Part 9
~~~~~~
Pada akhirnya aku menuruti kemauan Adit dengan bertemu dengannya di sebuah cafe yang tak terlalu jauh. Aku ingin tahu bagaimana sebenarnya kisahnya dengan Nurma sehingga mereka terlihat seperti orang yang sedang bermusuhan.
Kulangkahkan kakiku menyusuri cafe Brilian yang tak terlalu luas ini sembari menengok keberadaan Adit. Entah hal apa yang ia ingin bicarakan hingga katanya tak dapat dibicarakan lewat telepon.
Hingga pada akhirnya kedua netraku menangkap sosok Adit tengah duduk di pojok dengan memegang cangkir kopi hitam yang terlihat masih mengepulkan asap panas. Tergesa aku lantas menemuinya, karena setelah ini aku berencana akan bertemu Andro untuk sebuah pekerjaan.
"Adit," sapaku ketika telah sampai di sampingnya.
Ia terkejut, lalu menggeser cangkir kopinya dan mempersilahkanku duduk. Ia terlihat lebih santai hari ini, tidak garang seperti biasanya.
"Em, ada apa mengajakku ketemu?" tanyaku langsung pada intinya.
Janda Terhormat**"Tolong jauhi pria itu. Dia ayah dari anak saya!"Tubuhku terperanjat saat seorang perempuan berparas cantik, rambut lurus sebahu berdiri tepat di depanku yang sedang duduk menunggu taksi online. Tatapannya garang, seolah memendam kebencian dalam manik matanya."Kamu sudah berani-beraninya merebut kasih sayang cinta pertama anakku! Dasar wanita lakn*t!"Ada apa ini? Siapa sebenarnya wanita ini. Bahkan sebelum ini aku sama sekali tak mengenalnya."Mbak, Anda salah orang?""Tidak. Saya tidak salah orang. Anda lah orang yang telah merebut pria itu dari anakku."Lagi-lagi dahiku mengernyit. Wanita ini sangat aneh, bahkan dia berteriak dengan lantangnya di halaman puskesmas yang masih ramai beberapa pegawai yang lalu-lalang hendak pulang.Aku lantas berdiri, lalu menatap wanita itu dari ujung kaki hingga ujung kepala?"Mbak, tolong. Jangan asal tuduh. Anda siapa? Apa hubungannya saya dengan ana
Janda Terhormat**Jam yang melingkar di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul 10.45, itu artinya lima belas menit lagi jam kerjaku akan selesai. Pekerjaanku pun seluruhnya juga sudah selesai, tinggal menunggu Mega datang ke ruanganku dan mengajak pulang. Biasanya setiap Jumat dia akan mengajakku singgah sebentar ke panti asuhan untuk menyerahkan beberapa kotak makanan pada ibu pengurus.Kutekan tombol On layar ponselku, lalu berselancar sebentar di dalam media sosial sembari menunggu Mega selesai. Hari ini pekerjaan tak terlalu banyak, jadi aku bisa pulang lebih cepat tanpa lembur. Adit pun sepertinya juga enggan memberiku pekerjaan tambahan.Tokk tokk tokkPasti itu Mega, tapi aneh sekali biasanya dia akan langsung menerobos masuk tanpa mengetuk pintu dulu. "Masuk aja, Meg. Pakai ketuk pintu segala," sahutku dari dalam tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel.Kenop pintu terdengar diputar dari arah luar. Tanggung, aku sedang bac
Janda Terhormat (3)**"Dengar! Adit memilih bercerai dariku karena masih mencintaimu, itu lah sebabnya aku sangat membencimu."Hatiku bagai di hantam batu ketika dengan lantangnya Reina mengatakan hal itu. Padahal apa yang Adit tunjukkan sangat berbanding terbalik dengan penuturan Reina.Jika memang, Adit bercerai dengannya karena masih mencintaiku kenapa sikapnya begitu dingin dan ketus kepadaku? Lagipula, kisah cinta kami sudah sangat lama. Mana mungkin Adit masih menyimpan namaku di dalam hatinya. Aneh, bukan?"Tidak ... Ini tidak mungkin. Kamu hanya salah sangka, Reina. Bahkan sedikitpun Adit tidak pernah bersikap baik padaku. Selama pertemuan kedua kami ini dia selalu saja ketus padaku, dia membenciku. Tolong, kamu jangan berfikir seperti itu.""Ciih! Aku tidak butuh pembelaanmu, Nurma. Sudah sekian lama aku takut hal ini akan terjadi, dan kini semuanya terjadi juga. Adit sudah berhasil mengenalkan Shima padamu," katanya lagi mem
