Rasa penasaran membuat Tsabi akhirnya mengikuti kedua pria yang nampak akrab itu. Keduanya singgah satu mobil, diikuti mobil yang lainnya menemani Ustadz Aka. "Kenapa kita tidak satu mobil saja dengan abi. Bukankah kita mau ke tempat yang sama?" usul Tsabi yang ditanggapi santai suaminya. "Tidak muat, emang kamu mau berdesakan. Kenapa Tsabi, apakah kamu takut aku akan menculikmu?" Sedikit bermain-main sepertinya akan sangat menarik mengingat istrinya cerewet sekali. "Bukankah kamu sudah melakukannya. Aku seperti terkurung di rumahmu," jawab Tsabi sangat jujur. Sejak menikah dengan Shaka wanita itu hampir runtuh kebebasannya. Dia tidak mendapatkan akses kebebasan ke mana pun. Tsabi sadar akan kodratnya, tetapi kadang begitu menyayangkan sikap Shaka yang semaunya. Lebih ketidak perasaan. Mobil terus melaju membelah jalanan. Menyisakan keheningan di antara pasutri itu. Diikuti mobil Ustadz Aka yang ditemani dua santri penting lainnya. Sekilas bayangan Tsabi tentang jalanan dan tempa
"Ada yang salah?" tanya Shaka setelah Tsabi lebih tenang. Memang tidak ada yang salah dengan perkataan pria itu, tetapi sering sekali berbicara tanpa filter, dan masalahnya mereka berbeda visi dan misi. Giliran Tsabi yang tidak menjawab, satu masalah belum terpecahkan haruskah dia memenuhi keinginan suaminya. "Tsabi! Makan!" tegur pria itu melihat istrinya malah diam. Sepertinya dia begitu kaget mendengar perkataan suaminya. Bukankah itu hal yang wajar. Wanita itu makan dengan banyak pikiran. Bahkan sampai pulang ke rumah, Tsabi masih juga bimbang. "Baru pulang, Nak?" tanya Ummi Shali yang nampak sibuk di ruang tengah. "Huum, ummi, abi sudah sampai rumah belum?" tanya Tsabi mengambil duduk di sofa. "Belum sayang, abimu langsung mengisi undangan kajian, pasti pulangnya nanti malam.""Owh ... nanti kalau abi pulang, kabari ya Mi," ujar Tsabi hendak berkonsultasi. "Ada hal serius yang ingin kamu tanyakan pada abi?""Nanti saja Ummi," jawab Tsabi sedikit ragu. Wanita itu beranjak k
Setelah perjalanan udara yang cukup melelahkan harus transit di Singapore akhirnya sampai juga di Negara kepulauan barat daya India yang terkenal memiliki keindahan alam menakjubkan, terutama pantai berpasir putih dan laut biru seperti kaca.Bukan saja elok di permukaan, Maldives juga punya alam bawah laut dengan keindahan yang sangat cantik dan bertabur spot untuk snorkeling maupun diving. Shaka sudah memesan salah satu villa terbaik di sana. Tsabi tidak menyangka kalau Shaka benar-benar membawanya ke tempat ini. Salah satu tempat yang Tsabi inginkan dan hari ini suaminya mewujudkannya. Entahlah dia harus bahagia atau bingung. "Nikmati liburan kamu Tsabi, rezeki waktu yang kadang tak semua orang berkesempatan untuk mendapatkannya," ucap Ummi Shali sebelum berangkat. Masih terngiang jelas di kepalanya.Sesampainya di Bandara Internasional Velana di Male, Shaka langsung ke bagian lobby mencari Money Changer. Pria itu juga membeli SIM CARD Ooredo Tourist Pack supaya bisa internetan di
Tsabi merespon hangat saat tamu bibir itu bertandang begitu minat penuh hasrat yang menggelora. Menyapu seluruh permukaannya tanpa sisa. Menyusup begitu lihai memainkan perannya. Mengabsen hingga sudut terdalam meminta balasan. Pria itu melepaskan sejenak, memberi ruang untuk istrinya memasok oksigen ke rongga dadanya yang hampir terengah. Cukup beberapa detik saja. Sebelum akhirnya pria itu kembali meluncurkan serangan kedua lebih menuntut dan dalam. Mencecap lembut bagai madu. Setelah puas memainkan lingual mereka, Shaka mulai berselancar di tempat yang lebih menantang dengan begitu minat, binal, dan sensasional. Mencumbu seluruh leher jenjangnya yang putih bersih, hingga meninggalkan banyak bintang berkerlipan di sana. Sementara kedua tangannya begitu nakal bergerilya ke mana pun menjelajahi suka-suka. Tak puas sampai di situ, Shaka terus mencumbunya dengan penuh hasrat. Memberikan sentuhan lembut lewat bibirnya yang basah. Sementara Tsabi makin dibuat tak karuan, dia memejam,
