Hancur Karena Notifikasi M-banking
Part 7***
[Trx Rek.15801032xxxxxx : Transfer NBMP BAYU PRADIPTA TO NURLIDA Rp. 800.000,00 06/05/2021 18.49.25]
Apa lagi ini? Lelaki macam apa? Benar-benar bermuka dua!
Darahku seakan mendidih, ketika kudapati sebuah notifikasi M-banking tentang keluar masuknya uang Mas Bayu. Aku memang tak memegang kendali ATM Mas Bayu, karena aku sendiri pun sudah memiliki gaji. Lagipula dulu aku sangat percaya padanya, hingga aku hanya menerima berapapun jatah bulanan yang ia berikan padaku tanpa ingin tahu kemana saja uangnya selama ini.
Tapi rupanya aku istri yang polos. Dengan percayanya mengira bahwa Mas Bayu tak akan macam-macam di belakangku.
Puncaknya adalah ketika Rio lahir. Mas Bayu sangat perhatian pada bayi kecil itu. Wajar, aku pun juga sangat menyayangi Rio. Mengingat bahwa aku belum bisa merasakan menimang buah hati, jadi Rio adalah satu-satunya curahan hati kami sebagai keluarga Pradipta.
Semakin hari kudapati gelagat aneh dari Mas Bayu, terlebih kejadian seminggu yang lalu. Dimana hubungan kami hampir hancur karena sebuah notifikasi yang sama dengan kali ini. Sebuah bukti keluarnya uang Mas Bayu untuk Nurlinda. Ipar perempuanku.
Dengan hati yang seakan di remas, kuusap layar ponselnya kebawah dengan tiga jari. Tak lain adalah memotret layar dengan notifikasi M-banking Mas Bayu yang masih aktif. Jika kemarin aku tidak sedetail ini, tapi kali ini aku tidak boleh kecolongan dengan melupakan bukti kuat yang bisa memojokkan mereka berdua.
Mereka pikir berhadapan denganku mudah? Maaf, aku tidak sebodoh itu.
Setelah tangkapan layar itu terkirim ke ponselku, aku lantas menghapus semua bukti yang ada di ponsel Mas Bayu. Tak lupa setelah itu aku menghubungi seseorang yang sekiranya bisa membantuku.
"Hallo," ucapku pada seseorang di seberang sana setelah sambungan teleponnya terhubung.
"Ya, ada apa, Nur?"
Suara lembut Sisi menyejukkan hatiku, ia adalah salah satu sahabatku dari SMA yang masih aktif berhubungan denganku.
"Si, aku butuh bantuan. Cara menyadap ponsel Mas Bayu gimana?" tanyaku tergesa, takut jika Mas Bayu akan pulang sebelum aku menyelesaikan misiku.
"Memangnya kenapa? Kamu ada masalah?"
"Kapan-kapan saja aku jelaskan, yang pasti Mas Bayu sudah bertindak curang kepadaku. Itu lah sebabnya aku meminta tolong padamu agar aku diajari cara menyadap ponselnya," terangku.
Bukan Sisi namanya jika tak membantu ketika aku sedang ada kesulitan. Ia selalu ada di garda depan jika sampai ada seseorang yang melukaiku.
Setelah panjang lebar ia menjelaskan padaku, akhirnya kini ponsel Mas Bayu terhubung denganku.
Tak lupa setelah itu aku meletakkan ponselnya pada posisi semula, sedangkan aku memilih masuk ke dalam kamar untuk merebahkan tubuhku yang sangat terluka dengan ulah Mas Bayu. Belum sempat meminum obat pereda nyeri, seakan sekujur tubuhku sakit tak berdarah. Aku menenggelamkan wajahku, menangis sesegukan meratapi nasib. Keadaan sedang ha*d memang lebih sensitif dari biasanya.
Terdengar samar suara Mas Bayu membangunkanku, tapi karena tubuhku terlalu lelah akhirnya aku enggan untuk membuka mata. Hingga aku kembali terlelap melanjutkan mimpi yang terhenti beberapa saat yang lalu.
***
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, efek tidur sejak sore membuatku bangun lebih awal. Kulihat Mas Bayu mengerjapkan mata ketika aku bergerak hendak turun dari ranjang.