Janda Terhormat (4)*"Bukankah hubungan kita baik-baik saja? Lalu, apa yang hendak di perbaiki?" tanyaku saat Adit telah menyelesaikan kata-katanya.Dia terlihat canggung, lalu menggaruk tengkuk lehernya. Sebenarnya aku paham betul dengan kata-katanya, hanya saja aku sedang ingin berusaha menjauh darinya agar Reina tidak memojokkanku terus menerus.Aku memang seorang janda, tapi bisa kupastikan bahwa statusku ini akan menjadi status yang tak mudah direndahkan oleh orang lain. Terlebih menyandang status sebagai perebut suami orang, aku harap hal itu tidak akan terjadi padaku."Em ... Bukan begitu. Maksudku ....""Oh, maaf. Laporannya sudah, kan? Aku permisi dulu ya, Pak," ucapku asal memotong pembicaraannya, karena memang aku sedang ingin sedikit menjauh darinya.Andai saja, sikap manisnya ini dia tunjukkan kemarin, pasti jika pun sekarang Reina menyudutkanku, aku tidak akan seacuh ini. Aku pikir, Adit benar-benar telah
Janda Terhormat (5).Shima makan dengan lahap. Usianya yang masih kecil membuatnya terlihat sangat menggemaskan ketika disuapi oleh pengasuhnya. Badannya tak begitu gempal, tapi dia makan sangat banyak."Enak, Tante," ucapnya saat pengasuhnya memberikan suapan terakhirnya.Aku tersenyum, lalu menyodorkan minuman padanya. Mega menungguku yang masih menemani Shima makan siang, dia juga terlihat sangat gemas dengan tingkah Shima.Usianya masih sekitar empat tahun, tapi bicaranya sudah sangat fasih, bahkan dia terlihat lebih dewasa dari usianya. Entah kenapa, atau juga pengaruh akibat perpisahan kedua orang tuanya."Kenyang, Sayang? Sudah mau sore, pulang, yuk," ajak pengasuhnya yang bernama Mbak Mirna.Shima mengangguk, tapi menolak untuk diajak pulang oleh Mbak Mirna. Aku dan Mega saling berpandangan ketika gadis kecil itu merajuk dan justru malah mendekat ke arahku."Aku nggak mau pulang, Mbak. Mau sama Tante Nurma," ucap polos
Janda Terhormat (6)."Apa katamu? Shima hilang? Bukannya tadi habis bertemu denganku?" ucapku seakan tak percaya dengan perkataannya.Adit terlihat cemas, sepertinya apa yang dikatakannya benar-benar terjadi. Namun, bagaimana bisa sedangkan Shima saja di jaga oleh pengasuh dan juga sopir pribadinya. Lagipula usai Shima masih sangat kecil, kecil kemungkinan jika dia melarikan diri atau hilang begitu saja."Cepat masuk! Ikut bersamaku mencarinya," tutur Adit membuatku semakin gugup.Dengan langkah tergopoh aku hanya menutup pintu dan pagar rumah, lalu masuk ke dalam mobilnya lalu melesat pergi. Bahkan aku sama sekali tidak memperdulikan rasa penat yang sedang melanda tubuhku.Kepergianku dengan Adit hanya bermodalkan ponsel dan baju seadanya, karena memang aku telah bersiap hendak beristirahat. Jika saja siang tadi aku tidak bertemu dengan Shima, mungkin saat ini aku pun juga enggan untuk mengikuti Adit mencarinya."Tadi siang ka
Janda Terhormat (7).Aku tidak menyangka bahwa Reina akan menuduhku atas hilangnya Shima. memang betul kuakui bahwa beberapa saat yang lalu aku baru saja bertemu dengan Shima. Namun, sedikit pun tak ada niatan untuk menyembunyikannya atau memisahkan Shima dari kedua orang tuanya.Reina menatapku tajam saat Adit merengkuh dan membawaku menjauh darinya. Sepertinya amarahnya semakin memuncak ketika melihat sikap manis Adit kepadaku.Seharusnya aku tidak ikut Adit masuk ke dalam rumah ini, karena aku tahu bahwa Reina sangat membenciku. Namun, tak apa ... kedatanganku di rumah ini hanya sekedar ingin membantu mereka yang sedang mencari gadis kecil itu."Katakan di mana anakku," ucap Reina lagi menuduhku.Aku masih diam hingga Reina berusaha mendekatiku lagi, "cukup, aku benar-benar tidak tahu di mana Shima.""Bohong."Reina membentakku dengan kasar sedangkan Adit lantas melepaskan lengannya dari bahuku, lalu mendekat
Janda Terhormat (8)."Jangan coba-coba membawa Shima pergi dari rumah ini," tutur Reina tajam.Sedikit banyaknya aku bisa melihat sebuah ketakutan dan kesepian dalam manik mata Reina, entah apa yang terjadi hingga dia bisa bersikap seperti itu kepada darah dagingnya. Mungkinkah ini semua ada kaitanya dengan perpisahannya dengan Adit?"Tidak ada gunanya Shima bersamamu jika sikap dan perbuatanmu sama sekali tidak berubah. Justru hal itu akan membuat Shima semakin merasa tertekan dan menjadi pribadi yang tertutup. apa kamu tidak menyadari bagaimana perubahan sikap Shima selama ini, jika seharusnya diusianya yang sekarang dia tumbuh menjadi sosok gadis kecil yang periang tapi kini dia menjadi seorang anak yang sangat pendiam dan penakut," ujar Adit yang kusadari juga.Memang sejak pertemuan pertama dengan Shima, aku bisa merasakan bahwa gadis kecil itu tumbuh tidak seperti teman sebayanya. Dia lebih cenderung tertutup, murung, dan takut jika berhadap