“Ya, aku ingin tenang dan benci melihat orang yang berbuat jahat pada anakku bebas berkeliaran!”Neli pergi setelah itu, sementara Tama menyerahkan CD lama itu kepada Jasin untuk menyelidikinya. Sementara ia akan akan menemui Riti karena merindukannya. Ia akan memberi kejutan dengan menjemput istrinya itu saat jam kerja usai.Namun, sebelum sampai di Haruna Jaya, Tama diikuti oleh dua mobil van hitam di tengah jalan. Iring-iringan dua mobil itu mulai terlihat setelah ia keluar dari restoran. Lalu, saat melintasi jalanan yang agak sepi, dua mobil itu mengapit laju kendaraannya di depan dan belakang dan menghentikannya secara paksa.“Keluar!” kata seseorang, sambil mengetuk kaca jendela, setelah mobil Tama berhenti.Tama tidak menuruti mereka sebab ia tidak tahu apa yang diinginkan oleh orang-orang itu. Namun, tak lama kemudian, tampak Rodi keluar dari salah satu mobil dan memerintahkannya untuk ikut bersamanya.Setelah mengetahui kalau yang melakukan perbuatan itu kakeknya, Tama
Sesampainya di rumah, Tama langsung masuk ke kamar dan Riti sudah tertidur, dengan posisi miring ke samping. Ia merapikan selimut dan berbaring. Lalu, Tama memeluknya dari belakang dengan gerakan yang halus. Kemudian mencium pipinya dengan lembut agar Riti tidak terbangun. Walaupun, hati ingin sekali bercumbu, tapi ia tidak tega mengganggu.Sima mengatakan padanya tentang sikap Riti selama dirinya pergi, bahkan, gadis itu jadi tidak nafsu makan. Ia pikir mungkin Tama tidak peduli.Riti tidur sangat nyenyak, hingga ia tidak terusik. Tama melihatnya menghela nafas panjang beberapa kali karena bermimpi.“Apa kamu memimpikan aku?” Tama berbisik di telinganya, membuat gadis itu kembali menghela nafas beratnya lagi.“Aku tahu, kamu pasti memimpikan aku ...!” Tama berkata sambil menahan diri sekuat hati.Tiba-tiba Riti beralih posisi menghadapnya, dan meringkuk dalam pelukannya. Posisi ini membuat Tama tidak tahan, hingga ia memilih untuk meninggalkannya dan menenangkan diri. Kemudian
Q“Oh! Jadi, menurutmu, aku yang butuh Ibu, begitu?” kata Listi sambil berbalik badan dan melotot pada wanita yang menjadi ibunya itu.“Ya! Kamu harus mengakui hal itu walau kamu tidak suka! Harusnya kamu bersyukur memiliki nama belakang Brawijaya, daripada, nama laki-laki yang menjadi ayah biologismu!”“Sebenarnya tidak penting nama belakang itu bagiku, Bu! Karena kalian semua brengsek!” Listi berteriak sambil berlari ke kamarnya, mengunci pintu dan menangis puasa.Ia terlalu kecewa, menurutnya kedua orang tuanya terlalu berani melakukan sebuah perbuatan terlarang atas nama cinta, padahal, mereka tidak bisa menjamin keberlangsungan hidupnya sebagai anak. Lalu, atas nama cinta pada anak pula sang ibu berani mempengaruhi sebuah keluarga besar.“Apa maksud kamu, Listi?” tanya Wisa sambil mengetuk pintu kamar anaknya. Akan tetapi, tidak ada jawaban dari dalam selain suara tangisan yang terdengar dari luar.Antara dua wanita—ibu dan anak itu, tidak pernah akur sejak setahun yang lalu.
