"Bu!" Suara Pak Agus telah memberaikan lamunan Bu Edith. Wanita tua itu segera menoleh, menatap wajah suaminya yang tampak diliputi rasa penasaran. "Kok ibu malah bengong?" Bu Edith tidak langsung menjawab. Ia menarik nafas panjang, kemudian menghembuskan kembali secara perlahan. "Pak, aku rasa.... ini adalah ulah genderuwo," ucap Bu Edith lirih yang membuat Pak Agus tampak tersentak mendengar berita itu. "Apa? G-genderuwo? Bagaimana bisa ibu berpikir seperti itu?" tanya Pak Agus dengan heran. Kedua alisnya tampak mengerut menatap wajah istrinya yang terlihat memancarkan keseriusan di wajahnya. "Entahlah, pak. Tapi aku rasa.... Ini adalah sebuah kutukan," ucap Bu Edith dengan keyakinan. "Kutukan? Ah, ibu ngomongnya semakin ngaco saja," ucap Pak Agus sambil geleng-geleng kepala, lalu beranjak pergi meninggalkan istrinya. ***Franky duduk termangu di toko yang telah didirikan oleh bapaknya selama setahun lebih ini. Toko mendadak sepi, tidak seperti biasanya. Toko seolah kembali
"Kamu kenapa, Nak?" tanya Pak Agus yang telah memberaikan lamunan Franky. Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia beranjak dari tempatnya menuju ke dalam kamar. "Mas, kamu kok sudah pulang?" Nana yang saat itu sedang duduk di depan meja rias, segera menghampiri lelaki yang tampak linglung. Ia menyambar tangan suaminya untuk ia salami. "Mas kok tumben sudah pulang?" ulang Nana sekali lagi saat ia menyadari bahwa tidak ada jawaban dari lelaki itu. "Eh? Iya, dek. Toko sepi dan mas pikir mau turun hujan," jawab lelaki itu sekenanya. "Mas, kamu baik-baik saja kan? Kok muka mas pucat banget," tegur Nana yang segera menyadari ada yang aneh dalam diri suaminya. "Ah, nggak ada apa-apa, dek," sahut Franky sedikit gugup. Ia terlihat sedikit kikuk dan salah tingkah. "Mas capek, dek. Mas mau istirahat dulu ya?" pamit lelaki itu yang segera pergi menuju ke tempat tidur. "Iya, mas," sahut Nana masih menatap suaminya yang terlihat tidak seperti biasanya. ***Nana tersenyum saat ia
Harith menggigil ketakutan. Tanpa terasa air mengalir perlahan membasahi celana pendeknya. Ia tidak bisa berkata-kata. Kedua kakinya seolah terasa seperti kaku. Tidak bisa digerakkan meskipun otaknya menginginkan untuk berlari meninggalkan tempat itu. "Harith? Kamu belum pulang, nduk? Sudah malam." Suara yang sudah tidak asing itu terdengar lembut di telinga Harith. Saat bocah itu menoleh ke belakang, ia melihat neneknya telah berdiri agak jauh darinya. Nenek Harith tersenyum dengan penuh arti. Ia tidak pernah tahu bahwa cucunya sedang dalam bahaya. Belum sempat nenek Harith melangkah mendekati cucunya, ia terpaku saat melihat sosok bertubuh besar dan penuh dengan bulu berwarna hitam itu, keluar dari balik pohon beringin yang sangat besar, yang berada di hadapannya. Sosok Genderuwo itu mengeluarkan kukunya yang runcing. Jleb! Hanya sekali tusukan saja, salah satu kukunya menembus dada Harith hingga bocah itu terjatuh dan ambruk seketika. Kedua mata nenek Harith membelalak denga