Ia menanyaiku dengan pertanyaan yang tak ingin aku jawab. Sudah cukup ia menyakiti hatiku, lebih baik aku fokus membongkar kedok Mas Bayu dihadapan adiknya Arfan dan juga kedua orang tuanya. Aku harus tahu sebenarnya dia memiliki hubungan apa dengan iparnya.
Hari ini aku mengambil jatah cuti bulananku, tapi kesempatan ini tak akan aku sia-siakan begitu saja. Dengan sengaja aku memesan taksi online dan seolah-olah pergi bekerja, padahal kenyataannya aku hanya ingin memata-matainya selama aku tidak ada di sampingnya.
Sekitar pukul empat sore. Kulihat sebuah pesan dari Linda, ia mengatakan bahwa Rio demam dan harus segera di larikan ke rumah sakit. Setelah itu, terdapat panggilan masuk ke dalam ponsel Mas Bayu hingga akhirnya aku tak dapat lagi melacak apa yang sedang mereka bicarakan.
Seketika itu juga aku berniat memberitahu Arfan mengenai hal ini. Segera kuhubungi nomor teleponnya, semoga saja ia tidak sedang sibuk.
"Hallo, Arfan, kamu di mana?"
"Di kantor, Mbak. Ada apa?"
"Kami sudah tahu kalau Rio demam?" tanyaku spontan, aku tak punya banyak waktu lagi karena baru saja kulihat mobil Mas Bayu keluar dari restoran tempatnya bekerja.
"Belum, memangnya Rio demam?" tanya Arfan polos.
Kujelaskan detail peristiwa yang terjadi sembari mengikuti Mas Bayu menggunakan taksi online yang sengaja kupesan untuk membuntuti Mas Bayu. Arfan pun juga mengatakan bahwa ia akan segera pulang untuk mengetahui keadaan Rio secara langsung.
Hatiku seakan puas, ketika melihat ketiga orang di seberang sana sedang bersitegang. Sepertinya Arfan sangat marah dengan keputusan Linda yang tak mengabarinya bahwa Rio sakit. Aku tersenyum miring ketika melihat tubuh Linda dengan balutan baju kurang bahan itu masuk ke dalam mobil suaminya.
Sedangkan Mas Bayu, ia berbalik dengan wajah masam dan melesat meninggalkan rumah Arfan. Meskipun aku tak tahu kejadian yang terjadi di seberang sana, tapi bisa kupastikan bahwa Mas Bayu merasa sedih. Buktinya wajahnya terlihat sangat masam sepeninggal Linda dan Arfan.
"Mas, Mas. Apa yang kamu cari? Apa yang sedang kamu sembunyikan. Kamu lupa bahwa sepandai-pandainya tupa melompat pasti akhirnya akan jatuh juga," gumamku lirih kemudian meminta sopir taksi online yang kutumpangi untuk mengantarkanku pulang.
Setidaknya hatiku sedikit lega, karena Mas Bayu akhirnya tidak jadi mengantar Linda.
Akhirnya aku merebahkan tubuhku di sofa ruang tamu, ternyata menjadi detektif dadakan itu sangatlah melelahkan daripada bekerja. Seharian penuh aku serasa melakukan pekerjaan yang dia-sia jika sore ini tak ada peristiwa indah ini.
"Dek, kok kamu baru pulang?" tanya Mas Bayu yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Memang sengaja aku membiarkan Mas Bayu sampai rumah sebelum aku. Aku tak ingin terlalu kelihatan kalau sedang memata-matai kegiatannya seharian ini.
"Iya, tadi sibuk." Aku bangkit dan melenggang masuk ke dalam kamar tanpa berniat memandang wajahnya.
Kubuka aplikasi hijauku. Terlihat ada beberapa pesan masuk yang belum sempat kubalas. Termasuk pesan di grup keluarga Pradipta, isi pesannya cukup membuatku serasa ingin menelan Linda hidup-hidup.
