Janda Terhormat (3)
**
"Dengar! Adit memilih bercerai dariku karena masih mencintaimu, itu lah sebabnya aku sangat membencimu."
Hatiku bagai di hantam batu ketika dengan lantangnya Reina mengatakan hal itu. Padahal apa yang Adit tunjukkan sangat berbanding terbalik dengan penuturan Reina.
Jika memang, Adit bercerai dengannya karena masih mencintaiku kenapa sikapnya begitu dingin dan ketus kepadaku? Lagipula, kisah cinta kami sudah sangat lama. Mana mungkin Adit masih menyimpan namaku di dalam hatinya. Aneh, bukan?
"Tidak ... Ini tidak mungkin. Kamu hanya salah sangka, Reina. Bahkan sedikitpun Adit tidak pernah bersikap baik padaku. Selama pertemuan kedua kami ini dia selalu saja ketus padaku, dia membenciku. Tolong, kamu jangan berfikir seperti itu."
"Ciih! Aku tidak butuh pembelaanmu, Nurma. Sudah sekian lama aku takut hal ini akan terjadi, dan kini semuanya terjadi juga. Adit sudah berhasil mengenalkan Shima padamu," katanya lagi mem
Janda Terhormat (4)*"Bukankah hubungan kita baik-baik saja? Lalu, apa yang hendak di perbaiki?" tanyaku saat Adit telah menyelesaikan kata-katanya.Dia terlihat canggung, lalu menggaruk tengkuk lehernya. Sebenarnya aku paham betul dengan kata-katanya, hanya saja aku sedang ingin berusaha menjauh darinya agar Reina tidak memojokkanku terus menerus.Aku memang seorang janda, tapi bisa kupastikan bahwa statusku ini akan menjadi status yang tak mudah direndahkan oleh orang lain. Terlebih menyandang status sebagai perebut suami orang, aku harap hal itu tidak akan terjadi padaku."Em ... Bukan begitu. Maksudku ....""Oh, maaf. Laporannya sudah, kan? Aku permisi dulu ya, Pak," ucapku asal memotong pembicaraannya, karena memang aku sedang ingin sedikit menjauh darinya.Andai saja, sikap manisnya ini dia tunjukkan kemarin, pasti jika pun sekarang Reina menyudutkanku, aku tidak akan seacuh ini. Aku pikir, Adit benar-benar telah
Janda Terhormat (5).Shima makan dengan lahap. Usianya yang masih kecil membuatnya terlihat sangat menggemaskan ketika disuapi oleh pengasuhnya. Badannya tak begitu gempal, tapi dia makan sangat banyak."Enak, Tante," ucapnya saat pengasuhnya memberikan suapan terakhirnya.Aku tersenyum, lalu menyodorkan minuman padanya. Mega menungguku yang masih menemani Shima makan siang, dia juga terlihat sangat gemas dengan tingkah Shima.Usianya masih sekitar empat tahun, tapi bicaranya sudah sangat fasih, bahkan dia terlihat lebih dewasa dari usianya. Entah kenapa, atau juga pengaruh akibat perpisahan kedua orang tuanya."Kenyang, Sayang? Sudah mau sore, pulang, yuk," ajak pengasuhnya yang bernama Mbak Mirna.Shima mengangguk, tapi menolak untuk diajak pulang oleh Mbak Mirna. Aku dan Mega saling berpandangan ketika gadis kecil itu merajuk dan justru malah mendekat ke arahku."Aku nggak mau pulang, Mbak. Mau sama Tante Nurma," ucap polos
Janda Terhormat (6)."Apa katamu? Shima hilang? Bukannya tadi habis bertemu denganku?" ucapku seakan tak percaya dengan perkataannya.Adit terlihat cemas, sepertinya apa yang dikatakannya benar-benar terjadi. Namun, bagaimana bisa sedangkan Shima saja di jaga oleh pengasuh dan juga sopir pribadinya. Lagipula usai Shima masih sangat kecil, kecil kemungkinan jika dia melarikan diri atau hilang begitu saja."Cepat masuk! Ikut bersamaku mencarinya," tutur Adit membuatku semakin gugup.Dengan langkah tergopoh aku hanya menutup pintu dan pagar rumah, lalu masuk ke dalam mobilnya lalu melesat pergi. Bahkan aku sama sekali tidak memperdulikan rasa penat yang sedang melanda tubuhku.Kepergianku dengan Adit hanya bermodalkan ponsel dan baju seadanya, karena memang aku telah bersiap hendak beristirahat. Jika saja siang tadi aku tidak bertemu dengan Shima, mungkin saat ini aku pun juga enggan untuk mengikuti Adit mencarinya."Tadi siang ka