"Mas, kamu sudah dengar desas-desus yang diceritakan warga sekitar?" tanya Nana dengan serius saat suaminya - Franky baru saja masuk ke dalam kamarnya. "Desas-desus apa, dek?" Lelaki itu balik bertanya pada Nana sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan menggunakan handuk kecil. "Tentang kampung ini yang dikutuk," jawab Nana dengan antusias. Ia menatap wajah Franky dengan serius, menunggu respon baik dari suaminya itu. "Dikutuk?" Kedua alis Franky tampak mengerut. Ia menatap wajah istrinya dengan tatapan yang dalam. Nana hanya mengangguk pelan, menjawab suaminya yang masih terlihat ragu-ragu. "Kenapa kamu bisa berpikir begitu?" tanya lelaki itu hendak memastikan. "Memangnya mas tidak tahu?" Kedua mata Nana membulat, menatap wajah suaminya dengan perasaan yang tidak percaya. Lelaki itu menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Aku mendengar dari beberapa orang warga, penduduk di sini satu persatu tewas secara tidak wajar." Franky tidak langsung menjawab pernyataan ist
"Aaakhhhh!!!" Suara teriakan Cecilion terdengar menggema saat jemari besar yang memiliki ujung kuku runcing itu mencengkram erat tubuh mungil Cecilion. Crat! Darah segar mengalir memenuhi jalanan di taman, saat tubuh Cecilion remuk dan hancur. *** Suara sirine mobil polisi yang beriringan terdengar di sepanjang jalan, yang membuat orang-orang di sekitar tampak heran karena tidak biasanya di Desa Sukameneng didatangi polisi. Beberapa mobil polisi memarkirkan mobil mereka di dekat taman, di mana terdapat laporan penemuan mayat yang tewas secara tidak wajar. Polisi lokal yang sudah lebih dulu tiba di tempat kejadian perkara, telah memasang garis polisi agar penduduk yang berada di sekitar, tidak menerobos masuk hanya untuk melihat-lihat, dan mengganggu proses investigasi. Franky yang kebetulan lewat di sekitar jalan yang berada di dekat taman, merasa heran karena taman biasanya selalu tampak sepi. Bahkan jika ramai, biasanya hanya ada anak-anak kecil saja yang bermain di sana. Ra
"Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres, yang terjadi di desa ini, mas," ucap Nana memberikan kesimpulan. Franky hening selama beberapa saat lamanya. Ia tidak langsung menanggapi argumen istrinya yang belum berdasar. "Aku pikir, desa ini telah dikutuk, mas," lanjut Nana tanpa ragu yang membuat Franky cukup kaget mendengarnya. "Hush! Jangan sembarang berucap, dek! Bagaimana kamu bisa menyimpulkan bahwa desa ini telah dikutuk? Jangan asal bicara dek! Nanti ada yang dengar ucapanmu," sahut Franky dengan tegas. Nana bungkam. Ia tidak berani melanjutkan ucapannya lagi, ataupun sekedar menyanggah ucapan suaminya itu. "Sudahlah, mungkin saja anak itu dililit ular piton," ucap Franky mencoba menepis segala pikiran buruk yang terlanjur bersarang di otaknya. Nana masih bungkam. Ia tidak menyahuti ucapan suaminya. Ia segera beranjak dari tempatnya berdiri untuk pergi menuju ke dapur. "Kamu sudah masak, dek?" tanya lelaki itu kembali bersuara, memecahkan keheningan yang berlangsung selama
"Helios kenapa?" tanya Federin dengan raut wajah yang tampak panik, ia menatap wajah teman-temannya secara bergantian, yang hanya menggelengkan kepala. "Kita lihat, yuk!" ajak Aldous yang segera beranjak dari tempatnya berdiri, dan disusul oleh Federin, Harley, dan Martin. Bocah-bocah itu tampak tercengang saat mereka tidak menemukan temannya di balik pohon beringin. "Aneh sekali, bukankah dia tadi masih berada di sini?" ucap Harley dengan heran, dan disetujui oleh teman-temannya yang tampak menganggukkan kepala. "Ke mana dia? Apakah dia sedang mengerjai kita?" tanya Martin sambil menatap wajah teman-temannya secara bergantian. "Entahlah, kalau pun benar dia mengerjai kita, lihat saja nanti!" kecam Harley dengan kesal. "Sudahlah, ayo kita pulang saja! Sebentar lagi magrib," ajak Aldous yang segera pergi meninggalkan area perkebunan, dan disusul oleh teman-temannya yang lain. Sementara itu, Helios yang masih berdiri kaku di sana, menatap teman-temannya yang telah pergi, tanpa bi