Pradipta Familly
Linda : [Mohon do'anya semuanya. Rio masuk rumah sakit, demam tinggi]
Ibu : [Ya, Allah. Cucu Oma, kenapa bisa sakit]
Linda : [Iya, Bu. Nggak tahu nih kenapa bisa sakit. Padahal kemarin masih sehat]
Sebuah percakapan yang masih terlihat biasa, Bapak, Arfan, dan adik bungsu Mas Bayu juga terlihat ikut mengobrol di sana. Hanya aku lah yang belum memberikan tanggapan perihal masuknya Rio ke rumah sakit. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah pesan yang ditulis oleh Linda dengan menandai suamiku, Mas Bayu.
Linda : [Terimakasih, untuk Mas @Mas Bayu, karena tadi sudah menawarkan bantuan untuk mengantar Rio ke rumah sakit. Dan juga sumbangan dananya untuk kesembuhan Rio]
Apa lagi ini? Transferan lagi, kah?
Dengan dada bergemuruh, aku menemui Mas Bayu yang sudah bersantai di teras rumah. Kulihat matanya tak lepas dari ponsel yang ada digenggamannya.
"Mas, berapa kamu transfer ke Linda lagi setelah semalam kamu sudah transfer sebanyak delapan ratus ribu?"
Mas Bayu tertegun, sepertinya ia tak menyadari bahwa aku bisa tahu tentang semua gerak geriknya melalui ponselnya.
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 8**"Mas, berapa kamu transfer ke Linda lagi setelah semalam kamu sudah transfer sebanyak delapan ratus ribu?"Mas Bayu tertegun, sepertinya ia tak menyadari bahwa aku bisa tahu tentang semua gerak geriknya melalui ponselnya."K-kamu tahu?" tanyanya tergagap.Aku melengos, lalu menyandarkan tubuhku di dinding samping tempatnya duduk bersantai. Ternyata kebersamaanku selama ini tak ada artinya untuk Mas Bayu. Rupanya ia sangat pandai berbohong kepadaku. Entah kenapa, semenjak kehadiran Linda di keluarga Pradipta, Mas Bayu terlihat sedikit aneh. Terlebih ketika Rio lahir."Katakan saja,"Mas Bayu menghela nafas panjang, lalu berdiri di hadapanku. Raut mukanya berubah menjadi pias. Mungkin ia takut karena kebohongannya terbongkar lagi."Dek, aku transfer ke Linda itu kan juga demi Rio, keponakan kita. Masa kita itung-itungan, sih?""Itung-itungan kamu bilang?
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 9**"Mbak, kamu jahat, ya. Nggak punya hati,"Lagi-lagi dahiku mengernyit. Aku jahat? Nggak punya hati? Memangnya apa yang sudah aku lakukan? Bukannya terbalik?"Aku?""Iya, kamu jahat, Mbak. Kenapa harus bilang gitu di grup? Jadinya semua orang tahu, kan?""Lah, memang semua itu benar adanya kok. Aku orangnya nggak suka bohong," jawabku penuh pembelaan.Kudengar ia menghembuskan nafas kasar, "jangan pelit-pelit, ya, Mbak. Nanti kuburanmu sempit, loh,""Astagfirullah, kamu nyumpahin aku mati?" hardikku kasar."Ya abis, Mbak kaya gitu, sih. Hasilnya aku dimarahin Mas Arfan, kan," jawabnya merajuk.Ya itu sih deritamu sendiri. Memang apa yang aku katakan bener kok, Mas Bayu tidak pernah minta ijin dulu kalau mau transfer ke Linda."Lagian juga cuma berapa, Mbak. Pelit banget jadi istri," lanjutnya lagi tanpa memikirkan perasaanku."Lin. Cukup, y
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 10**"Hallo, ada apa, Mas?" ucapku ketika sambungan telepon dari Mas Bayu telah tersambung."Dek, Arfan kecelakaan,"Degh.Apa? Kecelakaan? Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini. Semoga dia dalam keadaan yang baik-baik saja."Kecelakaan?" tanyaku tak percaya."Iya, dia kecelakaan di luar kota. Sekarang di rawat di rumah sakit terdekat." Terdengar suara panik Mas Bayu, "aku kesana, ya. Kamu baik-baik di rumah,"Sambungan telepon kami terputus setelah aku mengijinkan dia pergi menemui Arfan yang sedang dirawat di rumah sakit. Semoga saja Arfan selalu dalam keadaan yang baik-baik saja.Aku kembali menyelesaikan pekerjaanku agar bisa pulang lebih cepat. Rasanya pikiranku tidak tenang begitu mendengar kabar dari Mas Bayu.***Sudah hampir Isya, dan Mas Bayu belum menampakkan dirinya di rumah. Mungkin ia masih ada di rumah sakit menemani Arfan. Wajar, Mas Bayu i
