Hancur Karena Notifikasi M-banking
Part 2**
[Mencari kebenaran? Maaf, suamiku terlalu sayang padaku. Jadi tak akan percaya pada semua perkataanmu]
Linda sudah keterlaluan, dia yang sudah berbohong, dia juga sudah mengibarkan bendera perang denganku. Baiklah. Kita mulai saja Linda.
Dengan dada bergemuruh aku lantas mengetik balasan untuk status yang diunggah Linda setengah jam yang lalu. Jika memang pada akhirnya hubunganku dengannya nanti tak akan baik lagi aku sudah pasrah, karena dia sudah lebih dulu mengusik hidupku.
[Lin, baru beli skin care, ya? Berarti banyak uang, dong? Kok masih pinjem uang sama Mas Bayu?]
Aku menunggu balasan pesan dari Linda dengan pergi ke kamar mandi untuk cucimuka. Mas Bayu terlihat sudah siap dengan baju dinasnya, ia merupakan seorang kepala dapur sebuah restoran di kotaku. Gajinya lumayan banyak, tapi belum menyentuh angka dua digit. Beda dengan Arfan, dia manager keuangan di sebuah perusahaan. Gajinya sudah pasti menyentuh angka dua digit. Namun entah kenapa, istrinya terlalu bar-bar hingga tak tahu malu meminjam uang pada suamiku yang gajinya lebih sedikit dibanding suaminya.
"Dek, baru aja Arfan transfer uang satu juta rupiah yang kemarin buat beli kasur." Mas Bayu laporan padaku dengan mengunyah makanannya, pekerjaannya yang selalu berkutat dengan dapur menjadikannya sangat lihai dengan urusan dapur. Lagipula Mas Bayu bukan tipe suami yang suka menuntut istrinya untuk selalu melayaninya.
"Terus? Utang Linda?"
"Linda belum. Itu kan Arfan nggak tau kalau Linda hutang sama kita, Dek."
"Loh, Mas. Masa suami istri nggak jujur, sih? Harusnya kan dalam keadaan apapun harus jujur. Masa iya seorang Arfan nggak bisa beliin susu sama popok buat Rio." Aku ikut duduk di sampingnya, lalu mengambil satu centong nasi goreng dari dalam wadah, "tadi malem Linda juga pasang status kalau habis beli skin care, lho. Harganya Rp 1.450.000,00. Kan nggak etis, Mas, kalau beli popok sama susu aja hutang sama kamu," ucapku menggebu, tapi malah di balas dengsn senyuman Mas Bayu.
"Sudah, jangan berfikiran yang tidak-tidak. Mungkin mereka sedang ada masalah pribadi, sehingga membuat Linda harus hutang sama kita. Lagipula itung-itung buat bantu ponakan kita, Dek. Kita kan udah lama pengen anak, tapi belum punya. Siapa tau kalau kita baik sama ponakan kita, kita akan disegerakan punya momongan sendiri," ungkap Mas Bayu selalu berprasangka baik, membuatku minder jika sedang berbincang dengannya.
"Tapi, Mas. Tindakannya yang bohong sama suaminya itu 'kan nggak baik? Nggak pantes di contoh. Atau jangan-jangan kamu juga kaya gitu, ya, dibelakangku? Main bohong aja?"
"Astaghfirullah, buang jauh-jauh pikiran kaya gitu. Nggak baik buat hatimu sendiri," kata Mas Bayu menyudahi sarapannya, lalu berdiri hendak mengambil kunci mobilnya, "aku itu apa-apa selalu jujur, cuma masalah kemarin belum sempat cerita aja, Dek. Jadi jangan berfikiran yang tidak-tidak tentangku. Oke?"
Aku mengangguk sembari memasukkan makanan ke dalam mulutku, sedangkan Mas Bayu mengecup keningku sebelum pergi bekerja. Setelah ini pun aku akan segera berangkat kerja, pekerjaanku sebagai perawat di puskesmas membuatku harus rela meninggalkan rumah yang belum tersentuh oleh sapu. Tak lain ini semua gara-gara masalah Linda semalam, jadi aku bangun kesiangan.