Janda Terhormat (7).Aku tidak menyangka bahwa Reina akan menuduhku atas hilangnya Shima. memang betul kuakui bahwa beberapa saat yang lalu aku baru saja bertemu dengan Shima. Namun, sedikit pun tak ada niatan untuk menyembunyikannya atau memisahkan Shima dari kedua orang tuanya.Reina menatapku tajam saat Adit merengkuh dan membawaku menjauh darinya. Sepertinya amarahnya semakin memuncak ketika melihat sikap manis Adit kepadaku.Seharusnya aku tidak ikut Adit masuk ke dalam rumah ini, karena aku tahu bahwa Reina sangat membenciku. Namun, tak apa ... kedatanganku di rumah ini hanya sekedar ingin membantu mereka yang sedang mencari gadis kecil itu."Katakan di mana anakku," ucap Reina lagi menuduhku.Aku masih diam hingga Reina berusaha mendekatiku lagi, "cukup, aku benar-benar tidak tahu di mana Shima.""Bohong."Reina membentakku dengan kasar sedangkan Adit lantas melepaskan lengannya dari bahuku, lalu mendekat
Janda Terhormat (8)."Jangan coba-coba membawa Shima pergi dari rumah ini," tutur Reina tajam.Sedikit banyaknya aku bisa melihat sebuah ketakutan dan kesepian dalam manik mata Reina, entah apa yang terjadi hingga dia bisa bersikap seperti itu kepada darah dagingnya. Mungkinkah ini semua ada kaitanya dengan perpisahannya dengan Adit?"Tidak ada gunanya Shima bersamamu jika sikap dan perbuatanmu sama sekali tidak berubah. Justru hal itu akan membuat Shima semakin merasa tertekan dan menjadi pribadi yang tertutup. apa kamu tidak menyadari bagaimana perubahan sikap Shima selama ini, jika seharusnya diusianya yang sekarang dia tumbuh menjadi sosok gadis kecil yang periang tapi kini dia menjadi seorang anak yang sangat pendiam dan penakut," ujar Adit yang kusadari juga.Memang sejak pertemuan pertama dengan Shima, aku bisa merasakan bahwa gadis kecil itu tumbuh tidak seperti teman sebayanya. Dia lebih cenderung tertutup, murung, dan takut jika berhadap
Janda Terhormat (9).Tubuhku masih saja membeku setelah mendengar pengakuan dari Reina bahwa kini dia tengah hamil. Rasanya masih belum percaya dengan apa yang dia katakan. Bagaimana mungkin, dia hamil sedang statusnya saja seorang janda?Dia masih terisak, sepertinya apa yang sedang dirasakannya kini benar-benar menyiksa batinnya. Namun, jika memang apa yang dia rasakan sangat mengganggu hatinya lantas mengapa dia tidak menceritakannya pada orang lain?"Ka-kamu hamil?" tanyaku terbata.Reina menganggukkan kepalanya dengan airmata yang masih meleleh di kedua pipinya. Aku hanya bisa mendesah pelan melihat pengakuan darinya."Apa kah anak Adit?"Seketika dia menatapku, lalu menggeleng pelan. Sontak hal itu membuatku semakin terkejut."Berapa usia kandungannya?" tanyaku lagi saat kulihat dia jauh lebih ramah kepadaku.Bisa kulihat raut frustasi dalam wajahnya. Sepertinya hal ini benar-benar telah mengganggu pikiranny