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 11**"D-dek. Kamu kok ke sini nggak bilang dulu?" tanya Mas Bayu tergagap."Katakan, apa yang aku tidak tahu?" hardikku dengan menatap mereka satu persatu, bahkan Arfan yang mash tergeletak di ranjang rumah sakit tak luput dari tatapan intimidasiku.Kulihat dari ekor mataku Linda memutar bola matanya, serta menyilangkan kedua tangannya di dada. Persis, seperti orang yang sedang tidak merasa bersalah sehabis ketahuan olehku."Arfan, apa yang aku tidak tahu?" tanyaku sembari menatapnya lekat, karena percuma jika aku bertanya pada Ibu ataupun Mas Bayu. Mereka sama saja."Em ... Mbak, jangan emosi dulu,""Siapa bilang aku emosi? Tidak, aku tidak emosi. Ini aku bawakan buah untukmu. Semoga lekas sembuh, ya. Biar cepet-cepet bisa ngurus istri cantikmu ini," sindirku halus dengan meliriknya tajam.Linda melengos, lalu duduk di sofa dekat dengan Ibu."Aku pikir, aku hanya
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 12**Aku tidak mengerti bahwa ternyata aku hidup dengan sebuah kepalsuan selama ini. Lima tahun bukan waktu yang sebentar untuk saling memahami dan meresapi tentang arti kebersamaan, tapi nyatanya aku keliru. Selama hampir lima tahun ini pula semua orang tak pernah menunjukkan wajahnya yang asli. Mereka selalu berlindung di belakang topeng mereka masing-masing.Lima tahun yang lalu ...."Nur, Ibu dan Bapak mau bicara," kata Ibu suatu malam ketika aku selesai menyiapkan barang-barang untuk aku bawa bekerja besok.Aku merupakan perawat baru di puskesmas Desa Mekar Sari, tak heran jika aku tak ingin melupakan satu pun peralatanku untuk bekerja. Nurma Hamida, itu namaku. Hidup dengan kedua orang tua yang masih lengkap. Aku merupakan anak tunggal dengan kedua orang tua mantan PNS yang memiliki usaha dibidang hasil bumi yang lumayan pesat."Ya, ada apa, Bu?""Jadi gini, besok sore Bapak mau ngen
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 13**Aku menyandarkan tubuhku di kursi cafe, lalu menutup map dan meletakkannya di meja."Bagaimana?" tanya Deva, tapi aku masih terpaku. Berusaha mengurutkan setiap kejadian ini satu persatu."Sepertinya ini aneh, aku menangkap ada sesuatu yang jelas berhubungan di sini," tuturku dengan pandangan lurus ke depan.Deva mengangguk, lalu mengambil alih map itu lagi. "Aku akan selidiki lebih lanjut, sepertinya Linda juga bukan orang biasa," kata Deva penuh penekanan.Sejenak aku menatapnya, benarkah iparku itu memiliki sebuah rahasia yang aku tidak tahu?"Baiklah, terimakasih untuk info hari ini. Kabari aku jika ada info selanjutnya," ucapku seraya memberikan amplop cokelat berisi uang padanya."Jika pekerjaanmu memuaskan aku akan memberimu bonus lebih banyak lagi." Dengan yakin aku menatap Deva. Bagiku kini uang tak berarti lagi ketika sebuah kepercayaan di rusak begitu saja oleh keboh