Saat aku sedang berhias di depan kaca, aku teringat oleh sebuah pesan yang kukirimkan untuk Linda beberapa saat yang lalu. Kalau sampai Mas Bayu tahu aku mengirimkan pesan untuk Linda, pasti dia akan marah besar padaku.
Benar saja, Linda telah membalas pesanku lima belas menit setelah aku mengiriminya pesan. Kubuka dengan hati yang tak menentu, semoga saja masalah ini cepat selesai dan dia pun akan jera setelah ini.
[Kok kepo, sih, Mbak? Mau aku beli skin care atau tidak itu 'kan bukan urusan kamu. Lagian uang yang kuminta sama Mas Bayu itu pinjam, cuma PINJAM, jadi jangan khawatir kalau aku nggak akan kembaliin. Lagian berapa, sih, gaji Mas Bayu. Nggak lebih besar juga dari gaji Mas Arfan]
Aku beristigfar ketika membaca pesan dari Linda. Balasan macam apa ini? Apa perkataan seperti itu pantas dilontarkan kepada iparnya? Lagipula bukankah aku berhak bertanya? Toh Mas Bayu itu suamiku, wajar jika aku mengusut kemana perginya uang itu.
[Lin, mau kamu beli skin care seharga pesawat jet juga aku nggak perduli. Tapi yang aku perduliin adalah kenapa mesti berbohong kalau ATM Arfan hilang, terus bisa kamu jadikan alasan untuk pinjam uang sama Mas Bayu]
[Nggak usah ngawur deh, Mbak]
Hatiku geram, Linda sudah keterlaluan. Sebenarnya apa maunya? Bukankah hidup damai dengan ipar itu adalah kenikmatan? Kenapa harus di nodai?
Segera kukirim bukti tangkapan layar ketika aku sedang berbalas pesan dengan Arfan semalam. Untung saja aku sempat memotretnya sebelum Mas Bayu menghapusnya ketika mendapatiku mengirimkan pesan untuk Arfan.
Hingga aku sampai di puskesmas, Linda tak menunjukkan balasannya. Hanya tersisa dua centang biru saja tanpa balasan. Itu artinya ia sudsh sempat membaca pesan dariku sebelum memutuskan tidak membalasnya. Semoga saja setelah ini kedua matanya bisa terbuka, bahwa aku bukanlah seorang istri yang penurut dan tak tahu apa-apa.
[Halah, hanya perkara uang segitu aja dibesar-besarin, sih, Mbak. Nih, aku balikin uangnya. Ternyata ribet banget urusan uang sama kakak sendiri]
Balasnya pada akhirnya ketika aku sudah menunggunya selama satu jam. Sebenarnya ini bukan tentang seberapa banyak uang itu, tapi bagaimana adabnya ketika ia sedang meminta pertolongan pada kakak iparnya.
[Baik. Terimakasih, ya, sudah meminjami uang padaku]
Balasku menyindir, karena tak sepatah katapun terucap dari bibirnya untuk sekedar berterimakasih atas bantuan yang sudah aku dan Mas Bayu lakukan. Entah terbuat dari apa hatinya.
Namun ia sama sekali tak membalas pesan dariku, malah kini ia telah memasang sebuah status tentang sindiran balik untukku.
[Uang tak seberapa tapi dibikin ribet, OKB]
Kuremas kertas yang sedang ada di depanku. Mau dia apa, sih? Aku sudah baik tapi dia memancing keributan terus denganku. Apa perlu, aku membongkar kebusukannya ini pada Arfan? Biar dia ditendang sekalian dari silsilah keluarga Pradipta?
