“Masa kamu masih cari ibu tiri lainnya, Dea? Papi kamu ‘kan udah nikah sama sahabatmu."
“Sahabat aku?” tanya Dea memastikan pendengarannya tak salah. Baru membahas tentang kriteria ibu tiri idamannya dengan sang nenek lewat sambungan telepon, ia malah diberitahu jika ayahnya sudah menikah dengan sahabatnya? “Mira. Yang sering main sama kamu pas SMA dulu, loh.” Hah? Jawaban sang nenek membuat kepala Dea terasa ingin meledak. Wanita tua kesayangan Dea itu, memang belum tahu kalau Mira bukan lagi sahabatnya. Tapi, ayahnya tahu benar jika Dea sudah memasukkannya ke list musuh semenjak ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Mira berciuman dengan pacar Dea! Lantas, kenapa ayahnya menikahi wanita itu? Dan sejak kapan…? "Aku tutup dulu ya, Oma.” Menahan amarah, Dea gegas memutuskan sambungan telepon. Ia lalu mencari sosok yang katanya sudah menikah dengan sang ayah di kampus besar itu. Untungnya, tak butuh waktu lama Dea menemukan Mira. Gadis itu tampak berjalan bersama teman-temannya di koridor fakultas. “Dea? Ada ap–” Belum sempat berbicara, Dea langsung menyeret Mira ke tempat yang sepi untuk bicara dengannya. Tak dipedulikannya teman-teman Mira yang panik. Brak! Anak donatur terbesar di kampus itu memilih langsung membawa Mira ke sebuah gudang tanpa basa-basi dan membanting pintu dengan keras. "Bisa-bisanya lu nikahin Bokap gua, Mira. Sumpah, gak abis pikir gua sama lo!" bentak Dea berkaca-kaca. Dea menatap penuh kekecewaan gadis di hadapannya itu yang kini tampak syok. Sepertinya, ia tak mengira jika Dea mengetahui pernikahannya? "Gu--gue nggak bermaksud seperti itu De, gue...." "Gak bermaksud apa?! Lu udah nikah sama Bokap gua! Bahkan, tanpa sepengetahuan gua. Sengaja kan lu?!" Mira tampak menggeleng, berusaha menyangkal. Tapi, itu justru membuat Dea semakin emosi. "Gak usah ngelak, Mira. Selama ini lu emang udah ngincer Bokap gue, kan?" kesalnya, "Udahlah. Kita bicara langsung sama Papi! Awas aja lu kalau nggak mau ngaku!" Sejujurnya, Dea masih tak percaya jika keputusannya untuk memusuhi Mira ternyata adalah hal yang benar. Dea akui, ia pernah bimbang. Sempat, Dea berpikir, mungkin sebenarnya dia salah paham pada Mira? Bisa saja, pria yang kini sudah jadi mantan kekasihnya justru memaksa mantan sahabatnya itu? Terlebih, ia melihat Mira yang tampak memakai kerudung sejak awal perkuliahan. Gadis itu tampak semakin sholehah. Namun siapa sangka, semuanya hanya kedok! Sudahlah merebut pacarnya, kini ia merebut ayah Dea juga? Dea tahu benar ayahnya bukanlah tipe yang menyukai gadis yang jauh lebih muda. Entah apa yang Mira lakukan, sehingga ayahnya bisa menurunkan standarnya yang tinggi itu? Sedangkan, Mira? Mantan sahabatnya itu memang menyukai ayahnya sejak lama–tak peduli kalau mereka memiliki jarak usia yang jauh. Namun Dea tak menyangka jika Mira senekad ini! ••• "Apa yang terjadi, Sayang?" tanya Aron–Ayah Dea–yang pulang ke mansion karena panggilan darurat dari putrinya. Pria itu tampak bingung melihat putrinya dan juga “istrinya” ada di sana. Melihat itu, Dea tersenyum sinis. "Kenapa Papi nggak jujur tentang pernikahan kalian?" tanyanya langsung. Aron tak membalas. Ia justru mencoba mendekati Dea yang terus menjauhinya. "Tolong dengerin Papi dulu, Sayang. Papi—." "Papi takut aku menentang?” potong Dea, “ya, jelaslah! Aku akan menentang hubungan kalian. Di antara banyaknya perempuan yang suka sama Papi, kenapa harus sama Mira?" "Bahkan, ada Tante Lina yang udah berusaha deketin Papi! Dia