Hancur Karena Notifikasi M-banking
**
Jantungku berdetak lebih cepat ketika kudapati sebuah pesan di layar ponsel Mas Bayu yang baru saja ia tinggalkan untuk Sholat Isya.
[Trx Rek.15801032xxxxxx : Transfer NBMP BAYU PRADIPTA TO NURLIDA Rp. 1.500.000,00 30/04/2021 19.29.25]
Dahiku mengernyit, untuk apa Mas Bayu transfer uang sebanyak itu untuk Linda? Bukankah seminggu lalu ia sudah transfer pada Arfan, suami Linda yang merupakan adik kandung Mas Bayu, sebanyak satu juta rupiah?
Tak berselang lama notifikasi aplikasi hijau Mas Bayu berbunyi ketika aku belum sempat meletakkan ponsel itu kembali di atas meja.
[Mas, terimakasih, uangnya sudah masuk. Jangan bilang Mbak Nurma dan Mas Arfan, ya. Aku tidak enak]
Loh, kenapa Linda mengirimkan pesan seperti itu? Kenapa aku dan Arfan tidak boleh tahu? Bukankah kami berhak tahu jika salah satu diantara mereka ada masalah dan membutuhkan sejumlah uang?
Seminggu yang lalu Mas Bayu baru saja mengirimi suaminya uang. Katanya, Arfan belum gajian sedangkan Linda merajuk minta beli kasur baru yang lebih empuk. Jadi Arfan memutuskan untuk pinjam terlebih dahulu padaku dan Mas Bayu.
Saat itu aku mengijinkannya, karena aku pikir Linda yang baru saja sebulan melahirkan memang butuh kasur baru untuknya dan Rio agar tidurnya lebih nyenyak. Tapi kenapa sekarang ia sudah menerima transferan lagi dari Mas Bayu? Bahkan aku pun belum di beri uang bulanan setelah gajiannya hari ini.
"Dek, ada apa? Ada pesan?" tanya Mas Bayu mengagetkanku yang masih terdiam memandangi pesan Linda.
Aku tergagap, lalu memberikan ponsel dalam keadaan masih hidup itu padanya.
Seketika wajah Mas Bayu memerah, ia terlihat gugup. Lalu meletakkan ponsel itu di atas meja lagi, sedangkan ia duduk mendekatiku yang berpura-pura fokus pada acara di layar televisi.
"K-kamu sudah baca pesannya?" tanya Mas Bayu gugup.
Aku masih terdiam, lalu mengambil segelas teh hangat yang masih separuh lantas meneguknya hingga habis.
"Sudah,"
"Kamu marah?"
"Kenapa harus marah?" jawabku ketus.
Mas Bayu meraih tanganku lalu menarikku agar berhadapan dengannya. Sepertinya ia merasa bahwa ada sesuatu yang tak enak sedang kurasakan.
"Maaf, aku tak bilang dulu padamu. Karena aku pikir Linda memang sedang membutuhkan uang itu sekarang. Dia bilang, ATM Arfan hilang jadi gajian bulan ini belum bisa di ambil. Sedangkan sore ini juga dia butuh buat beli popok dan susu untuk Rio." Mas Bayu menatapku sendu.
Aku hanya tersenyum miring. Masa iya, sih, Mas kalau hanya beli popok dan susu sampai satu juta lebih. Lagipula besok kan masih hari kerja, harusnya jika memang ATM-nya hilang Arfan bisa langsung mengurusnya. Kenapa harus minta transferan dulu segitu banyak ke rekening pribadinya?
"Sudah tanya ke Arfan?" tanyaku singkat, tapi Mas Bayu memilih melepas pegangan tangannya dariku.
"Dek, masa iya, sih, Linda berbohong padaku? Kamu juga kenal sendiri dengannya, bagaimana dia, bagaimana Arfan. Lagipula kasian, Arfan pasti sedang kesusahan karena ATM-nya hilang. Lagipula Linda bilang kalau ATM Arfan sudah beres bakal dibalikin, kok," jawabnya ketus dengan mengganti siaran televisi kesukaanku.