"Franky?" Suara Pak Agus yang tiba-tiba muncul dari arah pintu toko, membuat perhatian lelaki itu tersita. Ia menoleh, melihat bapaknya yang berjalan menghampiri dirinya. "Kamu ngapain di situ?" tanya Pak Agus dengan heran sambil mengerutkan kedua alisnya menatap putranya itu. Franky tidak langsung menjawab. Ia masih menggigil karena takut. Perhatiannya kembali ia arahkan ke depan, di mana makhluk menyeramkan itu berada. Tapi kosong. Tak ada apa pun di sana. Franky segera beranjak dari tempatnya. Ia berjalan menghampiri bapaknya dengan raut wajah yang pucat. "Kamu kenapa? Nggak enak badan?" tanya lelaki tua itu hendak memastikan.Franky tidak menyahut. Sesekali tatapannya ia alihkan ke belakang. Ia masih penasaran, ke mana makhluk itu pergi. Tapi sia-sia saja. Tak ada apa pun di sana. Semua menghilang begitu saja tanpa jejak. "Pak, aku mau pamit pulang," ujar Franky secara tiba-tiba. "Kenapa?" "Sepertinya aku sudah kelelahan, Pak. Akhir-akhir ini aku seperti berhalusinasi meli
Melihat pemandangan di depannya, membuat Bu Layla berteriak dengan histeris. Wanita itu merangkak untuk menghampiri tubuh suaminya yang terlihat tidak berdaya. Pak Khaled batuk berdarah, yang membuat Bu Layla semakin panik. "Bu, cepat bawa Xiena dan Xavier keluar dari rumah ini. Ajak juga putri kita, " ucapnya dengan suara yang lirih. Lelaki tua itu tampak sekarat. "Tapi kami harus ke mana Pak? " tanya Bu Layla dengan panik. Belum sempat Pak Khaled menjawab pertanyaan istrinya, ia yang melihat Esmeralda berjalan maju ke arahnya, berusaha sekuat tenaga untuk kembali bangkit, melindungi anak dan istrinya. "Cepatlah pergi, bu! " ucapnya yang segera berdiri di hadapan Esmeralda. Sementara Pak Khaled mengalihkan perhatian hantu wanita itu, Bu Layla dan Camelia pergi meninggalkan kamar sambil membawa serta Xiena dan Xavier. Mereka berhasil keluar dari rumah itu. Sedangkan Pak Khaled mendapatkan serangan bertubi-tubi yang membuat lelaki tua itu semakin tidak berdaya. Pak Khaled yan
"Bu, coba lihat siapa yang datang? " ucap Pak Khaled memberikan perintah. Bu Layla tidak menyahut. Ia segera beranjak dari tempat duduk nya menuju ke pintu depan. Saat ia membuka pintu dengan perlahan, ia membelalakkan kedua matanya karena terkejut. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang pucat itu, benar-benar Esmeralda. Dia sudah pulang setelah hampir satu bulan menghilang tanpa jejak, dan juga tiada kabar. Bu Layla melongo. "Ini beneran kamu Esmeralda? " tanyanya hendak memastikan. Wanita itu diam. Bibirnya mengatup rapat. Pandangannya kosong. Ia tidak menyahut pertanyaan yang telah diajukan oleh Bu Layla. Tatapan matanya terlihat kosong. Ia berjalan masuk ke dalam, melewati Bu Layla yang masih terbengong memandangi punggung Esmeralda yang semakin jauh dari hadapannya. wanita itu menuju ke kamar si kembar. Bu Layla yang tersadar dari lamunannya, bergegas masuk ke dalam rumah. Pak Khaled yang semula terlihat f