jelas lebih layak daripada Mira yang pernah merebut kekasih temannya sendiri!" Pertahanan Dea runtuh. Air mata mulai mengalir di pipinya. Mengapa orang yang paling dia percayai, tak mendengarnya? "Aku minta maaf De..." sahut Mira tiba-tiba, sambil menangis. Seolah, dialah yang paling tersakiti di sini? Jelas ini membuat Dea muak. Ditatapnya Aron yang kini tampak duduk–untuk meminta penjelasan. Namun, Dea tak menyangka dengan ucapan sang ayah selanjutnya, "Jangan minta maaf Mira, kita menikah karena kita sama-sama setuju. Jadi ini bukan salahmu." Deg! "Papi?!"“Papi?!” teriak Dea, tak percaya apa yang didengarnya, “apa maksudnya, nggak salah?! Pernikahan kalian tanpa sepengetahuanku. Itu jelas salah."Astaga!Mengapa sang ayah bersikap tenang, seolah sudah mempersiapkan jika dipertemukan dengan keadaan seperti in?Dea sangat kecewa dan merasa tak dianggap. Padahal, Aron selalu berkata bahwa Dea adalah dunianya.Mengapa ayahnya bisa berubah karena Mira?"Luar biasa, Papi bisa berubah segitunya cuma karena jalang ini?!" ucap Dea tanpa sadar, tapi masih terdengar oleh Aron.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi Dea–membuat gadis itu sontak menatap sang ayah penuh kekecewaan.Seumur hidupnya, Dea tak pernah mengalami kekerasan fisik dari sang ayah. Tapi, ia ditampar dan lagi-lagi karena Mira?Ruangan itu bahkan langsung hening sebelum Dea tertawa miris.“Dea, itu…” Mira tampak panik.Namun, Dea sudah tak peduli lagi.Tanpa basa-basi, Dea pergi keluar dan menaiki mobil sportnya, lalu memacunya kencang–mengabaikan teriakan Aron dan Mira di bela
Sementara itu, begitu tiba di Mansion, Dea tak menemukan ayahnya atau Mira. Ia menghela napas lega, tetapi itu tak bertahan lama.Seseorang turun dari lantai atas dan menatapnya khawatir. "Dea! Kamu ke mana aja?" tanya Mira.Dea menyeringai. Ia yakin mantan sahabatnya itu berpura-pura.Jadi, Dea memilih untuk naik ke lantai dua kamarnya–melewati Mira.Ada gurat kekecewaan di wajah wanita itu, tetapi Dea tidak peduli. Mira saja tidak memikirkan bagaimana perasaannya saat menikahi ayahnya, lantas buat apa Dea memikirkan tentang perasaannya? Lebih baik, ia bersiap ke kampus saja!Hanya saja, Dea tak memungkiri bahwa ada rasa kecewa dalam dirinya saat ini.Biasanya saat ia marah, ayahnya akan menelponnya. Tetapi, lihatlah tidak ada telpon sama sekali darinya? Pesan untuk menanyakan kabarnya–pun tidak ada.Apakah dia sudah dibuang?Atau haruskah dia pergi saja ke apartemen yang dibelikan oleh ayahnya sebagai hadiah ulang tahunnya dulu?Dea dulu berpikir apa gunanya apartemen itu, tapi s
Ucapan Juna menghantui Dea.Dan disinilah dia, menatap nanar lima test pack di tangannya yang mulai menunjukkan dua garis merah.Siapa sangka, obat kontrasepsi yang ia minum pagi itu gagal?Kepada siapa dia harus menceritakan masalah ini?Sejak ia minggat, ayahnya tidak mencarinya. Ibu kandungnya? Juga tak mungkin karena ibunya sudah sibuk dengan keluarga barunya, entah ke mana.Teman-teman Dea juga bukan orang yang bisa dipercaya untuk curhat terkait kejadian tadi malam, lalu ia harus apa?"Huwaaaaaa!!!"Tanpa bisa dibendung, Dea menangis dan meraung. Ia sangat kecewa pada diri sendiri. Kenapa bisa seceroboh itu?Saat ia sedang berduka itu, seseorang tiba-tiba membuka pintu apartemennya yang seharusnya hanya bisa dibuka oleh Dea saja."Dea... kamu hamil?"Deg!Gadis itu terkejut mendengar suara bariton yang familiar itu.Ia menatap Juna dengan tatapan putus asa. “Kenapa harus begini, Om?” tanyanya menangis. Juna pun langsung menjatuhkan kotak makanan yang awalnya akan ia berikan