Janda Terhormat (10).Aku masih memikirkan mengenai masalah yang sedang dihadapi oleh Reina. Bukan tanpa alasan, aku pun juga turut sedih dengan keadaan yang menimpanya. Terlebih dia selalu saja menganggapku sebagai musuh. Aku ingin kami berdamai karena memang aku tidak memiliki masalah dengannya."Tapi aku mohon dengan sangat, jangan katakan hal ini pada Adit karena aku tidak ingin dia menghabisi kakak iparnya."Ah, perilaku macam apa ini? Itu artinya dia rela menjebak Adit supaya mau rujuk dengannya dan Adit tak akan pernah tahu bahwa anak yang sedang dikandungnya adalah darah daging kakak iparnya?"Kenapa? Kenapa kamu lakukan ini?" tanyaku dengan gerap.Jujur saja, setelah aku tahu apa maksud dibalik dia menginginkan kembali dengan Adit rasanya hatiku telah mati rasa. Jika sebelumnya aku merasa sangat khawatir padanya, tapi semenjak aku tau alasannya perasaanku seketika telah berubah."Nurma, kamu tahu 'kan Bang Dewa nggak akan ce
Janda Terhormat (11).Reina yang semula bak seekor burung beo, kini diam seribu bahasa ketika Adit datang dan memergoki kami yang tengah berdebat mengenai bayi yang dikandung olehnya. Dia bisa saja menyembunyikan kenyataan ini dari orang-orang disekitarnya, tapi apakah mungkin jika bangkai lambat laun tak akan tercium juga?"Kenapa diam? Emangnya ada yang hamil?" tanya Adit sekali lagi ketika aku dan Reina masih terdiam.Seketika Reina tersadar dari lamunannya, lalu menggeleng keras. "Enggak, apaan, sih. Hamil apa? Salah denger kali," ujarnya tak jujur membuatku menghela nafas panjang.Kenapa harus berbohong lagi untuk menutupi kesalahannya? Bukankah satu kebohongan akan menimbulkan kebohongan berikutnya?Shima diturunkan dari gendongan, lalu berlari memelukku yang masih berdiri tak jauh dari ibunya. Gadis sekecil ini selalu tahu, di mana tempat yang membuatnya nyaman."Shima. Kemari," kata Reina datar, tapi dijawab dengan gelengan k
Janda Terhormat (39)Extra Part.."Pakeettt ...."Kutajamkan indera pendengaranku. Sepertinya ada seorang kurir yang mengantarkan paket di depan sana.Aku lantas berdiri dan membukakan pintu depan. Rupanya Pak Amin, satpam di rumahku hendak membawakan paket itu ke dalam rumah."Maaf, Bu. Ada paket," katanya.Aku tersenyum, lalu mengambil bungkusan itu dari tangannya. "Terimakasih, Pak," kataku lalu kembali masuk ke dalam rumah dan hendak membuka paket itu.Aku sedikit heran, karena setahuku aku sama sekali tidak mempunyai paket atau barang yang kubeli melalui online. Shima masih sekolah hari ini, jadi aku hanya di rumah sendirian.Kubuka perlahan paket yang tak kutahu dari siapa itu. Ukurannya besar, tapi tak terlalu berat. Sebetulnya aku sedikit khawatir, takut jika ternyata ini adalah sesuatu yang membahayakanku ataupun keluargaku karena memang paket ini ditujukan untukku, tertera nama dan nomor ponselku. Besar kemungkinan, orang yang mengirimkan paket ini adalah orang yang tela
Janda Terhormat (38).."Kenalkan, ini Adis, calon istriku," ucap Deva membuatku dan Adit terkejut.Secepat itu dia mendapatkan calon istri?Wanita itu mengulurkan tangannya padaku, lalu kusambut dengan senyuman lebar. Tak masalah bagiku Deva telah mendapatkan penggantiku, toh memang ini yang aku inginkan."Nurma ...." Dia tersenyum, manis sekali."Dia anak dari guru ngajiku, ayahnya memintaku untuk menikahinya. Jadi kuputuskan untuk menikah dua minggu lagi. Dan aku harap, kalian jadi anggota yang turut serta mengurus semua acaraku nanti, ya," tutur Deva menerangkan, bahwa ternyata wanita itu adalah anak dari seorang guru tempatnya belajar soal agama. Mungkin bisa jadi dia dan Adis bertaaruf, itulah sebabnya mereka langsung akan menikah."Tentu, kami akan menjadi orang pertama yang akan mengurus acara pernikahan kalian. Tenanf saja," terang Adit dengan gembira.Aku lantas menganggukkan kepala, setuju dengan kata-kata Adit bahwa kami akan membantu semua acara pernikahannya. Aku senang,