Ya, kamu tahunya Linda baik, kan, Mas? Padahal sebenarnya dia tidak ubahnya seperti serigala berbulu domba. Tak sekali ataupun dua kali aku mendengarnya menjelek-jelekkanku di depan Ibu. Padahal status kita sama, sama-sama menantu. Aku hanya pura-pura tidak tahu untuk menjaga perasaanmu dan Ibu. Tapi sepertinya semakin lama Linda semakin keterlaluan, dia harus tahu bagaimana cara memperlakukan ipar dengan baik.
"Yasudah, yang penting jangan lupa jatah bulanan untukku." Aku lantas menyandarkan tubuhku di sofa, rasanya berdebat dengan Mas Bayu tak akan ada menangnya.
Ia melirikku sekilas, lalu tersenyum dan memeluk tubuh kurusku. "Jangan khawatir, sudah aku transfer juga ke rekeningmu, Dek. Tapi jangan lupa bonus buatku, ya," ucapnya lembut dengan kerlingan mata manja.
Aku bisa menangkap sinyal genitnya, hingga akhirnya kami menyudahi malam itu dengan sebuah aktivitas yang ia sebut sebagai bonus atas transferannya kepadaku. Dia memang ada-ada saja.
***
Pukul satu dini hari, tubuhku yang sangat penat tak menjadikanku lekas tidur begitu saja. Aku memilih bersih-bersih di kamar mandi dan mengambil minuman dingin di dapur. Sedangkan Mas Bayu sudah tidur sejak setengah jam yang lalu.
Aku sengaja minum dan makan cemilan di dapur, supaya istirahat Mas Bayu tak terganggu. Tak lupa benda pipih canggih yang dibelikan Mas Bayu sebulan yang lalu kubawa serta. Aku lantas berselancar di dunia maya membunuh sepi. Status para teman di kontakku juga tak luput kubuka satu persatu.
Hingga akhirnya sampai di kontak Linda. Dua jam yang lalu ia mengunggah sebuah foto beberapa skin care dan nota tergeletak di sampingnya.
[Akhirnya, bisa kebeli juga. Otw glowing lagi, nih]
Begitulah kira-kira perkataan Linda yang menyertai foto itu membuatku sedikit tersentil, apalagi jumlah biaya yang tertera di nota itu. Rp 1.450.000,00.
Waw ... Bukan harga yang biasa-biasa saja. Dan dia bisa membelinya. Padahal untuk beli kasur, popok dan susu Rio saja harus hutang sama Mas Bayu.
Tiba-tiba saja jiwa ingin tahuku muncul. Aku harus mencari tahu kebenarannya, agar jika Linda memang berlaku curang akan segera terungkap.
Kucari kontak Arfan, lalu melihat ia terakhir online pukul berapa. Namun sepertinya dewi fortuna sedang berpihak padaku. Sepagi ini Arfan masih online. Entah apa yang ia lakukan.
Segera kuketik pesan padanya, untuk mencari tahu tentang kebenaran istrinya.
[Fan]
Semenit kemudian pesanku telah berganti dengan dua centang biru.
[Ya, ada apa, Mbak?]
[Belum tidur? Apa Rio rewel? Atau Linda sedang sibuk?]
Sengaja aku basa-basi, hanya ingin memastikan bahwa Linda tak sedang bersamanya sekarang.
[Tidak, Linda sudah Tidur. Tadi aku bangun soalnya Rio minta susu, Mbak]
Aku menggeleng lemah, Rio minta susu dan Arfan lah yang harus bangun. Keterlaluan.
[Katanya ATM-mu hilang? Iyakah? Semoga cepet ketemu, ya]
[Kata siapa, Mbak? Tidak kok. ATM-ku tidak hilang]
Duaarr
Satu kebenaran terungkap.
[Oh, gitu. Yaudah, berarti aku salah dengar tadi pas Mas Bayu ngomong. Mungkin bukan Arfan kamu, ya, tapi temen kerjanya] kubalas pesannya dengan emotikon tertawa. Lalu setelah itu percakapan kami terhenti.
Setidaknya aku tahu bahwa Linda sudah berani berbohong padaku, Mas Bayu dan Suaminya. Ini tidak boleh dibiarkan. Aku harus segera mengusut tuntas masalah ini.
Aku lantas kembali ke kamar dan segera beristirahat, besok aku harus segera membicarakan ini dengan Linda. Karena bagaimanapun juga, hal seperti ini tidak boleh di biarkan berlarut-larut.
"Dek. Bangun!" ucap Mas Bayu ketika kurasakan baru beberapa menit memasuki alam mimpi.