Tok tok tokSuara ketukan nyaring telah menyita perhatian Pak Khaled, Bu Layla dan Camelia yang sedang bermain dengan Xavier dan Xiena di ruang keluarga. Ketiganya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat. "Siapa ya yang datang? " tanya Pak Khaled yang terlihat penasaran. Camelia hanya angkat bahu, lalu kembali mengalihkan pandangannya menatap wajah Xavier dan Xiena. Bu Layla yang menyadari bahwa dirinya yang harus membukakan pintu, segera beranjak dari tempat ia duduk. "Biar ibu saja yang buka, " ucapnya yang melenggang pergi menuju ke pintu depan. Raut wajah Bu Layla berubah saat ia melihat seseorang yang berada di balik pintu, yang telah mengetuk pintu rumahnya adalah Pak Clint. Sebuah senyuman tampak tercetak dengan jelas di bibirnya. "Pak Clint? Ada apa ya? Tumben sore-sore datang bertamu? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Pak Clint terdiam selama beberapa saat. Wajahnya tampak memperlihatkan raut kebingungan dan gelisah, membuat Bu Layla menyadari bahwa ada
Seluruh bulu kuduk nya mendadak merinding. Esmeralda cepat-cepat masuk ke dalam mobilnya, dan kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit yang sebelumnya telah di beritahukan oleh Bi Masha lewat pesan singkat di aplikasi hijau. Setibanya di rumah sakit, Esmeralda segera turun dari mobil. Ia keluar dari halaman parkir menuju ke lobby rumah sakit. Ia menemui resepsionis yang berjaga di sana. "Permisi, mbak. Saya mau menjenguk pasien atas nama Bu Aurora yang katanya sedang kritis, " ucap Esmeralda dengan raut wajahnya yang terlihat serius. "Oh, Bu Aurora ya? dia sudah dipindahkan ke rumah sakit umum Daerah yang ada di seberang sana, Bu! Keadaannya semakin parah. kedua matanya terus mengeluarkan darah. "Mendengar penjelasan dari petugas rumah sakit yang berjaga, membuat Esmeralda termangu selama beberapa saat lamanya. Lamunan Esmeralda terberai saat ia mendengar suara dering ponsel yang berbunyi keras dari dalam tasnya. "Baik, mbak. Terimakasih infony
Esmeralda melangkah dengan perasaan kecewa yang mendalam. Ia merasa patah hati setelah melakukan ritual sesajen itu, tapi tidak membuahkan hasil sama sekali. Tidak ada petunjuk atau tanda-tanda keberadaan bayi perempuannya. Bu Layla yang menyadari diamnya wanita itu, mengusap-usap dengan lembut bahunya seolah memberikan isyarat agar wanita itu tetap kuat dan bersabar. Kedatangan Mereka segera disambut oleh Camelia yang menghampiri mereka dengan raut wajah yang terlihat sangat antusias. "Bagaimana? Apakah Xiena sudah ditemukan? " tanyanya menyambar. Bu layla dan Pak Khaled saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Sementara Esmeralda hanya tertunduk dengan raut wajah yang murung. "Di mana Xavier, Mel? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Ia merasa heran kenapa putrinya tidak bersama dengan bayi laki-laki itu. "Sehabis ku mandikan dan kuberi susu, dia tidur di kamar, " sahut Camelia menjelaskan. "Nduk, kamu kembali ke kamar s
Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia terdiam selama beberapa saat lamanya. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Ia menarik nafas panjang, kemudian ia menghembuskan kembali secara perlahan. "Saya.... Dulunya menikah dengan orang sini, " ucap Esmeralda yang memulai ceritanya. Sementara Bu Layla dan Camelia tampak menyimak penuturan wanita itu. "Saya sempat tinggal di sini bersama dengan mantan suami saya. Ibu mertua saya kurang menyukai saya karena saya belum memiliki keturunan. Lalu saya tiba-tiba hamil. Tapi mantan suami saya malah menceraikan saya. Katanya dia mandul, bagaimana mungkin saya bisa hamil? Dia menuding saya selingkuh." Airmata kembali mengalir perlahan membasahi pipi Esmeralda. "Ya, saya merasakan ada yang aneh dengan kehamilan saya. Hanya beberapa bulan saja, tiba-tiba perut saya membesar, dan saya merasakan kontraksi yang hebat hingga saya tidak sadarkan diri. Saat saya terbangun, ibu mertua saya bilang bahwa bayi saya tidak selamat.""Lalu, apa yang terjadi? " tanya