“Apa kamu tahu siapa orangnya?” tanya Wisa sambil mendorong Listi, hingga mereka duduk di sisi tempat tidur secara berdampingan. “Aku tidak kenal dengan gadis itu tapi aku tahu siapa Ayahnya!” Lalu, Listi ceritakan kepada ibunya tentang, apa yang dilihat dan didengarnya, di halaman parkir perusahaan Haruna, ketika ia hendak bertemu temannya seberapa hari yang lalu. Menurutnya gadis itu, terlalu manis dan seksi, hingga tidak cocok menjadi seorang pendaki bagi pria yang jelek seperti Tama. Namun, apa yang didengar oleh Listi justru lebih mengejutkan lagi. Ia menyimpulkan bahwa, ternyata gadis itu dipaksa menikah. Dikarenakan hutang yang dimiliki ayahnya pada Tama. Selama ini Tama selalu berbuat sangat buruk kepadanya. Bahkan, sang istri tetap diharuskan bekerja walaupun suaminya kaya raya. “Baiklah, kalau memang semua cerita kamu benar, biarkan saja apa yang sudah kamu posting sebelumnya tapi jangan buat lagi cerita baru!” kata Wisa setelah anaknya selesai bercerita tentang apa yang
“Betapa memuakkannya keluarga itu dalam urusan materi!” gumam Tama seorang diri.“Setiap orang punya pandangan sendiri-sendiri tentang harta, Tama!” sahut Jasin.“Mereka tidak pernah hidup susah dari lahir!” ucap Tama. Setelah itu ia meminta Jasin untuk mengantarkannya ke rumah sakit tempat Tina di rawat. Tama ingin melihat bagaimana sebenar keadaannya.Jasin mengantarkan Tama sampai di kamar perawatan Tina, yang selalu dikunjungi Riti setiap hari. Kemudian ia meninggalkan Tama di sana. Ia hanya menunggu di dekat pintu, hingga bisa melihat apa pun yang terjadi di dalamnya.“Siapa kamu? Apa kita pernah mengenal sebelumnya?” tanya Tina heran, saat melihat pria yang diam dan berdiri di sisi ranjang.“Aku Pratama, aku baru kenal dengan Riti Valina, apa dia anakmu?”Jasin mendengar pembicaraan itu, dan ia hampir saja tertawa, karena cara Tama memperkenalkan dirinya sangat tidak biasa.“Ya! Tapi, Riti tidak pernah bilang kalau dia punya temen baru, apa dia teman kuliahmu?” Tina berkata sa
“Itu cuman isu, jarang ada artis yang pacarnya bukan artis juga!”“Ya, benar! Biasanya artis akan menikah dengan artis! Apa Yuna selingkuh?”“Apa caption yang mereka tulis dalam foto itu? Pasti ada keterangannya!” Riti tiba-tiba penasaran dengan foto yang mereka bicarakan.Seketika teman-temannya menoleh dan menatap Riti dengan heran.“Riti, kenapa aku pikir Yuna itu mirip sekali dengan kamu, ya?” Salu bertanya sambil menunjukkan handphone-nya.Riti tertegun, ia melihat sekilas foto yang ditunjukkan temannya. Ia melihat kakaknya sedang bersama orang yang tadi pagi baru saja bercinta dengannya. Laki-laki itu dan dirinya sudah resmi menikah tetapi semua temannya tidak ada yang tahu tentang hal itu. Jadi, ia merasa tidak harus mengakui kalau Yuna adalah kakaknya, demi sebuah kebaikan. Apalagi ia memikirkan kemungkinan jika identitas dirinya suatu saat terbongkar. Maka yang mendapatkan malu, bukan hanya dirinya tetapi Yuna dan juga Tama. Apa yang akan dipikirkan teman-teman jika
Sarah yang mengejar Riti, terlihat dari jendela mobil yang terus berjalan. Wanita itu seperti belum selesai dan masih ingin bicara, tapi Riti meninggalkannya begitu saja.“Siapa dia, apa dia musuhmu juga?” tanya Dion, laki-laki itu sengaja membawa Riti pergi. Ia selalu lewat di waktu yang tepat. Sebenarnya, Dion diam-diam mengikuti berita tentang Riti dan juga kehidupan sosialnya air-air ini. Namun, ia tidak tahu bagaimana asal mulanya, hingga ia membutuhkan wanita itu untuk berterus terang padanya. Dion sadar, keinginan itu sepertinya tidak mudah, karena Riti dan semua anggota keluarga Tina dari dulu tidak pernah terbuka.“Bukan urusanmu! Antarkan sejak aku pulang dan turunkan aku di lampu merah saja!”“Aku tidak memberimu tumpangan jadi kamu harus ikut aku ... kita harus bicara!”“Bicara soal apa? Diantara kita tidak ada yang harus dibicarakan dan percayalah aku tidak macam-macam!”“Aku tahu, kamu sepertinya punya masalah ... kenapa kamu tidak membicarakannya padaku? Mungki
“Dion! Pergilah sekarang, aku akan mengabarimu soal ibu kalau sudah berhasil menemukannya!” “Apa maksudmu? Berarti Tante Tina menghilang?” “Tidak, aku baru menerima telepon dari dokter yang bertanggung jawab kalau kamarnya dipindahkan!” Riti baru teringat obrolannya dengan Tama saat mereka bertemu kemarin, jika pria itu mengusulkan akan memindahkan ibunya ke tempat yang sama di rumah sakit Delizah. Maksud Tama adalah memudahkan pemantauan dan juga penjagaan pada dua wanita itu secara bersamaan. Selain lebih efesien, akan lebih hemat juga sebab di sana Riti tidak perlu memikirkan biayanya. “Oh, apa dia baik-baik saja?” tanya Dion curiga. “Ya! Cepat pergi, aku akan pergi bekerja juga!” Riti berkata sambil mendorong tubuh sepupunya keluar dari koridor rumah sakit itu. “Oke, Oke! Aku pergi kalau begitu!” Dion pergi setelah berkata dan pamit pada Riti. Riti bersyukur karena tidak harus repot-repot mengusir Dion pergi menjauh. Ia khawatir Tama akan cemburu karena melihat laki-laki l