“Kamu gak serius kan, Dea?”Mira terkejut. Gadis itu bahkan langsung membolos dari kelasnya dan mendatangi apartemen mewah milik Dea.Namun, Dea tak bergeming dan justru menatap Mira dengan tatapan kosong.“Bagaimana bisa?” tanya istri ayahnya itu, tak percaya.“Gue tidur sama rekan bisnis Papi,” balas Dea datar.“Papi kamu–”“Jangan kasih tau dia.”“Kenapa?”“Hidup gue bisa hancur, lo tau kan Papi satu-satunya orang tua gue sekarang?”Tanpa sadar, Mira langsung menggenggam tangan Dea–interaksi yang sudah bertahun-tahun tidak mereka lakukan. Ruangan menjadi hening, lalu isak tangis Dea mulai terdengar lagi sehingga dengan spontan Mira memeluknya dari samping.Dea melupakan sejenak kebenciannya pada mantan sahabat yang kini jadi ibu tirinya itu.Dia sungguh lelah dan sangat butuh sandaran.Saking lelahnya, Dea bahkan tertidur setelah beberapa saat menangis dan melamun.Dea menolak makan, tetapi Mira mengancamnya kalau tidak mau makan ia akan melaporkannya pada sang ayah.Tet!Tak bers
Hening sejenak, sampai akhirnya Aron mendekati Juna dan memegang kerahnya sampai pria yang lebih tinggi tiga cm darinya terhuyung ke belakang. “Beraninya kamu…”Dea sampai terkejut dan akan menghentikannya tetapi terlambat.Bugh!“Pi, hentikan!!!”Namun, semua itu terlambat sementara Juna terlihat pasrah menerima setiap pukulan yang dilayangkan padanya. “Papi!” Setelah Juna berdarah-darah di seluruh wajahnya, Dea akhirnya berkata.“Semua ini terjadi karena Papi!”Teriakan itu sontak membuat Aron berhenti dengan aksinya, lalu menatap Dea yang menangis melihat keadaan tadi. Juna sudah babak belur sekarang. “Papi bertindak seolah menjadi orang tua yang baik. Nyatanya, Papi adalah Ayah terburuk. Karena Papi, aku keluar malam itu, lalu berakhir menghabiskan malam dengan Om Juna. Papi harusnya sadar, siapa pelaku utama dalam kejadian ini!”Tiba-tiba pintu terbuka, dan memperlihatkan Mira yang datang dengan terengah-engah. “Kenapa …”Mira melihat Juna yang babak belur dengan penampilan
Pagi harinya, Dea keluar apartemen dengan menggunakan topi serta kacamata hitam dan baju yang rapat. Ia sudah dikenal oleh semua orang yang ada di internet, jadi tidak ada lagi yang memandangnya sebagai manusia, ia sangat hina sekarang.Tanpa sengaja, ia menabrak bahu seseorang sampai topinya terlepas, ia buru-buru minta maaf dan mengambil topinya yang jatuh ke tanah. Namun saat ia menunduk, kacamatanya melorot dan membuat orang yang menabraknya dan temannya mengenalinya. “Dea?!”“Iya, Dea kan?”Mereka sangat heboh sampai suaranya mengundang pandangan banyak orang, ia ingin pergi tetapi terjebak di antara kerumunan orang. “Kalian salah orang!”Ia berusaha keluar dari kerumunan tetapi dijegal oleh seorang pria tak dikenal. Hal itu membuat Dea tak bisa berkutik dan menerima respon banyak orang yang langsung mengeluarkan kamera dan komentar-komentar negatif.“Cantik-cantik hamil duluan, Kak.”“Iya ih, padahal kalo sama artis, artisnya pasti mau. Anak orang kaya lagi.”Namun tak lama,