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 14**"Mira sudah sembuh?" tanyaku dengan debaran jantung yang tak beraturan.Deva mendesah pelan, seakan menyembunyikan sebuah beban berat dalam hatinya."Belum ...."Refleks aku menutup mulutku yang menganga tak percaya dengan penuturan Deva."Lalu?""Dia kabur dari rumah sakit jiwa,""Astagfirullah ....""Menurut informasi yang kuperoleh, orang tuanya juga tidak berniat mengembalikannya ke rumah sakit jiwa. Itulah sebabnya pada foto yang tempo hari kutunjukkan padamu ada seorang wanita tengah duduk di teras dengan tatapan kosong. Itu Mira,"Detak jantungku seakan berhenti berdetak. Mira, mantan kekasih Mas Bayu, masuk rumah sakit jiwa, kabur, Linda adik Mira, minta uang setiap bulan pada Mas Bayu.AarrgghhKepalaku hampir pecah. Sebenarnya apa yang terjadi sekarang? Kenapa semua begitu rumit?"Hentikan, Va. Kepalaku serasa mau pecah, kita b
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 15**Kusandarkan kepalaku di sisi jendela kamar, menatap jingga di ufuk barat sana. Hancur, itulah yang kini tengah menyelimuti hatiku. Ketika sebuah notifikasi M-banking di ponsel suamiku menghancurkan semuanya.Terlebih hari ini, saat ada seorang wanita datang dan merengkuh tubuh suamiku hangat. Ia pun juga mengatakan bahwa aku telah merebut Mas Bayu darinya. Sungguh, semua hal yang terjadi akhir-akhir ini serasa membuatku gila.Bahkan wanita yang tampak gangguan jiwa itu terlihat sangat mencintai Mas Bayu meski kini pikirannya sedang terganggu. Sedangkan Mas Bayu, kulihat ia pun juga masih memiliki perasaan yang sama pada wanita itu.Kuremas dadaku sendiri, merasakan setiap jengkal rasa sakit yang kian menelusup dalam dada. Ya Allah ... Andai saat itu aku tak menerima perjodohan ini, mungkin semua ini tak akan terjadi.Kulirik sekilas, saat Mas Bayu melintas di taman sisi kamar den
Janda Terhormat (39)Extra Part.."Pakeettt ...."Kutajamkan indera pendengaranku. Sepertinya ada seorang kurir yang mengantarkan paket di depan sana.Aku lantas berdiri dan membukakan pintu depan. Rupanya Pak Amin, satpam di rumahku hendak membawakan paket itu ke dalam rumah."Maaf, Bu. Ada paket," katanya.Aku tersenyum, lalu mengambil bungkusan itu dari tangannya. "Terimakasih, Pak," kataku lalu kembali masuk ke dalam rumah dan hendak membuka paket itu.Aku sedikit heran, karena setahuku aku sama sekali tidak mempunyai paket atau barang yang kubeli melalui online. Shima masih sekolah hari ini, jadi aku hanya di rumah sendirian.Kubuka perlahan paket yang tak kutahu dari siapa itu. Ukurannya besar, tapi tak terlalu berat. Sebetulnya aku sedikit khawatir, takut jika ternyata ini adalah sesuatu yang membahayakanku ataupun keluargaku karena memang paket ini ditujukan untukku, tertera nama dan nomor ponselku. Besar kemungkinan, orang yang mengirimkan paket ini adalah orang yang tela
Janda Terhormat (38).."Kenalkan, ini Adis, calon istriku," ucap Deva membuatku dan Adit terkejut.Secepat itu dia mendapatkan calon istri?Wanita itu mengulurkan tangannya padaku, lalu kusambut dengan senyuman lebar. Tak masalah bagiku Deva telah mendapatkan penggantiku, toh memang ini yang aku inginkan."Nurma ...." Dia tersenyum, manis sekali."Dia anak dari guru ngajiku, ayahnya memintaku untuk menikahinya. Jadi kuputuskan untuk menikah dua minggu lagi. Dan aku harap, kalian jadi anggota yang turut serta mengurus semua acaraku nanti, ya," tutur Deva menerangkan, bahwa ternyata wanita itu adalah anak dari seorang guru tempatnya belajar soal agama. Mungkin bisa jadi dia dan Adis bertaaruf, itulah sebabnya mereka langsung akan menikah."Tentu, kami akan menjadi orang pertama yang akan mengurus acara pernikahan kalian. Tenanf saja," terang Adit dengan gembira.Aku lantas menganggukkan kepala, setuju dengan kata-kata Adit bahwa kami akan membantu semua acara pernikahannya. Aku senang,
