Hancur Karena Notifikasi M-banking
Part 4**
"Oh, iya. Bagaimana sama popok dan susunya? Udah beli juga? Katanya kemarin ATM Arfan hilang sampai kamu nggak bisa beli susu dan popok?" ungkapku semakin menjadi.
Wajah Linda tampak pias, sedangkan Arfan terlihat lebih heran dengan perkataanku. Mas Bayu menyenggol lenganku agar aku dian dan tidak mengatakan semuanya.
"Ini ada apa, sih? Tolong jelaskan," tanya Arfan sembari menatap kami satu persatu.
"Loh, kamu nggak tau, Fan?" tanyaku dengan di sertai gelengan kepala oleh adik kandung suamiku ini.
"Kan kemarin Linda minje ...."
"Kemarin aku nitip beli susu sama popok Rio ke Mas Bayu, kan tempat kerjanya deket sama swalayan, Mas, aku juga minta tolong pakai uangnya dulu. Tapi ternyata nggak ada. Iya 'kan, Mas?" kilah Linda sembari menatap Mas Bayu.
Apa sih maunya anak ini? Alasan macam apalagi ini? Kenapa dia pandai sekali berkilah di depan suaminya.
"Kok gitu, sih, Lin. Kan ceritanya nggak gitu?" kataku membela, sungguh aku tidak rela jika Mas Bayu harus terus menerus membela benalu seperti dia.
"Udah lah, Dek. Jangan di perpanjang lagi. Udah nggak papa, nggak usah di bahas lagi. Yang penting Rio bisa tetep minum susu sama kebutuhan popoknya tercukupi,"
Aku memutar bola mata malas. Mas Bayu juga bikin aku naik darah. Apa sebenarnya maunya?
Bukan perkara uangnya, toh kemarin juga sudah kembalikan oleh Linda. Tapi bagaimana caranya Linda itu membohongi kami semua, terlebih suaminya. Apalagi dia membawa nama suamiku. Apa jangan-jangan mereka ada main di belakangku?
Jika memang iya, Mas Bayu benar-benar keterlaluan. Tega-teganya main api dengan iparnya sendiri.
"Assalamualaikum," ucap seseorang dari arah pintu. Kami semua serentak menjawab salamnya dengan melihat ke arah sumber suara.
Ternyata dua mertuaku juga sedang berkunjung ke rumah Arfan. Sebenarnya rumah kami saling berdekatan. Semenjak menikah para anak lelakinya di minta untuk hidup mandiri dengan istri-istrinya. Sedangkan Bapak dan Ibu sekarang tinggal bersama Sekar, adik bungsu Mas Bayu yang masih kuliah.
"Wah, ada Bayu sama Nurma juga. Kebetulan kita bisa kumpul di sini," kata Ibu setelah kami bersalaman satu persatu.
"Iya, Bu. Mumpung Mas Bayu libur, main sekalian nengokin Rio," ucapku pada Ibu yang telah menggendong cucunya.
Wajar, kami semua sangat sayang pada Rio, karena Rio merupakan satu-satunya bayi di keluarga Pradipta. Karena sampai hari ini aku belum bisa memberikan keturunan untuk Mas Bayu. Dokter bilang kami sehat, tapi entah kenapa Tuhan belum mempercayakan keturunan pada kami.
"Kamu buruan nyusul Linda, Nurma. Pernikahan kamu sama Bayu udah lima tahun, masa kalah sama yang baru dua tahun," ungkap Ibu, membuat hatiku tersentil.
"Bu ...." Bapak menegur istrinya, mungkin Bapak pun tahu kalau kata-kata Ibu menyakiti hatiku.
Tapi tak apa, memang kenyataannya seperti ini. Aku belum bisa memberikan keturunan untuk keluarga Pradipta.
"Bukan karena aku tidak mau atau gimana, Bu. Tapi kalau Tuhan belum memberikannya pada kami lalu kami bisa apa? Dokter bilang aku sama Mas Bayu sehat, kok. Ibu sama Bapak doakan saja yang terbaik, ya," terangku seraya meminta Rio dari gendongan Ibu.
Kami pun akhirnya melupakan pembahasan itu dan mulai mengobrol hangat. Sedangkan Linda sibuk di dapur menyiapkan jamuan untuk kami semua. Kebetulan sudah masuk jam makan siang, jadi kami memutuskan untuk makan siang sekalian di rumah Arfan.
