampan Bermata Bening

    “Tidak!” jawab Satria dengan tegas. “Aku yakin kau akan memberi keturunan kepada keluarga Argawinata, jangan kau bunuh keyakinanku itu!” sambung Satria di akhiri dengan kecupan lembut di kening Handa.Satria memiliki alasan lain tidak ingin mengadopsi Arjuna Palguna Gunawan. Meskipun sudah tidak memiliki rasa cinta kepada Hanindya, tetapi tidak mudah bagi Satria untuk melupakan begitu saja kebersamaan mereka yang pernah terjalin dahulu.Mengingat masa-masa kebersamaannya dengan Hanin membuat Satria merasa bersalah kepada Handa. Hubungannya dengan Hanin yang sudah melampaui batas kadang membuatnya merasa menjadi lelaki yang tidak layak untuk Handa, apalagi saat dia teringat dengan rencananya bersama Hanin untuk menghancurkan hidup Handa kala itu, benar-benar membuat Satria merasa menjadi lelaki yang jahat karena memiliki niat untuk menghancurkan hidup istrinya.“Ayo bangun! Mama dan papa pasti sudah menunggu kita untuk sarapan bersama mereka!” ajak Satria kepada istrinya. “Apa mau dige

DMCA.com Protection Status