Hancur Karena Notifikasi M-banking
Part 7***
[Trx Rek.15801032xxxxxx : Transfer NBMP BAYU PRADIPTA TO NURLIDA Rp. 800.000,00 06/05/2021 18.49.25]
Apa lagi ini? Lelaki macam apa? Benar-benar bermuka dua!
Darahku seakan mendidih, ketika kudapati sebuah notifikasi M-banking tentang keluar masuknya uang Mas Bayu. Aku memang tak memegang kendali ATM Mas Bayu, karena aku sendiri pun sudah memiliki gaji. Lagipula dulu aku sangat percaya padanya, hingga aku hanya menerima berapapun jatah bulanan yang ia berikan padaku tanpa ingin tahu kemana saja uangnya selama ini.
Tapi rupanya aku istri yang polos. Dengan percayanya mengira bahwa Mas Bayu tak akan macam-macam di belakangku.
Puncaknya adalah ketika Rio lahir. Mas Bayu sangat perhatian pada bayi kecil itu. Wajar, aku pun juga sangat menyayangi Rio. Mengingat bahwa aku belum bisa merasakan menimang buah hati, jadi Rio adalah satu-satunya curahan hati kami sebagai keluarga Pradipta.
Semakin hari kudapati gelagat aneh dari Mas Bayu, terlebih kejadian seminggu yang lalu. Dimana hubungan kami hampir hancur karena sebuah notifikasi yang sama dengan kali ini. Sebuah bukti keluarnya uang Mas Bayu untuk Nurlinda. Ipar perempuanku.
Dengan hati yang seakan di remas, kuusap layar ponselnya kebawah dengan tiga jari. Tak lain adalah memotret layar dengan notifikasi M-banking Mas Bayu yang masih aktif. Jika kemarin aku tidak sedetail ini, tapi kali ini aku tidak boleh kecolongan dengan melupakan bukti kuat yang bisa memojokkan mereka berdua.
Mereka pikir berhadapan denganku mudah? Maaf, aku tidak sebodoh itu.
Setelah tangkapan layar itu terkirim ke ponselku, aku lantas menghapus semua bukti yang ada di ponsel Mas Bayu. Tak lupa setelah itu aku menghubungi seseorang yang sekiranya bisa membantuku.
"Hallo," ucapku pada seseorang di seberang sana setelah sambungan teleponnya terhubung.
"Ya, ada apa, Nur?"
Suara lembut Sisi menyejukkan hatiku, ia adalah salah satu sahabatku dari SMA yang masih aktif berhubungan denganku.
"Si, aku butuh bantuan. Cara menyadap ponsel Mas Bayu gimana?" tanyaku tergesa, takut jika Mas Bayu akan pulang sebelum aku menyelesaikan misiku.
"Memangnya kenapa? Kamu ada masalah?"
"Kapan-kapan saja aku jelaskan, yang pasti Mas Bayu sudah bertindak curang kepadaku. Itu lah sebabnya aku meminta tolong padamu agar aku diajari cara menyadap ponselnya," terangku.
Bukan Sisi namanya jika tak membantu ketika aku sedang ada kesulitan. Ia selalu ada di garda depan jika sampai ada seseorang yang melukaiku.
Setelah panjang lebar ia menjelaskan padaku, akhirnya kini ponsel Mas Bayu terhubung denganku.
Tak lupa setelah itu aku meletakkan ponselnya pada posisi semula, sedangkan aku memilih masuk ke dalam kamar untuk merebahkan tubuhku yang sangat terluka dengan ulah Mas Bayu. Belum sempat meminum obat pereda nyeri, seakan sekujur tubuhku sakit tak berdarah. Aku menenggelamkan wajahku, menangis sesegukan meratapi nasib. Keadaan sedang ha*d memang lebih sensitif dari biasanya.
Terdengar samar suara Mas Bayu membangunkanku, tapi karena tubuhku terlalu lelah akhirnya aku enggan untuk membuka mata. Hingga aku kembali terlelap melanjutkan mimpi yang terhenti beberapa saat yang lalu.
***
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, efek tidur sejak sore membuatku bangun lebih awal. Kulihat Mas Bayu mengerjapkan mata ketika aku bergerak hendak turun dari ranjang.
Ia menanyaiku dengan pertanyaan yang tak ingin aku jawab. Sudah cukup ia menyakiti hatiku, lebih baik aku fokus membongkar kedok Mas Bayu dihadapan adiknya Arfan dan juga kedua orang tuanya. Aku harus tahu sebenarnya dia memiliki hubungan apa dengan iparnya.