Mas Bayu berdiri di sampingku, dengan handuk melilit di tubuhnya dan juga rambutnya basah. Tak biasanya ia bangun lebih awal dariku. Mungkin karena kau baru bisa tidur pukul dua dini hari, jadi tidak sadar jika Mas Bayu telah bangun lebih awal dariku.
"Apa, Mas?"
"Kamu apa-apaan sih, Dek. Kok kirim pesan ke Arfan segala?"
Degh.
Bodoh! Kenapa semalam aku tak sempat menghapus pesan itu dulu, ya?
"Mas, benar dugaanku, kan? Linda itu bohong." Aku mendudukkan tubuhku yang belum sepenuhnya pulih dari rasa kantukku.
"Oh, jadi kamu berprasangka seperti itu pada adik iparmu sendiri?" Ia menatapku tajam, "buang jauh-jauh, Dek fikiran kaya gitu. Nggak baik," ucapannya melunak, ia paham betul jika aku tak akan suka dengan kata-kata kasarnya.
"Bukan gitu, Mas. Tapi 'kan aku hanya ingin tahu Linda beneran jujur atau nggak sama kita."
"Udah. Pokoknya aku nggak mau masalah ini diperpanjang, toh Linda juga bilang kalau bakal dibalikin 'kan?"
Aku menghela nafas panjang, lalu memilih mengalah dan berdamai dengan Mas Bayu. Semoga saja Linda tak menjadikan semua ini sebagai kebiasaan.
Namun lagi-lagi aku dibuat marah, ketika kulihat sepagi ini Linda sudah membuat status lagi.
[Mencari kebenaran? Maaf, suamiku terlalu sayang padaku. Jadi tak akan percaya pada semua perkataanmu]
Linda sudah keterlaluan, dia yang sudah berbohong, dia juga sudah mengibarkan bendera perang denganku. Baiklah. Kita mulai saja Linda.
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 2**[Mencari kebenaran? Maaf, suamiku terlalu sayang padaku. Jadi tak akan percaya pada semua perkataanmu]Linda sudah keterlaluan, dia yang sudah berbohong, dia juga sudah mengibarkan bendera perang denganku. Baiklah. Kita mulai saja Linda.Dengan dada bergemuruh aku lantas mengetik balasan untuk status yang diunggah Linda setengah jam yang lalu. Jika memang pada akhirnya hubunganku dengannya nanti tak akan baik lagi aku sudah pasrah, karena dia sudah lebih dulu mengusik hidupku.[Lin, baru beli skin care, ya? Berarti banyak uang, dong? Kok masih pinjem uang sama Mas Bayu?]Aku menunggu balasan pesan dari Linda dengan pergi ke kamar mandi untuk cucimuka. Mas Bayu terlihat sudah siap dengan baju dinasnya, ia merupakan seorang kepala dapur sebuah restoran di kotaku. Gajinya lumayan banyak, tapi belum menyentuh angka dua digit. Beda dengan Arfan, dia manager keuangan di sebuah perusahaa
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 3**[Uang tak seberapa tapi dibikin ribet, OKB]Kuremas kertas yang sedang ada di depanku. Mau dia apa, sih? Aku sudah baik tapi dia memancing keributan terus denganku. Apa perlu, aku membongkar kebusukannya ini pada Arfan? Biar dia ditendang sekalian dari silsilah keluarga Pradipta?Sabar, Nurma, sabar. Jika aku meladeninya berarti aku tidak ada bedanya dengan Linda. Lebih baik aku fokus pada pekerjaanku terlebih dahulu biar tidak di kira orang kaya baru sama Linda. Kedua orang tuaku PNS, meskipun kini Bapak sudah pensiun tapi dulunya beliau juga salah satu pegawai puskesmas.Kebersamaanku dengan Linda baru bisa dihitung dengan jari, itulah sebabnya untuk menyatukan pendapat kami memang sangat sulit. Terlebih dia orangnya sangat kekanak-kanakan dan juga manja. Wajar jika emosinya masih labil meskipun kini ia telah memiliki seorang anak.Ah, jika sudah berbicara masalah