"Aku bantu Linda dulu, ya, Nur. Kamu jagain Rio," ucap Ibu sembari meninggalkanku yang masih menggendong Rio.
Aku hanya mengangguk, lalu mengajak Rio keluar rumah untuk mencari angin segar. Sedangkan para bapak-bapak mengobrol di teras.
Sekitar sepuluh menit setelah itu Rio tertidur. Aku hendak menidurkannya di dalam kamarnya, tapi sebelum itu lebih baik aku minta ijin dulu pada Linda. Tidak enak hati kalau masuk ke kamar orang lain tanpa ijin.
Namun, apa yang kudengar ketika tengah berdiri di ambang pintu dapur sungguh mengejutkan hatiku.
"Ya gitu, deh, Bu. Mas Bayu sering curhat ke Linda kalau Mbak Nurma itu boros, jarang masak, rumah tak selalu bersih,"
Degh.
Apa-apaan ini? Benarkan Mas Bayu sering cerita ke Linda perihal rumah tangga kami?
Aku bukan jarang masak karena malas, tapi memang pagi-pagi sekali kami harus berangkat kerja. Lagipula Mas Bayu selalu masak terlebih dahulu karena itu memang hobinya. Perihal rumah tak selalu bersih, akhir-akhir ini pekerjaanku sedang banyak, aku juga sudah menyewa asisten rumah tangga yang datang seminggu tiga kali untuk membersihkan rumah. Lalu, apa benar jika Mas Bayu mengatakan semua itu pada Linda?
"Ah ... Masa iya? Ckckck, kasihan Bayu, ya. Nurma cantik, punya kerjaan bagus, perhatian, sopan, tapi kenapa sekarang berubah seperti itu,"
"Bu, itu kan dulu. Sekarang mah Mbak Nurma males, Mas Bayu sering ngeluh ke Linda. Katanya juga udah nggak betah hidup sama Mbak Nurma," ungkap Linda panjang lebar, membuat hatiku tergores dalam.
Tanpa terasa buliran hangat keluar dari kedua mataku. Tak kusangka Linda begitu lihai meracuni pikiran Ibu. Untuk apa ia melakukan seperti itu? Kedudukan kami sama, sama-sama menantu, tidak seharusnya ia bisa berlaku seperti itu.
"Mbak, ngapain?" bentak Arfan mengagetkanku.
Seketika itu juga Ibu dan Linda menatapku yang masih menggendong Rio di ambang pintu dapur. Mereka tampak kaget dengan kehadiranku, tapi tidak dengan Arfan karena ia tak tahu semuanya dari awal.
Aku lantas berbalik, lalu menyerahkan Rio yang masih tertidur pulas kepada ayahnya.
"Fan, aku pulang dulu," ucapku sembari berlalu meninggalkan mereka.
Terdengar samar, Ibu meneriakiku dari dapur. Tapi aku memilih pergi meninggalkan mereka.
"Dek, ada apa?" tanya Mas Bayu ketika aku melewatinya dan Bapak yang ada di ruang tamu.
Awas saja kamu Linda, sudah apa yang akan aku perbuat padamu setelah ini. Rupanya kamu berani macam-macam denganku, padahal sedikitpun aku tak mengusik hidupmu.
Aku lantas masuk ke dalam mobil dengan geram. Dan rupanya Mas Bayu pun juga mengikutiku hingga ke dalam mobil. Ia terlihat cemas karena perubahan sikapku.
"Dek, ada apa?"
"Jalan, pulang sekarang juga,"
"Ada apa ini? Jelaskan?"
"Jangan banyak bicara, cepat jalankan mobilnya atau aku akan menghancurkan kaca mobil ini," ancamku seraya mengacungkan high hillsku ke kaca depan mobilnya.
Mau tak mau Mas Bayu menuruti permintaanku, Ibu tampak menangis dengan memanggil namaku. Namun, tak secuil pun rasa ingin kembali ke rumah itu untuk mendengarkan penjelasan Linda.