Janda Terhormat (37)...Hari ini kami bertiga berencana pergi ke kebun binatang. Tak lain, itu semua untuk menyenangkan hati anak perempuan kami, Shima. Sedari pagi dia sudah sangat antusias dengan liburan kami kali ini.Sudah seminggu ini aku resmi tinggal di rumah Adit, menemani tumbuh kembang Shima sembari belajar menjadi istri yang baik dari sebelumnya. Jika kemarin aku gagal dalam pernikahan, tapi kali ini aku tidak boleh gagal lagi. Sebisa mungkin pernikahan ini harus menjadi yang terakhir di hidupku."Bundaaa ... Ayo berangkat," teriak Shima dari ruang tamu ketika aku tengah menyiapkan bekal.Ya, sejak aku resmi menjadi ibunya dia memanggilku dengan sebutan bunda. Bukan aku yang meminta, melainkan dia sendiri yang memanggilku seperti itu.Tak masalah, toh semua panggilan itu tetap bagus, terlebih jika ditujukan kepada orang tersayang. Adit pun juga setuju ketika Shima ingin memanggilku dengan sebutan bunda."Iya, sebentar, Sayang. Panggil papamu, sudah siap belum," jawabku dar
Janda Terhormat (36)..Tiga bulan kemudian ...."Bagaimana para saksi? Sah?" ucap penghulu menggema di ruangan yang telah di dekor dengan nuansa warna pastel ini.Dadaku bergemuruh, ketika kutunggu jawaban dari para saksi yang duduk di samping penghulu. Kulihat butiran bening sebesar jagung juga memenuhi dahi Adit yang tengah duduk di sampingku dengan berjabat tangan dengan penghulu.Ya, hari ini adalah hari pernikahanku dan ayah mewakilkan kepada penghulu karena tak kuasa menikahkanku sendiri. Seketika tubuhku terasa ringan ketika para saksi mengatakan kata 'SAH' secara serempak. Adit mengulurkan tangannya, lalu kusambut dengan menciumnya penuh takzim. Hatiku sejuk, ketika bibirku menyentuh punggung tangan Adit yang kini telah menjadi suamiku.Akhirnya, kesendirianku selama ini terbayar sudah dengan acara hari ini. Kekosongan dalam hatiku beberapa tahun ini telah terisi dengan hadirnya sosok Adit di sampingku saat ini.Adit lantas mengambil kotak cincin, lalu memasangkannya di jari
Janda Terhormat (35).."Hallo, Tante ...." sapa Shima begitu sampai di rumahku.Aku sengaja menunggunya di teras, selain tak ada pekerjaan juga karena memang aku sangat senang begitu Shima akan kemari. Meskipun dia tidak ada ikatan darah denganku, tapi rasa sayangku melebihi apapun padanya. Mungkin jika aku memiliki seorang anak, rasaku akan seperti ini juga."Hallo, Sayang," sapaku dengan mencium pipinya singkat.Adit berdiri di belakang Shima, lalu mengelus singkat puncak kepala anaknya itu. Tak kusangka, sebentar lagi Shima akan menjadi anakku. Semoga saja aku bisa menjadi seorang ibu yang baik untuknya."Kamu nggak sibuk, Nur?" tanya Adit begitu Shima telah melepaskan pelukannya dari tubuhku.Aku menggeleng singkat lalu menatapnya, "enggak, emangnya kenapa?""Kalau kamu sibuk, Shima nggak aku tinggalin."Mendengar penuturannya aku lantas mencebik. "Enggak lah. Kalau aku sibuk mana mungkin sekarang santai-santai di sini," jawabku dengan sedikit cemberut."Ya siapa tahu kamu sedang