"Tsa, kamu sudah tidur?" bisik Shaka seakan tidak rela istrinya mengabaikan begitu saja. Dia masih menginginkan malam panjang ini. "Hmm ... aku ngantuk Mas," keluh Tsabi dengan mata terpejam. Bukan mengabaikan, tetapi ia lelah dan terasa ngantuk berat. Shaka yang masih ingin ditemani itu mencari kesibukannya sendiri. Ia membuka ponsel yang terpaksa disilint itu dengan banyak panggilan dan pesan. Tentu saja dari orang-orangnya yang menghubungkan dengan informasi penting pekerjaannya. Pria itu hanya mengirim email balasan, selebihnya tidak menanggapi satu telpon pun. Dia memang berniat lepas dari semua rutinitas yang membelenggunya selama beberapa hari ini. Shaka tidak ingin waktu berdua mereka terusik yang akan membuat Tsabi curiga kembali. Butuh ketenangan untuk mencapai kepuasaan sejati. Melihat Tsabi yang sudah tertidur dan tak bisa diganggu gugat, akhirnya pria itu mengalah. Membiarkan Tsabi tetap terlelap damai sampai pagi. Keesokan paginya, Tsabi terjaga lebih dulu. Dia sudah
Setelah menghabiskan waktu liburan lima hari empat malam, Shaka langsung membawa istrinya pulang ke kediamannya. Mereka baru sampai satu jam lalu ketika Shaka menerima telepon dan mengharuskan pergi menit itu juga. "Aku keluar sebentar, ada urusan," pamit Shaka tumben-tumbenan. Walau tidak dijelaskan secara spesifik, dia pamit dengan Tsabi. "Urusan apa? Bukankah kita baru pulang? Apa kamu tidak lelah?" tanya Tsabi seperti biasa, selalu meminta penjelasan. "Pekerjaan Tsabi, aku absen cukup banyak waktu, jadi harus ada yang aku selesaikan di luar. Istirahatlah ... kamu pasti lelah." Shaka keluar setelah mengatakan itu semua. Tsabi menghela napas panjang. Dia memang lelah mengingat baru saja pulang. Sepertinya berendam akan sangat menyenangkan. Wanita itu menyempatkan diri untuk memanjakan tubuhnya. Menikmati hangatnya air membalut tubuhnya dengan aroma terapi. Tsabi menambah beberapa tetes minyak esensial ke dalam bak sebelum akhirnya tubuh itu masuk sembari memijit pelan. Seketik
"Bentar Non, biar kulihat dulu," ucap sang driver turun dari mobil. Langsung membuka kup mobil untuk melihat permesinan. Tsabi ikut keluar setelah menunggu beberapa menit Pak Supir tak kunjung masuk. "Gimana Pak? Apanya yang rusak?" tanya Tsabi mendekat. Ikut melongok di mana Pak Supir tengah memeriksa satu persatu penyebab mobilnya berhenti. "Astaghfirullah ... bensinnya habis Non, maaf tadi sepertinya masih, tapi ini udah nggak sampai pom. Saya cari bantuan dulu Non.""Waduh, kok bisa sampai kehabisan gitu Pak, jangan lama-lama ya Pak, suami saya sebentar lagi pulang, takutnya marah kalau Mas Shaka sampai rumah lebih dulu sebelum saya sampai," kata Tsabi waswas. Pasalnya pria itu sedari tadi sudah mengabari dalam perjalanan pulang. Perempuan itu takut Shaka sampai lebih dulu. "Ini masih jauh dari pom, Non, bagaimana kalau Non Tsabi memesan taksi lebih dulu," usul Pak Supir takut juga tuannya marah. "Iya, mungkin itu lebih baik," jawab perempuan itu mengiyakan. Belum sempat wani
Tsabi menghela napas kasar, mau tidak mau dia menuruti keinginan suaminya. Melepas hijabnya sebelum masuk ke kamar mandi. "Kamu terlihat tidak senang, susah ya membagi senyum untuk yang halal," protes Shaka melihat istrinya berwajah masam. "Bukan begitu Mas, akan kusiapkan airnya," kata Tsabi beranjak. Shaka menyusul istrinya setelah menghabiskan separo kopinya di meja. Dia begitu bersemangat setelah penat kerja seharian. Pria itu melangkah masuk sembari melepas kencing kemejanya, tanpa kata langsung memeluk Tsabi yang tengah sibuk menyiapkan sabun dan juga sampo di dekat bak."Mas, airnya sudah siap, aku tidak harus ikut berendam kan?" kata Tsabi memejam saat suaminya mengusak lembut belakang lehernya. "Hmm ... tapi menurutku berendam berdua jauh lebih mengasyikkan. Aku ingin kamu juga masuk. Sepertinya kita perlu mencoba sensasi yang berbeda.""Tapi Mas," ujar wanita itu kebingungan. Shaka seperti tak peduli, memutar tubuh Tsabi lalu mengecup bibirnya yang sedari tadi berusaha