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 5**"Jangan banyak bicara, cepat jalankan mobilnya atau aku akan menghancurkan kaca mobil ini," ancamku seraya mengacungkan high hillsku ke kaca depan mobilnya.Mau tak mau Mas Bayu menuruti permintaanku, Ibu tampak menangis dengan memanggil namaku. Namun, tak secuil pun rasa ingin kembali ke rumah itu untuk mendengarkan penjelasan Linda.Sepanjang perjalanan aku hanya diam membisu, memandang ke arah jendela luar. Sedangkan Mas Bayu sama sekali tak berani bertanya satu patah kata pun. Rasanya jika di jelaskan di mobil tak akan cukup waktunya, aku ingin meluapkan semuanya ketika telah di rumah.Pintu gerbang di buka oleh Pak Abdul, orang yang kupercaya menjaga rumah. Mobil Fortuner Mas Bayu masuk ke dalam garasi lalu aku turun dengan tergesa. Melepas hills sembarang lalu mendudukkan tubuhku di atas sofa ruang tamu."Dek, kamu kenapa, sih?" tanya Mas Bayu.Aku menatapnya nyalang,
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 6(Pov Bayu)***Kulirik saldo terakhir yang tertera di layar mesin ATM, Rp. 78.000.000,00. Ah ... Tabunganku makin hari kian menipis. Apalagi semenjak Linda sering minta transferan padaku. Aku selalu tak tega jika ia meminta tolong padaku masalah uang untuk Rio.Sungguh, bayi mungil itu membuatku candu hingga berapapun yang Linda minta pasti aku turuti. Tentunya tanpa sepengetahuan Nurma, istriku. Hanya saja seminggu yang lalu salah satu bukti transferanku Nurma melihatnya, dan itu menjadi awal dari semua perselisihan di dalam rumah tanggaku.Aku melangkah keluar swalayan Indom*rt gontai, kebetulan di sini ada mesin ATM jadi aku sekalian mampir beli minuman dingin sebelum masuk ke apotek untuk membelikan obat pereda nyeri untuk Nurma. Kasihan dia, setiap bulan harus menahan sakit tiap kali tamunya datang."Mbak, beli obat pereda nyeri ha*d, ya," ucapku pada pelayan apotek.Ia pun menganggu
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 7***[Trx Rek.15801032xxxxxx : Transfer NBMP BAYU PRADIPTA TO NURLIDA Rp. 800.000,00 06/05/2021 18.49.25]Apa lagi ini? Lelaki macam apa? Benar-benar bermuka dua!Darahku seakan mendidih, ketika kudapati sebuah notifikasi M-banking tentang keluar masuknya uang Mas Bayu. Aku memang tak memegang kendali ATM Mas Bayu, karena aku sendiri pun sudah memiliki gaji. Lagipula dulu aku sangat percaya padanya, hingga aku hanya menerima berapapun jatah bulanan yang ia berikan padaku tanpa ingin tahu kemana saja uangnya selama ini.Tapi rupanya aku istri yang polos. Dengan percayanya mengira bahwa Mas Bayu tak akan macam-macam di belakangku.Puncaknya adalah ketika Rio lahir. Mas Bayu sangat perhatian pada bayi kecil itu. Wajar, aku pun juga sangat menyayangi Rio. Mengingat bahwa aku belum bisa merasakan menimang buah hati, jadi Rio adalah satu-satunya curahan hati kami sebagai keluarga Pradipta.
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 8**"Mas, berapa kamu transfer ke Linda lagi setelah semalam kamu sudah transfer sebanyak delapan ratus ribu?"Mas Bayu tertegun, sepertinya ia tak menyadari bahwa aku bisa tahu tentang semua gerak geriknya melalui ponselnya."K-kamu tahu?" tanyanya tergagap.Aku melengos, lalu menyandarkan tubuhku di dinding samping tempatnya duduk bersantai. Ternyata kebersamaanku selama ini tak ada artinya untuk Mas Bayu. Rupanya ia sangat pandai berbohong kepadaku. Entah kenapa, semenjak kehadiran Linda di keluarga Pradipta, Mas Bayu terlihat sedikit aneh. Terlebih ketika Rio lahir."Katakan saja,"Mas Bayu menghela nafas panjang, lalu berdiri di hadapanku. Raut mukanya berubah menjadi pias. Mungkin ia takut karena kebohongannya terbongkar lagi."Dek, aku transfer ke Linda itu kan juga demi Rio, keponakan kita. Masa kita itung-itungan, sih?""Itung-itungan kamu bilang?