“Saya di sini untuk melamar anak, Anda, Tuan.”Dea diam saja merasa gugup di samping Juna yang terus menggenggam tangannya. Sementara Aron terlihat kaget. “What?!”Juna tau ia akan shock, tetapi ia sudah mempersiapkan segala argumentasi untuk memenangkan perdebatan dengan pria tua yang masih awet muda itu. “Menikah karena MBA tidak akan baik ke depannya. Kamu akan menganggap rendah anakku,” ujar Aron mencoba menekan emosinya. Di sampingnya ada Mira yang hanya diam saja menunduk, mungkin ia tak berani menatap Dea.Hal itu justru membuat Dea makin curiga, jangan-jangan yang menyebarkan foto testpack itu adalah Mira, makanya ia terlihat mencurigakan.“Ini bukan soal kejadian atau bayi ini aja, tapi tanggungjawab!” bantah Juna yakin.“Saya menerima jika Tuan ingin memukuli saya lagi, saya memang salah! Tapi izinkan saya bertanggungjawab, saya tidak akan memandang Dea rendah dan akan memuliakannya selayaknya Ratu.”“Tapi…”TIba-tiba Dea terisak, ia menangis.“Huuuu… hidupku gak ada arti
“Selamat datang, Nyonya!”Oh no! Sapaan itu menggelikan di telinga Dea.Rencana yang kemarin dijelaskan Juna adalah mereka sudah didaftarkan pernikahan resmi di luar negeri pada dua bulan dari sekarang dan media sosial di penuhi dengan itu.Orang yang mencaci Dea berubah menjadi simpati padanya, dan menganggap kalau pernikahan mereka so sweet.Tentu saja ayahnya yang jago bikin drama dan Juna yang jago mengendalikan opini publik, berhasil memberikan kesan bahwa pernikahannya dengan Juna adalah pernikahan yang sangat romantis.Biasanya anak orang kaya akan menikah di usia 30-an, tetapi Dea memilih menikah muda dengan pengusaha tampan. Dea yang awalnya dihujat, malah berbalik mendapat pujian dan membuat para perempuan muda iri padanya.Juna menggandengnya dan tersenyum membalas sandiwara Dea."Apa yang kamu rencanakan sih?" tanya Dea tak nyaman.“Tentu saja mengajak istriku, ke kantor untuk menyelesaikan magangnya.”Dea tak bisa menjawab lagi, mereka masuk lift dan naik ke lantai di man
Setelah tenang, Juna baru berani bertanya lagi. "Ada apa, Sayang? Bisa cerita sama aku?" "Aku nggak nyangka kalau Papi sejahat itu, aku kira kejadian waktu itu udah sikap dia yang paling jahat, tapi ternyata dia juga jahat sama istrinya." Juna terkejut dengan ucapan istrinya, "Hah?! Maksud kamu apa?" tanyanya tidak mengerti konteks pembicaraan istrinya.Ia lalu mengajak istrinya untuk duduk terlebih dahulu di kursi panjang yanga ada di ujung ranjang mereka. "Tadi aku ngikutin Papi sama Mira, waktu mereka keluar dari lantai dansa. Terus pas aku dengerin, ternyata Papi lagi ngomelin Mira, dan kamu tahu apa yang Papi bilang ke dia?" Juna pun menggeleng, tentu saja ia tak tahu. "Papi menggunakan kata-kata kasar." Juna tak percaya, "Masa sih? Enggak ah, gak mungkin dia kasar sama perempuan." "Aku gak bohong." "Aku gak mikir kamu bohong, tapi gak percaya aja kalo dia ngelakuin itu." "Iya, serius. Bahkan dia nggak pernah ngomong gitu sama Tante Lina, sama Mami dulu dan p
Ini kata-kata yang wajar, tapi kenapa ayahnya semarah itu? Dan setelah Dea pikirkan lagi, kata terakhir itu sangat membingungkan "menyelesaikannya". 'Kenapa peran itu harus selesai?' Tidak ada jawaban, tetapi Dea seolah bisa membaca ekspresi dari lawan bicara sang ayah. Mungkin Mira sedang bergetar atau menahan tangis, sesuatu yang biasa menjadi respon dari mantan sahabatnya itu. Reaksi yang paling menyedihkan dari Mira, si pengecut itu. "Maaf Pak, saya kira... Bu Lina yang akan jadi pasangan Dansa, Anda.""Kamu mempermalukan saya. Untung saya belum bilang ke orang-orang kalau kamu istri saya!"'Mendadak formal?' batin Dea makin penasaran."Maafkan saya, Pak."Berkali-kali Dea terkejut dengan fakta itu, ia kemudian bersembunyi di balik sofa yang ada di dekat sana. Tidak terlihat dari balkon, tapi bisa mendengar suara mereka."Maaf tidak cukup, kamu gak berguna sama sekali. Saya sudah memberikan semua yang kamu butuhkan, kalo saya gak ngelakuin itu, bisa jadi kamu jadi pelacu