Hari ini aku mengambil jatah cuti bulananku, tapi kesempatan ini tak akan aku sia-siakan begitu saja. Dengan sengaja aku memesan taksi online dan seolah-olah pergi bekerja, padahal kenyataannya aku hanya ingin memata-matainya selama aku tidak ada di sampingnya.
Sekitar pukul empat sore. Kulihat sebuah pesan dari Linda, ia mengatakan bahwa Rio demam dan harus segera di larikan ke rumah sakit. Setelah itu, terdapat panggilan masuk ke dalam ponsel Mas Bayu hingga akhirnya aku tak dapat lagi melacak apa yang sedang mereka bicarakan.
Seketika itu juga aku berniat memberitahu Arfan mengenai hal ini. Segera kuhubungi nomor teleponnya, semoga saja ia tidak sedang sibuk.
"Hallo, Arfan, kamu di mana?"
"Di kantor, Mbak. Ada apa?"
"Kami sudah tahu kalau Rio demam?" tanyaku spontan, aku tak punya banyak waktu lagi karena baru saja kulihat mobil Mas Bayu keluar dari restoran tempatnya bekerja.
"Belum, memangnya Rio demam?" tanya Arfan polos.
Kujelaskan detail peristiwa yang terjadi sembari mengikuti Mas Bayu menggunakan taksi online yang sengaja kupesan untuk membuntuti Mas Bayu. Arfan pun juga mengatakan bahwa ia akan segera pulang untuk mengetahui keadaan Rio secara langsung.
Hatiku seakan puas, ketika melihat ketiga orang di seberang sana sedang bersitegang. Sepertinya Arfan sangat marah dengan keputusan Linda yang tak mengabarinya bahwa Rio sakit. Aku tersenyum miring ketika melihat tubuh Linda dengan balutan baju kurang bahan itu masuk ke dalam mobil suaminya.
Sedangkan Mas Bayu, ia berbalik dengan wajah masam dan melesat meninggalkan rumah Arfan. Meskipun aku tak tahu kejadian yang terjadi di seberang sana, tapi bisa kupastikan bahwa Mas Bayu merasa sedih. Buktinya wajahnya terlihat sangat masam sepeninggal Linda dan Arfan.
"Mas, Mas. Apa yang kamu cari? Apa yang sedang kamu sembunyikan. Kamu lupa bahwa sepandai-pandainya tupa melompat pasti akhirnya akan jatuh juga," gumamku lirih kemudian meminta sopir taksi online yang kutumpangi untuk mengantarkanku pulang.
Setidaknya hatiku sedikit lega, karena Mas Bayu akhirnya tidak jadi mengantar Linda.
Akhirnya aku merebahkan tubuhku di sofa ruang tamu, ternyata menjadi detektif dadakan itu sangatlah melelahkan daripada bekerja. Seharian penuh aku serasa melakukan pekerjaan yang dia-sia jika sore ini tak ada peristiwa indah ini.
"Dek, kok kamu baru pulang?" tanya Mas Bayu yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Memang sengaja aku membiarkan Mas Bayu sampai rumah sebelum aku. Aku tak ingin terlalu kelihatan kalau sedang memata-matai kegiatannya seharian ini.
"Iya, tadi sibuk." Aku bangkit dan melenggang masuk ke dalam kamar tanpa berniat memandang wajahnya.
Kubuka aplikasi hijauku. Terlihat ada beberapa pesan masuk yang belum sempat kubalas. Termasuk pesan di grup keluarga Pradipta, isi pesannya cukup membuatku serasa ingin menelan Linda hidup-hidup.
Pradipta Familly
Linda : [Mohon do'anya semuanya. Rio masuk rumah sakit, demam tinggi]
Ibu : [Ya, Allah. Cucu Oma, kenapa bisa sakit]
Linda : [Iya, Bu. Nggak tahu nih kenapa bisa sakit. Padahal kemarin masih sehat]
Sebuah percakapan yang masih terlihat biasa, Bapak, Arfan, dan adik bungsu Mas Bayu juga terlihat ikut mengobrol di sana. Hanya aku lah yang belum memberikan tanggapan perihal masuknya Rio ke rumah sakit. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah pesan yang ditulis oleh Linda dengan menandai suamiku, Mas Bayu.
Linda : [Terimakasih, untuk Mas @Mas Bayu, karena tadi sudah menawarkan bantuan untuk mengantar Rio ke rumah sakit. Dan juga sumbangan dananya untuk kesembuhan Rio]
Apa lagi ini? Transferan lagi, kah?
Dengan dada bergemuruh, aku menemui Mas Bayu yang sudah bersantai di teras rumah. Kulihat matanya tak lepas dari ponsel yang ada digenggamannya.