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 4**"Oh, iya. Bagaimana sama popok dan susunya? Udah beli juga? Katanya kemarin ATM Arfan hilang sampai kamu nggak bisa beli susu dan popok?" ungkapku semakin menjadi.Wajah Linda tampak pias, sedangkan Arfan terlihat lebih heran dengan perkataanku. Mas Bayu menyenggol lenganku agar aku dian dan tidak mengatakan semuanya."Ini ada apa, sih? Tolong jelaskan," tanya Arfan sembari menatap kami satu persatu."Loh, kamu nggak tau, Fan?" tanyaku dengan di sertai gelengan kepala oleh adik kandung suamiku ini."Kan kemarin Linda minje ....""Kemarin aku nitip beli susu sama popok Rio ke Mas Bayu, kan tempat kerjanya deket sama swalayan, Mas, aku juga minta tolong pakai uangnya dulu. Tapi ternyata nggak ada. Iya 'kan, Mas?" kilah Linda sembari menatap Mas Bayu.Apa sih maunya anak ini? Alasan macam apalagi ini? Kenapa dia pandai sekali berkilah di depan suaminya."Kok gi
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 5**"Jangan banyak bicara, cepat jalankan mobilnya atau aku akan menghancurkan kaca mobil ini," ancamku seraya mengacungkan high hillsku ke kaca depan mobilnya.Mau tak mau Mas Bayu menuruti permintaanku, Ibu tampak menangis dengan memanggil namaku. Namun, tak secuil pun rasa ingin kembali ke rumah itu untuk mendengarkan penjelasan Linda.Sepanjang perjalanan aku hanya diam membisu, memandang ke arah jendela luar. Sedangkan Mas Bayu sama sekali tak berani bertanya satu patah kata pun. Rasanya jika di jelaskan di mobil tak akan cukup waktunya, aku ingin meluapkan semuanya ketika telah di rumah.Pintu gerbang di buka oleh Pak Abdul, orang yang kupercaya menjaga rumah. Mobil Fortuner Mas Bayu masuk ke dalam garasi lalu aku turun dengan tergesa. Melepas hills sembarang lalu mendudukkan tubuhku di atas sofa ruang tamu."Dek, kamu kenapa, sih?" tanya Mas Bayu.Aku menatapnya nyalang,
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 6(Pov Bayu)***Kulirik saldo terakhir yang tertera di layar mesin ATM, Rp. 78.000.000,00. Ah ... Tabunganku makin hari kian menipis. Apalagi semenjak Linda sering minta transferan padaku. Aku selalu tak tega jika ia meminta tolong padaku masalah uang untuk Rio.Sungguh, bayi mungil itu membuatku candu hingga berapapun yang Linda minta pasti aku turuti. Tentunya tanpa sepengetahuan Nurma, istriku. Hanya saja seminggu yang lalu salah satu bukti transferanku Nurma melihatnya, dan itu menjadi awal dari semua perselisihan di dalam rumah tanggaku.Aku melangkah keluar swalayan Indom*rt gontai, kebetulan di sini ada mesin ATM jadi aku sekalian mampir beli minuman dingin sebelum masuk ke apotek untuk membelikan obat pereda nyeri untuk Nurma. Kasihan dia, setiap bulan harus menahan sakit tiap kali tamunya datang."Mbak, beli obat pereda nyeri ha*d, ya," ucapku pada pelayan apotek.Ia pun menganggu
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 7***[Trx Rek.15801032xxxxxx : Transfer NBMP BAYU PRADIPTA TO NURLIDA Rp. 800.000,00 06/05/2021 18.49.25]Apa lagi ini? Lelaki macam apa? Benar-benar bermuka dua!Darahku seakan mendidih, ketika kudapati sebuah notifikasi M-banking tentang keluar masuknya uang Mas Bayu. Aku memang tak memegang kendali ATM Mas Bayu, karena aku sendiri pun sudah memiliki gaji. Lagipula dulu aku sangat percaya padanya, hingga aku hanya menerima berapapun jatah bulanan yang ia berikan padaku tanpa ingin tahu kemana saja uangnya selama ini.Tapi rupanya aku istri yang polos. Dengan percayanya mengira bahwa Mas Bayu tak akan macam-macam di belakangku.Puncaknya adalah ketika Rio lahir. Mas Bayu sangat perhatian pada bayi kecil itu. Wajar, aku pun juga sangat menyayangi Rio. Mengingat bahwa aku belum bisa merasakan menimang buah hati, jadi Rio adalah satu-satunya curahan hati kami sebagai keluarga Pradipta.