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 9**"Mbak, kamu jahat, ya. Nggak punya hati,"Lagi-lagi dahiku mengernyit. Aku jahat? Nggak punya hati? Memangnya apa yang sudah aku lakukan? Bukannya terbalik?"Aku?""Iya, kamu jahat, Mbak. Kenapa harus bilang gitu di grup? Jadinya semua orang tahu, kan?""Lah, memang semua itu benar adanya kok. Aku orangnya nggak suka bohong," jawabku penuh pembelaan.Kudengar ia menghembuskan nafas kasar, "jangan pelit-pelit, ya, Mbak. Nanti kuburanmu sempit, loh,""Astagfirullah, kamu nyumpahin aku mati?" hardikku kasar."Ya abis, Mbak kaya gitu, sih. Hasilnya aku dimarahin Mas Arfan, kan," jawabnya merajuk.Ya itu sih deritamu sendiri. Memang apa yang aku katakan bener kok, Mas Bayu tidak pernah minta ijin dulu kalau mau transfer ke Linda."Lagian juga cuma berapa, Mbak. Pelit banget jadi istri," lanjutnya lagi tanpa memikirkan perasaanku."Lin. Cukup, y
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 10**"Hallo, ada apa, Mas?" ucapku ketika sambungan telepon dari Mas Bayu telah tersambung."Dek, Arfan kecelakaan,"Degh.Apa? Kecelakaan? Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini. Semoga dia dalam keadaan yang baik-baik saja."Kecelakaan?" tanyaku tak percaya."Iya, dia kecelakaan di luar kota. Sekarang di rawat di rumah sakit terdekat." Terdengar suara panik Mas Bayu, "aku kesana, ya. Kamu baik-baik di rumah,"Sambungan telepon kami terputus setelah aku mengijinkan dia pergi menemui Arfan yang sedang dirawat di rumah sakit. Semoga saja Arfan selalu dalam keadaan yang baik-baik saja.Aku kembali menyelesaikan pekerjaanku agar bisa pulang lebih cepat. Rasanya pikiranku tidak tenang begitu mendengar kabar dari Mas Bayu.***Sudah hampir Isya, dan Mas Bayu belum menampakkan dirinya di rumah. Mungkin ia masih ada di rumah sakit menemani Arfan. Wajar, Mas Bayu i
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 11**"D-dek. Kamu kok ke sini nggak bilang dulu?" tanya Mas Bayu tergagap."Katakan, apa yang aku tidak tahu?" hardikku dengan menatap mereka satu persatu, bahkan Arfan yang mash tergeletak di ranjang rumah sakit tak luput dari tatapan intimidasiku.Kulihat dari ekor mataku Linda memutar bola matanya, serta menyilangkan kedua tangannya di dada. Persis, seperti orang yang sedang tidak merasa bersalah sehabis ketahuan olehku."Arfan, apa yang aku tidak tahu?" tanyaku sembari menatapnya lekat, karena percuma jika aku bertanya pada Ibu ataupun Mas Bayu. Mereka sama saja."Em ... Mbak, jangan emosi dulu,""Siapa bilang aku emosi? Tidak, aku tidak emosi. Ini aku bawakan buah untukmu. Semoga lekas sembuh, ya. Biar cepet-cepet bisa ngurus istri cantikmu ini," sindirku halus dengan meliriknya tajam.Linda melengos, lalu duduk di sofa dekat dengan Ibu."Aku pikir, aku hanya
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 12**Aku tidak mengerti bahwa ternyata aku hidup dengan sebuah kepalsuan selama ini. Lima tahun bukan waktu yang sebentar untuk saling memahami dan meresapi tentang arti kebersamaan, tapi nyatanya aku keliru. Selama hampir lima tahun ini pula semua orang tak pernah menunjukkan wajahnya yang asli. Mereka selalu berlindung di belakang topeng mereka masing-masing.Lima tahun yang lalu ...."Nur, Ibu dan Bapak mau bicara," kata Ibu suatu malam ketika aku selesai menyiapkan barang-barang untuk aku bawa bekerja besok.Aku merupakan perawat baru di puskesmas Desa Mekar Sari, tak heran jika aku tak ingin melupakan satu pun peralatanku untuk bekerja. Nurma Hamida, itu namaku. Hidup dengan kedua orang tua yang masih lengkap. Aku merupakan anak tunggal dengan kedua orang tua mantan PNS yang memiliki usaha dibidang hasil bumi yang lumayan pesat."Ya, ada apa, Bu?""Jadi gini, besok sore Bapak mau ngen