"Mas, berapa kamu transfer ke Linda lagi setelah semalam kamu sudah transfer sebanyak delapan ratus ribu?"
Mas Bayu tertegun, sepertinya ia tak menyadari bahwa aku bisa tahu tentang semua gerak geriknya melalui ponselnya.
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 8**"Mas, berapa kamu transfer ke Linda lagi setelah semalam kamu sudah transfer sebanyak delapan ratus ribu?"Mas Bayu tertegun, sepertinya ia tak menyadari bahwa aku bisa tahu tentang semua gerak geriknya melalui ponselnya."K-kamu tahu?" tanyanya tergagap.Aku melengos, lalu menyandarkan tubuhku di dinding samping tempatnya duduk bersantai. Ternyata kebersamaanku selama ini tak ada artinya untuk Mas Bayu. Rupanya ia sangat pandai berbohong kepadaku. Entah kenapa, semenjak kehadiran Linda di keluarga Pradipta, Mas Bayu terlihat sedikit aneh. Terlebih ketika Rio lahir."Katakan saja,"Mas Bayu menghela nafas panjang, lalu berdiri di hadapanku. Raut mukanya berubah menjadi pias. Mungkin ia takut karena kebohongannya terbongkar lagi."Dek, aku transfer ke Linda itu kan juga demi Rio, keponakan kita. Masa kita itung-itungan, sih?""Itung-itungan kamu bilang?
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 9**"Mbak, kamu jahat, ya. Nggak punya hati,"Lagi-lagi dahiku mengernyit. Aku jahat? Nggak punya hati? Memangnya apa yang sudah aku lakukan? Bukannya terbalik?"Aku?""Iya, kamu jahat, Mbak. Kenapa harus bilang gitu di grup? Jadinya semua orang tahu, kan?""Lah, memang semua itu benar adanya kok. Aku orangnya nggak suka bohong," jawabku penuh pembelaan.Kudengar ia menghembuskan nafas kasar, "jangan pelit-pelit, ya, Mbak. Nanti kuburanmu sempit, loh,""Astagfirullah, kamu nyumpahin aku mati?" hardikku kasar."Ya abis, Mbak kaya gitu, sih. Hasilnya aku dimarahin Mas Arfan, kan," jawabnya merajuk.Ya itu sih deritamu sendiri. Memang apa yang aku katakan bener kok, Mas Bayu tidak pernah minta ijin dulu kalau mau transfer ke Linda."Lagian juga cuma berapa, Mbak. Pelit banget jadi istri," lanjutnya lagi tanpa memikirkan perasaanku."Lin. Cukup, y
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 10**"Hallo, ada apa, Mas?" ucapku ketika sambungan telepon dari Mas Bayu telah tersambung."Dek, Arfan kecelakaan,"Degh.Apa? Kecelakaan? Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini. Semoga dia dalam keadaan yang baik-baik saja."Kecelakaan?" tanyaku tak percaya."Iya, dia kecelakaan di luar kota. Sekarang di rawat di rumah sakit terdekat." Terdengar suara panik Mas Bayu, "aku kesana, ya. Kamu baik-baik di rumah,"Sambungan telepon kami terputus setelah aku mengijinkan dia pergi menemui Arfan yang sedang dirawat di rumah sakit. Semoga saja Arfan selalu dalam keadaan yang baik-baik saja.Aku kembali menyelesaikan pekerjaanku agar bisa pulang lebih cepat. Rasanya pikiranku tidak tenang begitu mendengar kabar dari Mas Bayu.***Sudah hampir Isya, dan Mas Bayu belum menampakkan dirinya di rumah. Mungkin ia masih ada di rumah sakit menemani Arfan. Wajar, Mas Bayu i
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 11**"D-dek. Kamu kok ke sini nggak bilang dulu?" tanya Mas Bayu tergagap."Katakan, apa yang aku tidak tahu?" hardikku dengan menatap mereka satu persatu, bahkan Arfan yang mash tergeletak di ranjang rumah sakit tak luput dari tatapan intimidasiku.Kulihat dari ekor mataku Linda memutar bola matanya, serta menyilangkan kedua tangannya di dada. Persis, seperti orang yang sedang tidak merasa bersalah sehabis ketahuan olehku."Arfan, apa yang aku tidak tahu?" tanyaku sembari menatapnya lekat, karena percuma jika aku bertanya pada Ibu ataupun Mas Bayu. Mereka sama saja."Em ... Mbak, jangan emosi dulu,""Siapa bilang aku emosi? Tidak, aku tidak emosi. Ini aku bawakan buah untukmu. Semoga lekas sembuh, ya. Biar cepet-cepet bisa ngurus istri cantikmu ini," sindirku halus dengan meliriknya tajam.Linda melengos, lalu duduk di sofa dekat dengan Ibu."Aku pikir, aku hanya