*Special Part*Dokter wanita itu tertegun selama beberapa saat. Dia melirik wajah Esmeralda yang balas menatapnya, sebelum pandangannya kembali beralih menatap wajah sang perawat. "Ada apa dengan bayi lelaki itu?" tanyanya hendak memastikan. Dokter wanita itu menyerahkan bayi perempuan yang sejak tadi berada di tangannya, pada sang ibu yang segera menampungnya. Dokter itu berjalan perlahan menghampiri sang perawat yang kembali menatap bayi lelaki yang tidak bergerak sama sekali. "Dia tidak menangis, dan juga tidak bergerak, dok. Apakah dia sudah meninggal?" Perawat itu menatap wajah dokter yang berdiri di hadapannya dengan perasaan khawatir. Dokter itu kemudian menggendong bayi laki-laki itu. Dan benar, ia tidak merasakan nafas bayi itu. Dia memijat perlahan dada bayi itu, memberikan pertolongan. dia pikir, bayi itu tersedak air ketuban. Setelah beberapa menit ia berusaha, tapi hasilnya nihil. dokter mulai berputus asa. Dia menarik nafas panjang, dan menghelanya dengan kasar. D
Angin berembus dengan semilir. Pintu terbuka semakin lebar, yang membuat kedua mata Camelia dan Esmeralda terbelalak dengan lebar. Tak seorang pun yang berdiri di sana untuk membuka pintu. Padahal mereka sudah sangat yakin bahwa pintu kamar sudah ditutup dengan benar. Tidak mungkin terbuka oleh angin.Camelia dan Esmeralda saling menatap satu sama lain. Keduanya saling menelan ludah."Siapa yang membuka pintu itu? " Camelia menatap wajah Esmeralda dengan tatapan tajam.Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Mungkin tadi saat Pak Kyai Khaled keluar, dia tidak menutup pintu dengan rapat, jadi terbuka sedikit oleh angin, " Sahut Esmeralda berusaha menenangkan dirinya dan juga putri Pak Kyai yang hanya menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh wanita itu."Ya, masuk akal juga, " Ucapnya dengan intonasi yang datar. Ia tersenyum kaku, berusaha menyamarkan perasaan takut yang sedang menguasai dirinya.Esmeralda balas tersenyum. "Biar aku tutup pin
Mendengar teriakan Camelia, perhatian Pak Kyai Khaled dan Bu Layla, segera tersita. Keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, sebelum keduanya beranjak dari tempat mereka menuju ke dapur untuk melihat apa yang telah terjadi pada putri mereka.Keduanya tercengang saat melihat Camelia tergeletak di lantai dapur, dengan pecahan gelas yang sedikit basah.Mereka melangkah dengan hati- hati agar tidak terkena pecahan kaca, mendekati putri mereka yang tidak sadarkan diri."Nduk? " Pak kyai mengusap lembut wajah Camelia. Wanita itu sama sekali tidak merespon."Pak, kita bawa dia ke kamar saja, " Ucap Bu Layla dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.Sementara Pak kyai Khaled membopong tubuh putrinya, membawanya ke kamar, Bu Layla membereskan pecahan gelas."Apa yang telah dilihat putri kita, pak? Sampai dia tidak sadarkan diri seperti itu, " Ucap Bu Layla menatap wajah Pak kyai, setelah wanita itu masuk ke dalam kamar putrinya, dan duduk di sebelah suaminya."Entahlah, Bu