Shaka terkesiap melihat Tsabi menanggalkan satu persatu pakaiannya sendiri. Sebegitu inginkah Tsabi berpisah dengan dirinya? Sampai wanita itu rela Shaka tinggalkan setelah mendapatkan madunya. "Kamu tahu kesalahannya apa? Kamu tidak akan pernah bisa keluar setelah malam ini," batin Shaka gemas. Tsabi benar-benar menantangnya kali ini. Dia bahkan begitu berani menatapnya penuh percaya diri. Pria itu mendekat, semakin mengikis jarak. Hampir tak ada jarak selain napas yang berhembus darinya terasa hangat menyapa. Tsabi memejam dengan keteguhan hatinya. Dia siap menerima apa pun setelahnya asal bisa pulang ke pangkuan abi. Terbebas dari belenggu Shaka. "Pakai gaunmu kembali Tsabi, aku akan menunggu di mobil. Tidak lebih dari sepuluh menit. Kita akan ke rumah orang tuamu sama-sama," bisik Shaka lalu beranjak. Mengabaikan tubuh Tsabi yang setengah polos menantangnya. Wanita itu membuka matanya, melihat punggung Shaka yang menghilang dibalik pintu. Dia mendesah tak percaya mendengar ke
Pingin marah, tapi terhalang rasa lapar yang memang nyata. Ingin menolak tetapi perut itu sudah meronta, bahkan Tsabi terasa sedikit melilit karena sedari pagi memang belum makan. Gegara Shaka hidupnya menjadi rumit. Perempuan itu membukanya perlahan, lebih dulu mengucap bismillah sebelum memasukkan suapan ke mulutnya. Shaka hanya melirik sekilas, tersenyum tipis saat istrinya akhirnya mau makan juga. "Kita mau ke mana?" tanya Tsabi menatap sekitaran. Jalanan yang nampak asing dari biasanya. "Ke rumah abi, lewat sini lebih dekat," katanya sembari fokus menyetir. Tsabi tak lagi banyak bertanya. Dia fokus menyantap makanan di depannya. Tiba-tiba mobil itu kembali berhenti, membuat perempuan itu menoleh pada sang driver di sampingnya. "Kenapa berhenti?" tanya Tsabi menghentikan kunyahannya. "Nggak tahu, biar kuperiksa lebih dulu," ujar Shaka turun dari mobil. Pria itu membuka kup mobil dan mengecek permesinan. Mencari penyebab terjadinya mobil mereka macet di jalan. Sementara Ts
"Jangan dorong-dorong Tsabi, ini sudah malam, tidur," protes Shaka melihat tingkah istrinya makin menjadi saja. Dia gemas sendiri yang seakan terus membuat arak. "Bagaimana aku bisa tidur kalau kamu tidak memberi jarak," sentaknya galak. Masih kesal atas peristiwa demi peristiwa yang telah terjadi. "Ini sudah malam, bisakah kamu tenang. Aku lelah," ucap Shaka tetap tenang lalu memejamkan matanya. Dia tidak ingin berdebat lagi. Harus segera tidur agar besok tidak kesiangan. Sementara Tsabi menatap jengkel perilaku Shaka yang sesuka hati. Dia menghela napas kasar sebelum akhirnya kembali berbaring karena tidak ada pilihan. "Dasar suami nggak ada ngalah-ngalahnya. Kamu pikir aku bisa tidur kalau kamu menguasai kasurku," gumam Tsabi menggerutu kesal. Ingin sekali dia memaki, tapi masih Tsabi tahan-tahan sendiri. Terlebih ini di rumah kedua orang tuanya. Bagaimana bisa Tsabi ribut-ribut tengah malam begini. Tatapan Tsabi bertaut pada pahatan Tuhan yang nyaris sempurna. Wajah tampan na
"Ayo ambil yang banyak Shaka jangan sungkan," kata Ummi Shali memperlakukan Shaka begitu lembut. "Terima kasih Ummi, sudah cukup," jawabnya kalem. Mereka tengah sarapan bersama setelah sebelumnya tadi ada pengajian setiap minggu pagi untuk semua kalangan dan lingkungan di luar pesantren. Keduanya masih nampak diam-diam gemas setelah kejadian tadi pagi yang cukup memalukan. Sebenarnya Tsabi ingin sekali mengatakan perihal semalam tentang Shaka. Namun, entah mengapa lidahnya mendadak kelu untuk mengungkapkan sebuah kebohongan. Dia juga agak kepikiran tentang perkataan suaminya. Tsabi yakin kalau dirinya tidak melakukan apa pun. Namun, melihat tingkah Shaka yang cukup misterius bukan tidak mungkin pria itu telah merekayasa sepenuhnya. "Tsabi, apa yang kamu pikirkan Nak?" tanya Ummi Shali demi melihat putrinya melamun pagi-pagi. "Eh, tidak ada ummi," jawab Tsabi datar. "Kamu kenapa Sayang?" tanya Shaka terdengar menggelikan. Sejak kapan pria itu bisa manis. Sayang, rasanya terdengar