"Kenapa kamu keliatan seneng nonton drama mereka sih?" tanya Dea pada sang suami. Juna malah mempererat pelukannya sambil berbisik, "Bukankah drama adalah tontonan yang paling seru?" tanyanya balik. Dea mendengus, tetapi baru menyadari kalau Lina telah menghilang dari sana. "Tante Lina ke mana?" tanyanya.Juna mengedikkan bahu, "Nggak tahu, mungkin dia cemburu.""Kok kamu kayak gitu sih?" "...kayak gitu gimana sih, Sayang? Bukannya justru tindakannya tidak bermoral?"Dea bingung dengan apa yang diungkap Juna, bagaimana bisa Lina dianggap tak bermoral?"Maksud kamu?" tanya Dea."Pikir aja deh, gimana posisi dia sekarang?"Dea tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Juna."Oke, kamu pikirkan aja... Papi kamu udah nikah sama Mira, meskipun kalian sama-sama nggak suka sama Mira, tapi Papi kamu memilih untuk bersama Mira, artinya ada hal yang Papi kamu butuhkan dan hanya ada pada Mira. Nggak ada satupun orang yang berhak menilai seseorang bagi dia, apakah itu layak atau enggak
Mira sudah memastikan pada Mika untuk mengirim gaunnya segera, tetapi pada jam 9 pagi, gaun itu belum juga diantar.Baru jam 10 pagi, Mira dikabari kalau proses pengantaran bermasalah karena terjadi kecelakaan gaun yang diantar terbakar.Sehingga Mira tak bisa menggunakan gaun yang sama dengan keluarga Victorius yang lain, tapi Mika menyarankan untuk memberi alternatif dengan memakai gaun dengan warna yang mirip, yakni biru denim.Mira tkut jika itu menjadi masalah, ia takut dimarahi oleh Aron.Sampai jam 4 ketika semua mempersiapkan diri untuk make up, Mira malah keluar dengan gaun yang beda warnanya dengan mereka semua."Apakah ini hasil yang mereka katakan?" tanya Aron pada Mira dengan marah.Tetapi ia tak marah pada Mira, ia marah ke pada Mika yang ada di sana.Mika terlihat menunduk, "Maafkan saya, Tuan. Gaun yang harusnya dipakai oleh Nyonya Victorius terbakar akibat kecelakaan yang dialami kurir kami.""Bagaimana bisa itu terjadi?""Kami menghindari motor dan akhirnya mobil kam
H-2 suasana Mansion sudah diubah dengan dekorasi Ulang Tahun. Namun pernghuninya masih saja melakukan aktivitas seperti biasanya, seolah acara itu tak terlalu mengherankan bagi mereka. Mira sendiri merasa canggung ketika dimintai untuk mengatur acara tersebut agar berjalan lancar. Untunglah pekerjaan barunya cukup fleksible, ia bisa datang kapanpun ia bisa. "Kenapa?" tanya Oma melihat Mira yang terdiam di dapur. Mira menggeleng setelah sembuh dari keterkejutannya. "Hanya... aku merasa bingung. Nanti pas acara dimulai, dan aku belum diumumkan sebagai istri Aron. Aku takut bikin reputasi dia turun, maksudnya... aku...." Oma Zaenab pun tersenyum menggenggam tangan Mira. "Sudah saatnya kok Aron memperkenalkanmu pada mereka semua." "Tapi aku belum siap," ujar Mira. "Gak papa, pelan-pelan. Mereka mungkin akan shock, tapi pasti mereka menghargai keputusan Aron." Mira pun mengangguk, ia masih merasa sungkan dan ragu. Mungkin opsi lainnya, ia harus menyingkir dari acara agar