Janda Terhormat (34).."Bagas gimana, Nur?" tanya Adit ketika aku telah berada di dalam mobilnya.Aku yang semula masih melamun lantas menoleh kearahnya. "Em ... Dia udah mendingan. Semoga saja dalam waktu dekat ini kondisinya semakin membaik."Kuhela nafas panjang, "sedih rasanya melihat ada orang yang sampai sedepresi itu hanya karena kegagalan cinta."Adit justru terkekeh, "untung aja kamu dulu enggak, ya?""Maksud kamu?""Ya, untung aja kamu nggak depresi setelah kegagalam cintamu yang berkali-kali itu. Kamu kan bucin parah sama suamimu dulu," ucapnya meledek.Aku hanya mencebik, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Memang benar kata Adit, dulu aku terlalu cinta dengan mantan suamiku. Hingga rasanya duniaku telah tertutup dengan semua sikap manisnya yang palsu.Tak hanya sekali, aku seakan terombang-ambing dalam dunia percintaan tak hanya sekali. Dengan Deva sekalipun. Saat itu hatiku sempat patah, rapuh dan seakan tak ingin membuka hati lagi sampai pada akhirnya soso
Janda Terhormat (33)..Aku masih berdiri dengan seluruh tubuhku bergetar. Ya, sejujurnya saja aku juga takut kalau Bagas beralih menyerangku. Hanya saja aku tak punya pilihan lain ketika Della pun sedang ada di posisi sulit.Kuhembuskan nafasku panjang, berusaha menenangkan diriku untuk berusaha mendekati Bagas. Sebenarnya dia tidak jahat, hanya saja saat ini pikirannya sedang terguncang. Jadi wajar jika dia bersikap demikian."Bagas, tolong lepaskan pecahan vas itu dari tanganmu," kataku lembut.Entah kenapa Bagas bisa kambuh seperti ini. Aku belum sempat mencari tahu penyebabnya, yang penting sekarang adalah aku menyelamatkan Della terlebih dahulu.Bagas masih terdiam, memandangku tanpa menurunkan vas bunga dari hadapan Della. Aku maju selangkah demi selangkah mendekatinya.Meskipun Della memberi isyarat agar aku tak mendekat, tapi rasa kemanusiaanku tetap berjalan di depan. Terlebih, aku tahu bahwa sebe
Janda Terhormat (32)..Hari ini mungkin bisa kukatakan adalah hari yang sangat bahagia untukku. Dimana hari ini, Adit menyatakan perasaannya langsung di depan kedua orang tuaku.Ya, setelah kemarin siang aku juga mengutarakan perasaanku bahwa aku pun juga memiliki rasa padanya. Malam ini dia datang dengan di temani Shima, anak perempuannya yang sebentar lagi akan menjadi anakku juga."Nak Adit. Terimakasih kamu sudah mau menerima kekurangan dan keburukan Nurma. Bapak dan Ibu tidak bisa berbuat banyak untuk kalian. Semua hal kami serahkan pada kalian," tutur ayahku menasehati.Aku dan Adit saling berpandangan, tapi kini aku sudah mulai membiasakan diri untuk tidak terlihat gugup di depannya. Padahal sebelum ini, aku sama sekali tidak canggung ataupun gugup jika sedang berada di dekatnya. Namun entah kenapa, sekarang justru seperti ini."Baik, Pak. Terimakasih juga, Bapak dan Ibu mau menerima saya. Semoga kedepannya kita bisa menjadi keluarga
Janda Terhormat (31)..Dear Nurma ....Hai, semoga kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Maaf jika aku terkesan seperti pecundang yang tak berani menghampirimu secara langsung, atau mengatakan hal ini secara langsung padamu.Nurma, maaf jika kehadiranku selama ini selalu mengganggu harimu, membuat hidupmu seakan penuh dengan tekanan. Kini aku sadar, bahwa aku tidak bisa memaksakan apa yang kuinginkan. Aku salah ... Dan sangat berdosa.Tidak sepantasnya, aku memaksa cintaku pada Adit. Atau menginginkan agar Adit kembali lagi padaku. Sejujurnya, aku melakukan semua itu semata-mata bukan karena aku terlalu tergila-gila atau terobsesi pada Adit, melainkan semua itu hanya kujadikan pelarian atas kisah cintaku dengan Bang Dewa.Sekarang kamu tahu, bagaimana rusaknya hidupku, kan? Mengenai skandalku dengan Bang Dewa hingga akhirnya aku keguguran. Rasanya hidupku sangat hina, ketika aku telah menyia-nyiakan pria sebaik Adit. Bahkan kini kamu pu