Rasa penasaran membuat Tsabi akhirnya mengikuti kedua pria yang nampak akrab itu. Keduanya singgah satu mobil, diikuti mobil yang lainnya menemani Ustadz Aka. "Kenapa kita tidak satu mobil saja dengan abi. Bukankah kita mau ke tempat yang sama?" usul Tsabi yang ditanggapi santai suaminya. "Tidak muat, emang kamu mau berdesakan. Kenapa Tsabi, apakah kamu takut aku akan menculikmu?" Sedikit bermain-main sepertinya akan sangat menarik mengingat istrinya cerewet sekali. "Bukankah kamu sudah melakukannya. Aku seperti terkurung di rumahmu," jawab Tsabi sangat jujur. Sejak menikah dengan Shaka wanita itu hampir runtuh kebebasannya. Dia tidak mendapatkan akses kebebasan ke mana pun. Tsabi sadar akan kodratnya, tetapi kadang begitu menyayangkan sikap Shaka yang semaunya. Lebih ketidak perasaan. Mobil terus melaju membelah jalanan. Menyisakan keheningan di antara pasutri itu. Diikuti mobil Ustadz Aka yang ditemani dua santri penting lainnya. Sekilas bayangan Tsabi tentang jalanan dan tempa
"Ada yang salah?" tanya Shaka setelah Tsabi lebih tenang. Memang tidak ada yang salah dengan perkataan pria itu, tetapi sering sekali berbicara tanpa filter, dan masalahnya mereka berbeda visi dan misi. Giliran Tsabi yang tidak menjawab, satu masalah belum terpecahkan haruskah dia memenuhi keinginan suaminya. "Tsabi! Makan!" tegur pria itu melihat istrinya malah diam. Sepertinya dia begitu kaget mendengar perkataan suaminya. Bukankah itu hal yang wajar. Wanita itu makan dengan banyak pikiran. Bahkan sampai pulang ke rumah, Tsabi masih juga bimbang. "Baru pulang, Nak?" tanya Ummi Shali yang nampak sibuk di ruang tengah. "Huum, ummi, abi sudah sampai rumah belum?" tanya Tsabi mengambil duduk di sofa. "Belum sayang, abimu langsung mengisi undangan kajian, pasti pulangnya nanti malam.""Owh ... nanti kalau abi pulang, kabari ya Mi," ujar Tsabi hendak berkonsultasi. "Ada hal serius yang ingin kamu tanyakan pada abi?""Nanti saja Ummi," jawab Tsabi sedikit ragu. Wanita itu beranjak k
Setelah perjalanan udara yang cukup melelahkan harus transit di Singapore akhirnya sampai juga di Negara kepulauan barat daya India yang terkenal memiliki keindahan alam menakjubkan, terutama pantai berpasir putih dan laut biru seperti kaca.Bukan saja elok di permukaan, Maldives juga punya alam bawah laut dengan keindahan yang sangat cantik dan bertabur spot untuk snorkeling maupun diving. Shaka sudah memesan salah satu villa terbaik di sana. Tsabi tidak menyangka kalau Shaka benar-benar membawanya ke tempat ini. Salah satu tempat yang Tsabi inginkan dan hari ini suaminya mewujudkannya. Entahlah dia harus bahagia atau bingung. "Nikmati liburan kamu Tsabi, rezeki waktu yang kadang tak semua orang berkesempatan untuk mendapatkannya," ucap Ummi Shali sebelum berangkat. Masih terngiang jelas di kepalanya.Sesampainya di Bandara Internasional Velana di Male, Shaka langsung ke bagian lobby mencari Money Changer. Pria itu juga membeli SIM CARD Ooredo Tourist Pack supaya bisa internetan di
Tsabi merespon hangat saat tamu bibir itu bertandang begitu minat penuh hasrat yang menggelora. Menyapu seluruh permukaannya tanpa sisa. Menyusup begitu lihai memainkan perannya. Mengabsen hingga sudut terdalam meminta balasan. Pria itu melepaskan sejenak, memberi ruang untuk istrinya memasok oksigen ke rongga dadanya yang hampir terengah. Cukup beberapa detik saja. Sebelum akhirnya pria itu kembali meluncurkan serangan kedua lebih menuntut dan dalam. Mencecap lembut bagai madu. Setelah puas memainkan lingual mereka, Shaka mulai berselancar di tempat yang lebih menantang dengan begitu minat, binal, dan sensasional. Mencumbu seluruh leher jenjangnya yang putih bersih, hingga meninggalkan banyak bintang berkerlipan di sana. Sementara kedua tangannya begitu nakal bergerilya ke mana pun menjelajahi suka-suka. Tak puas sampai di situ, Shaka terus mencumbunya dengan penuh hasrat. Memberikan sentuhan lembut lewat bibirnya yang basah. Sementara Tsabi makin dibuat tak karuan, dia memejam,