Janda Terhormat (37)...Hari ini kami bertiga berencana pergi ke kebun binatang. Tak lain, itu semua untuk menyenangkan hati anak perempuan kami, Shima. Sedari pagi dia sudah sangat antusias dengan liburan kami kali ini.Sudah seminggu ini aku resmi tinggal di rumah Adit, menemani tumbuh kembang Shima sembari belajar menjadi istri yang baik dari sebelumnya. Jika kemarin aku gagal dalam pernikahan, tapi kali ini aku tidak boleh gagal lagi. Sebisa mungkin pernikahan ini harus menjadi yang terakhir di hidupku."Bundaaa ... Ayo berangkat," teriak Shima dari ruang tamu ketika aku tengah menyiapkan bekal.Ya, sejak aku resmi menjadi ibunya dia memanggilku dengan sebutan bunda. Bukan aku yang meminta, melainkan dia sendiri yang memanggilku seperti itu.Tak masalah, toh semua panggilan itu tetap bagus, terlebih jika ditujukan kepada orang tersayang. Adit pun juga setuju ketika Shima ingin memanggilku dengan sebutan bunda."Iya, sebentar, Sayang. Panggil papamu, sudah siap belum," jawabku dar
Janda Terhormat (36)..Tiga bulan kemudian ...."Bagaimana para saksi? Sah?" ucap penghulu menggema di ruangan yang telah di dekor dengan nuansa warna pastel ini.Dadaku bergemuruh, ketika kutunggu jawaban dari para saksi yang duduk di samping penghulu. Kulihat butiran bening sebesar jagung juga memenuhi dahi Adit yang tengah duduk di sampingku dengan berjabat tangan dengan penghulu.Ya, hari ini adalah hari pernikahanku dan ayah mewakilkan kepada penghulu karena tak kuasa menikahkanku sendiri. Seketika tubuhku terasa ringan ketika para saksi mengatakan kata 'SAH' secara serempak. Adit mengulurkan tangannya, lalu kusambut dengan menciumnya penuh takzim. Hatiku sejuk, ketika bibirku menyentuh punggung tangan Adit yang kini telah menjadi suamiku.Akhirnya, kesendirianku selama ini terbayar sudah dengan acara hari ini. Kekosongan dalam hatiku beberapa tahun ini telah terisi dengan hadirnya sosok Adit di sampingku saat ini.Adit lantas mengambil kotak cincin, lalu memasangkannya di jari
Janda Terhormat (35).."Hallo, Tante ...." sapa Shima begitu sampai di rumahku.Aku sengaja menunggunya di teras, selain tak ada pekerjaan juga karena memang aku sangat senang begitu Shima akan kemari. Meskipun dia tidak ada ikatan darah denganku, tapi rasa sayangku melebihi apapun padanya. Mungkin jika aku memiliki seorang anak, rasaku akan seperti ini juga."Hallo, Sayang," sapaku dengan mencium pipinya singkat.Adit berdiri di belakang Shima, lalu mengelus singkat puncak kepala anaknya itu. Tak kusangka, sebentar lagi Shima akan menjadi anakku. Semoga saja aku bisa menjadi seorang ibu yang baik untuknya."Kamu nggak sibuk, Nur?" tanya Adit begitu Shima telah melepaskan pelukannya dari tubuhku.Aku menggeleng singkat lalu menatapnya, "enggak, emangnya kenapa?""Kalau kamu sibuk, Shima nggak aku tinggalin."Mendengar penuturannya aku lantas mencebik. "Enggak lah. Kalau aku sibuk mana mungkin sekarang santai-santai di sini," jawabku dengan sedikit cemberut."Ya siapa tahu kamu sedang