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 8**"Mas, berapa kamu transfer ke Linda lagi setelah semalam kamu sudah transfer sebanyak delapan ratus ribu?"Mas Bayu tertegun, sepertinya ia tak menyadari bahwa aku bisa tahu tentang semua gerak geriknya melalui ponselnya."K-kamu tahu?" tanyanya tergagap.Aku melengos, lalu menyandarkan tubuhku di dinding samping tempatnya duduk bersantai. Ternyata kebersamaanku selama ini tak ada artinya untuk Mas Bayu. Rupanya ia sangat pandai berbohong kepadaku. Entah kenapa, semenjak kehadiran Linda di keluarga Pradipta, Mas Bayu terlihat sedikit aneh. Terlebih ketika Rio lahir."Katakan saja,"Mas Bayu menghela nafas panjang, lalu berdiri di hadapanku. Raut mukanya berubah menjadi pias. Mungkin ia takut karena kebohongannya terbongkar lagi."Dek, aku transfer ke Linda itu kan juga demi Rio, keponakan kita. Masa kita itung-itungan, sih?""Itung-itungan kamu bilang?
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 9**"Mbak, kamu jahat, ya. Nggak punya hati,"Lagi-lagi dahiku mengernyit. Aku jahat? Nggak punya hati? Memangnya apa yang sudah aku lakukan? Bukannya terbalik?"Aku?""Iya, kamu jahat, Mbak. Kenapa harus bilang gitu di grup? Jadinya semua orang tahu, kan?""Lah, memang semua itu benar adanya kok. Aku orangnya nggak suka bohong," jawabku penuh pembelaan.Kudengar ia menghembuskan nafas kasar, "jangan pelit-pelit, ya, Mbak. Nanti kuburanmu sempit, loh,""Astagfirullah, kamu nyumpahin aku mati?" hardikku kasar."Ya abis, Mbak kaya gitu, sih. Hasilnya aku dimarahin Mas Arfan, kan," jawabnya merajuk.Ya itu sih deritamu sendiri. Memang apa yang aku katakan bener kok, Mas Bayu tidak pernah minta ijin dulu kalau mau transfer ke Linda."Lagian juga cuma berapa, Mbak. Pelit banget jadi istri," lanjutnya lagi tanpa memikirkan perasaanku."Lin. Cukup, y
Janda Terhormat (39)Extra Part.."Pakeettt ...."Kutajamkan indera pendengaranku. Sepertinya ada seorang kurir yang mengantarkan paket di depan sana.Aku lantas berdiri dan membukakan pintu depan. Rupanya Pak Amin, satpam di rumahku hendak membawakan paket itu ke dalam rumah."Maaf, Bu. Ada paket," katanya.Aku tersenyum, lalu mengambil bungkusan itu dari tangannya. "Terimakasih, Pak," kataku lalu kembali masuk ke dalam rumah dan hendak membuka paket itu.Aku sedikit heran, karena setahuku aku sama sekali tidak mempunyai paket atau barang yang kubeli melalui online. Shima masih sekolah hari ini, jadi aku hanya di rumah sendirian.Kubuka perlahan paket yang tak kutahu dari siapa itu. Ukurannya besar, tapi tak terlalu berat. Sebetulnya aku sedikit khawatir, takut jika ternyata ini adalah sesuatu yang membahayakanku ataupun keluargaku karena memang paket ini ditujukan untukku, tertera nama dan nomor ponselku. Besar kemungkinan, orang yang mengirimkan paket ini adalah orang yang tela
Janda Terhormat (38).."Kenalkan, ini Adis, calon istriku," ucap Deva membuatku dan Adit terkejut.Secepat itu dia mendapatkan calon istri?Wanita itu mengulurkan tangannya padaku, lalu kusambut dengan senyuman lebar. Tak masalah bagiku Deva telah mendapatkan penggantiku, toh memang ini yang aku inginkan."Nurma ...." Dia tersenyum, manis sekali."Dia anak dari guru ngajiku, ayahnya memintaku untuk menikahinya. Jadi kuputuskan untuk menikah dua minggu lagi. Dan aku harap, kalian jadi anggota yang turut serta mengurus semua acaraku nanti, ya," tutur Deva menerangkan, bahwa ternyata wanita itu adalah anak dari seorang guru tempatnya belajar soal agama. Mungkin bisa jadi dia dan Adis bertaaruf, itulah sebabnya mereka langsung akan menikah."Tentu, kami akan menjadi orang pertama yang akan mengurus acara pernikahan kalian. Tenanf saja," terang Adit dengan gembira.Aku lantas menganggukkan kepala, setuju dengan kata-kata Adit bahwa kami akan membantu semua acara pernikahannya. Aku senang,