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 3**[Uang tak seberapa tapi dibikin ribet, OKB]Kuremas kertas yang sedang ada di depanku. Mau dia apa, sih? Aku sudah baik tapi dia memancing keributan terus denganku. Apa perlu, aku membongkar kebusukannya ini pada Arfan? Biar dia ditendang sekalian dari silsilah keluarga Pradipta?Sabar, Nurma, sabar. Jika aku meladeninya berarti aku tidak ada bedanya dengan Linda. Lebih baik aku fokus pada pekerjaanku terlebih dahulu biar tidak di kira orang kaya baru sama Linda. Kedua orang tuaku PNS, meskipun kini Bapak sudah pensiun tapi dulunya beliau juga salah satu pegawai puskesmas.Kebersamaanku dengan Linda baru bisa dihitung dengan jari, itulah sebabnya untuk menyatukan pendapat kami memang sangat sulit. Terlebih dia orangnya sangat kekanak-kanakan dan juga manja. Wajar jika emosinya masih labil meskipun kini ia telah memiliki seorang anak.Ah, jika sudah berbicara masalah
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 4**"Oh, iya. Bagaimana sama popok dan susunya? Udah beli juga? Katanya kemarin ATM Arfan hilang sampai kamu nggak bisa beli susu dan popok?" ungkapku semakin menjadi.Wajah Linda tampak pias, sedangkan Arfan terlihat lebih heran dengan perkataanku. Mas Bayu menyenggol lenganku agar aku dian dan tidak mengatakan semuanya."Ini ada apa, sih? Tolong jelaskan," tanya Arfan sembari menatap kami satu persatu."Loh, kamu nggak tau, Fan?" tanyaku dengan di sertai gelengan kepala oleh adik kandung suamiku ini."Kan kemarin Linda minje ....""Kemarin aku nitip beli susu sama popok Rio ke Mas Bayu, kan tempat kerjanya deket sama swalayan, Mas, aku juga minta tolong pakai uangnya dulu. Tapi ternyata nggak ada. Iya 'kan, Mas?" kilah Linda sembari menatap Mas Bayu.Apa sih maunya anak ini? Alasan macam apalagi ini? Kenapa dia pandai sekali berkilah di depan suaminya."Kok gi
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 5**"Jangan banyak bicara, cepat jalankan mobilnya atau aku akan menghancurkan kaca mobil ini," ancamku seraya mengacungkan high hillsku ke kaca depan mobilnya.Mau tak mau Mas Bayu menuruti permintaanku, Ibu tampak menangis dengan memanggil namaku. Namun, tak secuil pun rasa ingin kembali ke rumah itu untuk mendengarkan penjelasan Linda.Sepanjang perjalanan aku hanya diam membisu, memandang ke arah jendela luar. Sedangkan Mas Bayu sama sekali tak berani bertanya satu patah kata pun. Rasanya jika di jelaskan di mobil tak akan cukup waktunya, aku ingin meluapkan semuanya ketika telah di rumah.Pintu gerbang di buka oleh Pak Abdul, orang yang kupercaya menjaga rumah. Mobil Fortuner Mas Bayu masuk ke dalam garasi lalu aku turun dengan tergesa. Melepas hills sembarang lalu mendudukkan tubuhku di atas sofa ruang tamu."Dek, kamu kenapa, sih?" tanya Mas Bayu.Aku menatapnya nyalang,
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 6(Pov Bayu)***Kulirik saldo terakhir yang tertera di layar mesin ATM, Rp. 78.000.000,00. Ah ... Tabunganku makin hari kian menipis. Apalagi semenjak Linda sering minta transferan padaku. Aku selalu tak tega jika ia meminta tolong padaku masalah uang untuk Rio.Sungguh, bayi mungil itu membuatku candu hingga berapapun yang Linda minta pasti aku turuti. Tentunya tanpa sepengetahuan Nurma, istriku. Hanya saja seminggu yang lalu salah satu bukti transferanku Nurma melihatnya, dan itu menjadi awal dari semua perselisihan di dalam rumah tanggaku.Aku melangkah keluar swalayan Indom*rt gontai, kebetulan di sini ada mesin ATM jadi aku sekalian mampir beli minuman dingin sebelum masuk ke apotek untuk membelikan obat pereda nyeri untuk Nurma. Kasihan dia, setiap bulan harus menahan sakit tiap kali tamunya datang."Mbak, beli obat pereda nyeri ha*d, ya," ucapku pada pelayan apotek.Ia pun menganggu
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 7***[Trx Rek.15801032xxxxxx : Transfer NBMP BAYU PRADIPTA TO NURLIDA Rp. 800.000,00 06/05/2021 18.49.25]Apa lagi ini? Lelaki macam apa? Benar-benar bermuka dua!Darahku seakan mendidih, ketika kudapati sebuah notifikasi M-banking tentang keluar masuknya uang Mas Bayu. Aku memang tak memegang kendali ATM Mas Bayu, karena aku sendiri pun sudah memiliki gaji. Lagipula dulu aku sangat percaya padanya, hingga aku hanya menerima berapapun jatah bulanan yang ia berikan padaku tanpa ingin tahu kemana saja uangnya selama ini.Tapi rupanya aku istri yang polos. Dengan percayanya mengira bahwa Mas Bayu tak akan macam-macam di belakangku.Puncaknya adalah ketika Rio lahir. Mas Bayu sangat perhatian pada bayi kecil itu. Wajar, aku pun juga sangat menyayangi Rio. Mengingat bahwa aku belum bisa merasakan menimang buah hati, jadi Rio adalah satu-satunya curahan hati kami sebagai keluarga Pradipta.