"Dia masih sama seperti dulu, dia yang patuh, tulus, dan selalu memikirkan kamu." Tentu, Dea merasa bahwa kata-kata Omanya tidak benar, tapi Omanya segera menegaskan. "Oma tahu kamu nggak percaya dengan itu, tapi S suatu hari nanti kamu akan ngerti kenapa akhirnya Oma masih setuju dengan pernikahan Mira dan Aron." Dea agak bingung dengan kata-kata itu, lagi-lagi ia harus menjadi pihak yang tak tau apa-apa. Mereka ingin menutupi alasan di balik pernikahan ayahnya dan Mira. "Papi terlihat cinta sama Mira." "Iya, kalau itu udah jelas, Sayang." Dan percakapan tentang Mira sampai di sana saja, karena Omanya langsung membahas soal perencanaan konsep pesta ulang tahun dari Aaron. ••• Sayang sekali, Dea harus menahan diri untuk bekerjasama dengan Mira yang ia benci. "Tulus apanya, dia bahkan penuh dengan tipu daya...." gumam Dea melihat bagaimana tingkah pick me Mira. Kini, Dea, Oma dan Mira duduk di sofa berjejeran untuk melihat katalog dari Tim WO untuk mengurus ulangt
Setelah sang Oma mengobati luka Mira, Dea ingin pergi tapi sang Oma malah memanggiknya dan menyuruh Mira untuk istirahat ke kamar. Oma Zaenab menuntun cucu tersayangnya itu untuk duduk. Bagaimana lagi, Dea cucu perempuan satu-satunya. Cucu Oma Zaenab yang lain semuanya laki-laki. "Dea...." Dea terlihat ragu untuk menatap Omanya, tapi sang Oma hanya tersenyum dan menepuk pangkuannya. Maka dengan ragu, Dea tidur di pangkuan Omanya yang sejak kecil suka melakukan itu padanya. "Oma udah kangen sama sikap manja kamu loh." Dea terkejut dengan ucapan neneknya itu, ia kira neneknya akan marah, apalagi ia tidak meminta maaf pada Mira. "Oma kira setelah kamu pulang kamu bakal manja-manjaan sama Oma, eh malah kamu mau istirahat dulu. Apa kamu capek?" Dea segera tersadar, "Eggak sih, Oma. Cuman ya ... gitu." Oma pun tersenyum tenang, "Nggak apa-apa Sayang, Mira juga kelihatannya nggak masalah." Dea pun mengangguk, tetapi melihat ekspresi Omanya yang berubah sendu membuat Dea b
Saat Dea dan Mira masih jadi sahabat; "Lu suka sama Bokap gue?!" tanya Dea remaja heboh. Mira remaja dengan senyum malunya mengangguk, ia baru saja mengungkapkan perasaannya pada sahabatnya tentang rasa sukanya pada Aron--ayah dari sahabatnya. "Ya siapa sih yang nggak suka sama Bokap lu? Kan elu sendiri yang cerita kalo banyak temen lo yang udah ngefans sama Bokap lo dari TK. Mereka nempelin bokap lu meskipun ... ya cuma ngefans doang." "Iya itu kan ngefans, beda ama lo yang bucin." "Ya anggap aja rasa suka gue ke Bokap lu cuma ngefans doang.""Gue bingung kenapa sih orang tuh pada suka sama Bokap gua, kan dia tuh udah tua.""Udah tua tapi masih cakep, why not?""Ih, why not, why not apaan. Lu liat aja Bokap gue itu udah 30an ke atas, udah Om-om! Selera lu liar juga ya.""Terserah lu mau bilang apa, gue juga nggak ngerti kenapa gue selalu naksir sama orang yang jauh lebih tua dari gue. Gak cuma Bokap lu aja, kalau gue ngefans sama artis juga gue bakal lihat orang yang minimal u
Pagi hari yang cerah bagi Dea, duduk di antara Oma dan Opanya yang paling ia rindukan. Suasana meja makan menjadi sangat hangat, kecuali sudut lain di mana Mira dan Aron terlihat sibuk sendiri dengan obrolan mereka. "Oma gak sabar bangt pingin liat Cicit Oma, bagaimanapun Oma kira kami tidak sampai bisa melihatnya, usia Oma bahkan sudah hampir 70 tahun you know?" Dea pun mengangguk, "Oma akan melihatnya segera." "Yah, asalkan kamu sehat selalu, Oma tenang." "Oma akan di sini lama kan?" tanya Dea berharap. "Yah, selam seminggu." "Kok cuma sebentar?" tanya Dea tak suka dengan situasi itu. "Gimana lagi, Oma harus kembali lagi kan?" "Gak harus, Oma dan Opa bisa tinggal di sini. Sampai aku melahirkan," rengek Dea. "Opaaaaaa!" bujugnya berganti pada sang Opa. "Kami akan kembali lagi saat kau melahirkan, jadi kamu tidak perlu khawatir, Sayang." Dea pun cemberut tetapi ia mengangguk setuju. "Enggak papa deh, pokoknya selama seminggu di sini, Opa dan Oma harus quality