Janda Terhormat (37)...Hari ini kami bertiga berencana pergi ke kebun binatang. Tak lain, itu semua untuk menyenangkan hati anak perempuan kami, Shima. Sedari pagi dia sudah sangat antusias dengan liburan kami kali ini.Sudah seminggu ini aku resmi tinggal di rumah Adit, menemani tumbuh kembang Shima sembari belajar menjadi istri yang baik dari sebelumnya. Jika kemarin aku gagal dalam pernikahan, tapi kali ini aku tidak boleh gagal lagi. Sebisa mungkin pernikahan ini harus menjadi yang terakhir di hidupku."Bundaaa ... Ayo berangkat," teriak Shima dari ruang tamu ketika aku tengah menyiapkan bekal.Ya, sejak aku resmi menjadi ibunya dia memanggilku dengan sebutan bunda. Bukan aku yang meminta, melainkan dia sendiri yang memanggilku seperti itu.Tak masalah, toh semua panggilan itu tetap bagus, terlebih jika ditujukan kepada orang tersayang. Adit pun juga setuju ketika Shima ingin memanggilku dengan sebutan bunda."Iya, sebentar, Sayang. Panggil papamu, sudah siap belum," jawabku dar
Janda Terhormat (36)..Tiga bulan kemudian ...."Bagaimana para saksi? Sah?" ucap penghulu menggema di ruangan yang telah di dekor dengan nuansa warna pastel ini.Dadaku bergemuruh, ketika kutunggu jawaban dari para saksi yang duduk di samping penghulu. Kulihat butiran bening sebesar jagung juga memenuhi dahi Adit yang tengah duduk di sampingku dengan berjabat tangan dengan penghulu.Ya, hari ini adalah hari pernikahanku dan ayah mewakilkan kepada penghulu karena tak kuasa menikahkanku sendiri. Seketika tubuhku terasa ringan ketika para saksi mengatakan kata 'SAH' secara serempak. Adit mengulurkan tangannya, lalu kusambut dengan menciumnya penuh takzim. Hatiku sejuk, ketika bibirku menyentuh punggung tangan Adit yang kini telah menjadi suamiku.Akhirnya, kesendirianku selama ini terbayar sudah dengan acara hari ini. Kekosongan dalam hatiku beberapa tahun ini telah terisi dengan hadirnya sosok Adit di sampingku saat ini.Adit lantas mengambil kotak cincin, lalu memasangkannya di jari
Janda Terhormat (35).."Hallo, Tante ...." sapa Shima begitu sampai di rumahku.Aku sengaja menunggunya di teras, selain tak ada pekerjaan juga karena memang aku sangat senang begitu Shima akan kemari. Meskipun dia tidak ada ikatan darah denganku, tapi rasa sayangku melebihi apapun padanya. Mungkin jika aku memiliki seorang anak, rasaku akan seperti ini juga."Hallo, Sayang," sapaku dengan mencium pipinya singkat.Adit berdiri di belakang Shima, lalu mengelus singkat puncak kepala anaknya itu. Tak kusangka, sebentar lagi Shima akan menjadi anakku. Semoga saja aku bisa menjadi seorang ibu yang baik untuknya."Kamu nggak sibuk, Nur?" tanya Adit begitu Shima telah melepaskan pelukannya dari tubuhku.Aku menggeleng singkat lalu menatapnya, "enggak, emangnya kenapa?""Kalau kamu sibuk, Shima nggak aku tinggalin."Mendengar penuturannya aku lantas mencebik. "Enggak lah. Kalau aku sibuk mana mungkin sekarang santai-santai di sini," jawabku dengan sedikit cemberut."Ya siapa tahu kamu sedang