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 8**"Mas, berapa kamu transfer ke Linda lagi setelah semalam kamu sudah transfer sebanyak delapan ratus ribu?"Mas Bayu tertegun, sepertinya ia tak menyadari bahwa aku bisa tahu tentang semua gerak geriknya melalui ponselnya."K-kamu tahu?" tanyanya tergagap.Aku melengos, lalu menyandarkan tubuhku di dinding samping tempatnya duduk bersantai. Ternyata kebersamaanku selama ini tak ada artinya untuk Mas Bayu. Rupanya ia sangat pandai berbohong kepadaku. Entah kenapa, semenjak kehadiran Linda di keluarga Pradipta, Mas Bayu terlihat sedikit aneh. Terlebih ketika Rio lahir."Katakan saja,"Mas Bayu menghela nafas panjang, lalu berdiri di hadapanku. Raut mukanya berubah menjadi pias. Mungkin ia takut karena kebohongannya terbongkar lagi."Dek, aku transfer ke Linda itu kan juga demi Rio, keponakan kita. Masa kita itung-itungan, sih?""Itung-itungan kamu bilang?
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 9**"Mbak, kamu jahat, ya. Nggak punya hati,"Lagi-lagi dahiku mengernyit. Aku jahat? Nggak punya hati? Memangnya apa yang sudah aku lakukan? Bukannya terbalik?"Aku?""Iya, kamu jahat, Mbak. Kenapa harus bilang gitu di grup? Jadinya semua orang tahu, kan?""Lah, memang semua itu benar adanya kok. Aku orangnya nggak suka bohong," jawabku penuh pembelaan.Kudengar ia menghembuskan nafas kasar, "jangan pelit-pelit, ya, Mbak. Nanti kuburanmu sempit, loh,""Astagfirullah, kamu nyumpahin aku mati?" hardikku kasar."Ya abis, Mbak kaya gitu, sih. Hasilnya aku dimarahin Mas Arfan, kan," jawabnya merajuk.Ya itu sih deritamu sendiri. Memang apa yang aku katakan bener kok, Mas Bayu tidak pernah minta ijin dulu kalau mau transfer ke Linda."Lagian juga cuma berapa, Mbak. Pelit banget jadi istri," lanjutnya lagi tanpa memikirkan perasaanku."Lin. Cukup, y
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 10**"Hallo, ada apa, Mas?" ucapku ketika sambungan telepon dari Mas Bayu telah tersambung."Dek, Arfan kecelakaan,"Degh.Apa? Kecelakaan? Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini. Semoga dia dalam keadaan yang baik-baik saja."Kecelakaan?" tanyaku tak percaya."Iya, dia kecelakaan di luar kota. Sekarang di rawat di rumah sakit terdekat." Terdengar suara panik Mas Bayu, "aku kesana, ya. Kamu baik-baik di rumah,"Sambungan telepon kami terputus setelah aku mengijinkan dia pergi menemui Arfan yang sedang dirawat di rumah sakit. Semoga saja Arfan selalu dalam keadaan yang baik-baik saja.Aku kembali menyelesaikan pekerjaanku agar bisa pulang lebih cepat. Rasanya pikiranku tidak tenang begitu mendengar kabar dari Mas Bayu.***Sudah hampir Isya, dan Mas Bayu belum menampakkan dirinya di rumah. Mungkin ia masih ada di rumah sakit menemani Arfan. Wajar, Mas Bayu i