Janda Terhormat (34).."Bagas gimana, Nur?" tanya Adit ketika aku telah berada di dalam mobilnya.Aku yang semula masih melamun lantas menoleh kearahnya. "Em ... Dia udah mendingan. Semoga saja dalam waktu dekat ini kondisinya semakin membaik."Kuhela nafas panjang, "sedih rasanya melihat ada orang yang sampai sedepresi itu hanya karena kegagalan cinta."Adit justru terkekeh, "untung aja kamu dulu enggak, ya?""Maksud kamu?""Ya, untung aja kamu nggak depresi setelah kegagalam cintamu yang berkali-kali itu. Kamu kan bucin parah sama suamimu dulu," ucapnya meledek.Aku hanya mencebik, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Memang benar kata Adit, dulu aku terlalu cinta dengan mantan suamiku. Hingga rasanya duniaku telah tertutup dengan semua sikap manisnya yang palsu.Tak hanya sekali, aku seakan terombang-ambing dalam dunia percintaan tak hanya sekali. Dengan Deva sekalipun. Saat itu hatiku sempat patah, rapuh dan seakan tak ingin membuka hati lagi sampai pada akhirnya soso
Janda Terhormat (33)..Aku masih berdiri dengan seluruh tubuhku bergetar. Ya, sejujurnya saja aku juga takut kalau Bagas beralih menyerangku. Hanya saja aku tak punya pilihan lain ketika Della pun sedang ada di posisi sulit.Kuhembuskan nafasku panjang, berusaha menenangkan diriku untuk berusaha mendekati Bagas. Sebenarnya dia tidak jahat, hanya saja saat ini pikirannya sedang terguncang. Jadi wajar jika dia bersikap demikian."Bagas, tolong lepaskan pecahan vas itu dari tanganmu," kataku lembut.Entah kenapa Bagas bisa kambuh seperti ini. Aku belum sempat mencari tahu penyebabnya, yang penting sekarang adalah aku menyelamatkan Della terlebih dahulu.Bagas masih terdiam, memandangku tanpa menurunkan vas bunga dari hadapan Della. Aku maju selangkah demi selangkah mendekatinya.Meskipun Della memberi isyarat agar aku tak mendekat, tapi rasa kemanusiaanku tetap berjalan di depan. Terlebih, aku tahu bahwa sebe
Janda Terhormat (32)..Hari ini mungkin bisa kukatakan adalah hari yang sangat bahagia untukku. Dimana hari ini, Adit menyatakan perasaannya langsung di depan kedua orang tuaku.Ya, setelah kemarin siang aku juga mengutarakan perasaanku bahwa aku pun juga memiliki rasa padanya. Malam ini dia datang dengan di temani Shima, anak perempuannya yang sebentar lagi akan menjadi anakku juga."Nak Adit. Terimakasih kamu sudah mau menerima kekurangan dan keburukan Nurma. Bapak dan Ibu tidak bisa berbuat banyak untuk kalian. Semua hal kami serahkan pada kalian," tutur ayahku menasehati.Aku dan Adit saling berpandangan, tapi kini aku sudah mulai membiasakan diri untuk tidak terlihat gugup di depannya. Padahal sebelum ini, aku sama sekali tidak canggung ataupun gugup jika sedang berada di dekatnya. Namun entah kenapa, sekarang justru seperti ini."Baik, Pak. Terimakasih juga, Bapak dan Ibu mau menerima saya. Semoga kedepannya kita bisa menjadi keluarga
Janda Terhormat (31)..Dear Nurma ....Hai, semoga kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Maaf jika aku terkesan seperti pecundang yang tak berani menghampirimu secara langsung, atau mengatakan hal ini secara langsung padamu.Nurma, maaf jika kehadiranku selama ini selalu mengganggu harimu, membuat hidupmu seakan penuh dengan tekanan. Kini aku sadar, bahwa aku tidak bisa memaksakan apa yang kuinginkan. Aku salah ... Dan sangat berdosa.Tidak sepantasnya, aku memaksa cintaku pada Adit. Atau menginginkan agar Adit kembali lagi padaku. Sejujurnya, aku melakukan semua itu semata-mata bukan karena aku terlalu tergila-gila atau terobsesi pada Adit, melainkan semua itu hanya kujadikan pelarian atas kisah cintaku dengan Bang Dewa.Sekarang kamu tahu, bagaimana rusaknya hidupku, kan? Mengenai skandalku dengan Bang Dewa hingga akhirnya aku keguguran. Rasanya hidupku sangat hina, ketika aku telah menyia-nyiakan pria sebaik Adit. Bahkan kini kamu pu