Janda Terhormat (34).."Bagas gimana, Nur?" tanya Adit ketika aku telah berada di dalam mobilnya.Aku yang semula masih melamun lantas menoleh kearahnya. "Em ... Dia udah mendingan. Semoga saja dalam waktu dekat ini kondisinya semakin membaik."Kuhela nafas panjang, "sedih rasanya melihat ada orang yang sampai sedepresi itu hanya karena kegagalan cinta."Adit justru terkekeh, "untung aja kamu dulu enggak, ya?""Maksud kamu?""Ya, untung aja kamu nggak depresi setelah kegagalam cintamu yang berkali-kali itu. Kamu kan bucin parah sama suamimu dulu," ucapnya meledek.Aku hanya mencebik, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Memang benar kata Adit, dulu aku terlalu cinta dengan mantan suamiku. Hingga rasanya duniaku telah tertutup dengan semua sikap manisnya yang palsu.Tak hanya sekali, aku seakan terombang-ambing dalam dunia percintaan tak hanya sekali. Dengan Deva sekalipun. Saat itu hatiku sempat patah, rapuh dan seakan tak ingin membuka hati lagi sampai pada akhirnya soso
Janda Terhormat (33)..Aku masih berdiri dengan seluruh tubuhku bergetar. Ya, sejujurnya saja aku juga takut kalau Bagas beralih menyerangku. Hanya saja aku tak punya pilihan lain ketika Della pun sedang ada di posisi sulit.Kuhembuskan nafasku panjang, berusaha menenangkan diriku untuk berusaha mendekati Bagas. Sebenarnya dia tidak jahat, hanya saja saat ini pikirannya sedang terguncang. Jadi wajar jika dia bersikap demikian."Bagas, tolong lepaskan pecahan vas itu dari tanganmu," kataku lembut.Entah kenapa Bagas bisa kambuh seperti ini. Aku belum sempat mencari tahu penyebabnya, yang penting sekarang adalah aku menyelamatkan Della terlebih dahulu.Bagas masih terdiam, memandangku tanpa menurunkan vas bunga dari hadapan Della. Aku maju selangkah demi selangkah mendekatinya.Meskipun Della memberi isyarat agar aku tak mendekat, tapi rasa kemanusiaanku tetap berjalan di depan. Terlebih, aku tahu bahwa sebe
Janda Terhormat (32)..Hari ini mungkin bisa kukatakan adalah hari yang sangat bahagia untukku. Dimana hari ini, Adit menyatakan perasaannya langsung di depan kedua orang tuaku.Ya, setelah kemarin siang aku juga mengutarakan perasaanku bahwa aku pun juga memiliki rasa padanya. Malam ini dia datang dengan di temani Shima, anak perempuannya yang sebentar lagi akan menjadi anakku juga."Nak Adit. Terimakasih kamu sudah mau menerima kekurangan dan keburukan Nurma. Bapak dan Ibu tidak bisa berbuat banyak untuk kalian. Semua hal kami serahkan pada kalian," tutur ayahku menasehati.Aku dan Adit saling berpandangan, tapi kini aku sudah mulai membiasakan diri untuk tidak terlihat gugup di depannya. Padahal sebelum ini, aku sama sekali tidak canggung ataupun gugup jika sedang berada di dekatnya. Namun entah kenapa, sekarang justru seperti ini."Baik, Pak. Terimakasih juga, Bapak dan Ibu mau menerima saya. Semoga kedepannya kita bisa menjadi keluarga
Janda Terhormat (31)..Dear Nurma ....Hai, semoga kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Maaf jika aku terkesan seperti pecundang yang tak berani menghampirimu secara langsung, atau mengatakan hal ini secara langsung padamu.Nurma, maaf jika kehadiranku selama ini selalu mengganggu harimu, membuat hidupmu seakan penuh dengan tekanan. Kini aku sadar, bahwa aku tidak bisa memaksakan apa yang kuinginkan. Aku salah ... Dan sangat berdosa.Tidak sepantasnya, aku memaksa cintaku pada Adit. Atau menginginkan agar Adit kembali lagi padaku. Sejujurnya, aku melakukan semua itu semata-mata bukan karena aku terlalu tergila-gila atau terobsesi pada Adit, melainkan semua itu hanya kujadikan pelarian atas kisah cintaku dengan Bang Dewa.Sekarang kamu tahu, bagaimana rusaknya hidupku, kan? Mengenai skandalku dengan Bang Dewa hingga akhirnya aku keguguran. Rasanya hidupku sangat hina, ketika aku telah menyia-nyiakan pria sebaik Adit. Bahkan kini kamu pu