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 12**Aku tidak mengerti bahwa ternyata aku hidup dengan sebuah kepalsuan selama ini. Lima tahun bukan waktu yang sebentar untuk saling memahami dan meresapi tentang arti kebersamaan, tapi nyatanya aku keliru. Selama hampir lima tahun ini pula semua orang tak pernah menunjukkan wajahnya yang asli. Mereka selalu berlindung di belakang topeng mereka masing-masing.Lima tahun yang lalu ...."Nur, Ibu dan Bapak mau bicara," kata Ibu suatu malam ketika aku selesai menyiapkan barang-barang untuk aku bawa bekerja besok.Aku merupakan perawat baru di puskesmas Desa Mekar Sari, tak heran jika aku tak ingin melupakan satu pun peralatanku untuk bekerja. Nurma Hamida, itu namaku. Hidup dengan kedua orang tua yang masih lengkap. Aku merupakan anak tunggal dengan kedua orang tua mantan PNS yang memiliki usaha dibidang hasil bumi yang lumayan pesat."Ya, ada apa, Bu?""Jadi gini, besok sore Bapak mau ngen
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 13**Aku menyandarkan tubuhku di kursi cafe, lalu menutup map dan meletakkannya di meja."Bagaimana?" tanya Deva, tapi aku masih terpaku. Berusaha mengurutkan setiap kejadian ini satu persatu."Sepertinya ini aneh, aku menangkap ada sesuatu yang jelas berhubungan di sini," tuturku dengan pandangan lurus ke depan.Deva mengangguk, lalu mengambil alih map itu lagi. "Aku akan selidiki lebih lanjut, sepertinya Linda juga bukan orang biasa," kata Deva penuh penekanan.Sejenak aku menatapnya, benarkah iparku itu memiliki sebuah rahasia yang aku tidak tahu?"Baiklah, terimakasih untuk info hari ini. Kabari aku jika ada info selanjutnya," ucapku seraya memberikan amplop cokelat berisi uang padanya."Jika pekerjaanmu memuaskan aku akan memberimu bonus lebih banyak lagi." Dengan yakin aku menatap Deva. Bagiku kini uang tak berarti lagi ketika sebuah kepercayaan di rusak begitu saja oleh keboh
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 14**"Mira sudah sembuh?" tanyaku dengan debaran jantung yang tak beraturan.Deva mendesah pelan, seakan menyembunyikan sebuah beban berat dalam hatinya."Belum ...."Refleks aku menutup mulutku yang menganga tak percaya dengan penuturan Deva."Lalu?""Dia kabur dari rumah sakit jiwa,""Astagfirullah ....""Menurut informasi yang kuperoleh, orang tuanya juga tidak berniat mengembalikannya ke rumah sakit jiwa. Itulah sebabnya pada foto yang tempo hari kutunjukkan padamu ada seorang wanita tengah duduk di teras dengan tatapan kosong. Itu Mira,"Detak jantungku seakan berhenti berdetak. Mira, mantan kekasih Mas Bayu, masuk rumah sakit jiwa, kabur, Linda adik Mira, minta uang setiap bulan pada Mas Bayu.AarrgghhKepalaku hampir pecah. Sebenarnya apa yang terjadi sekarang? Kenapa semua begitu rumit?"Hentikan, Va. Kepalaku serasa mau pecah, kita b
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 15**Kusandarkan kepalaku di sisi jendela kamar, menatap jingga di ufuk barat sana. Hancur, itulah yang kini tengah menyelimuti hatiku. Ketika sebuah notifikasi M-banking di ponsel suamiku menghancurkan semuanya.Terlebih hari ini, saat ada seorang wanita datang dan merengkuh tubuh suamiku hangat. Ia pun juga mengatakan bahwa aku telah merebut Mas Bayu darinya. Sungguh, semua hal yang terjadi akhir-akhir ini serasa membuatku gila.Bahkan wanita yang tampak gangguan jiwa itu terlihat sangat mencintai Mas Bayu meski kini pikirannya sedang terganggu. Sedangkan Mas Bayu, kulihat ia pun juga masih memiliki perasaan yang sama pada wanita itu.Kuremas dadaku sendiri, merasakan setiap jengkal rasa sakit yang kian menelusup dalam dada. Ya Allah ... Andai saat itu aku tak menerima perjodohan ini, mungkin semua ini tak akan terjadi.Kulirik sekilas, saat Mas Bayu melintas di taman sisi kamar den