Share

Bab 94

Author: Sylus wife
last update Last Updated: 2025-01-06 18:01:14

Sulistyo tersenyum tipis, kemudian tawa gila meledak dari bibirnya, memenuhi ruangan dengan gema yang mencekam. Kepalanya menengadah ke langit-langit seolah ia baru saja merengkuh kemenangan tertinggi. “Aku akan membuatmu semakin mencintaiku, Aisyah!” serunya penuh gairah. Tanpa ragu, ia menghunjamkan asap hitam yang memadat dari tubuhnya ke perut Mustofa, berkali-kali, seperti seorang algojo tanpa belas kasih.

Darah menyembur liar, membasahi lantai, memancar dari setiap luka yang ditinggalkan oleh senjata bayangan itu. Mustofa terisak tanpa suara, suaranya terkunci oleh rasa sakit yang luar biasa. Tenggorokannya yang penuh luka tak lagi mampu mengeluarkan teriakan, hanya rintihan parau yang tercekik di dalam dada. Asap hitam terus menari-nari, menusuk-nusuk tanpa ampun, merobek kulit dan daging dengan ganas, hingga isi perutnya mulai tumpah keluar, berlumuran darah dan aroma kematian.

Sulistyo memiringkan kepala, menikmati setiap momen seperti seorang seniman yang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 95

    Aisyah memejamkan mata, ragu-ragu namun perlahan mendekatkan wajahnya ke arah Sulistyo. Udara di antara mereka seolah membeku, penuh ketegangan yang menggigit. Napas keduanya bertemu dalam hembusan lembut yang membakar kulit, menggema di dalam kepala Aisyah dengan nyeri yang tak bisa dijelaskan. Ia bisa merasakan detak jantungnya menggila, sementara rasa takut dan pasrah bercampur menjadi satu, menghantamnya dengan kekuatan yang membuat tubuhnya kaku.Sulistyo tersenyum penuh kemenangan. Dalam benaknya, ketundukan Aisyah adalah puncak dari segala kesenangan. Tanpa menunggu lebih lama, tangannya yang besar dan kasar melesat ke belakang kepala Aisyah, menariknya dengan keras hingga bibir mereka bertemu dalam ciuman yang intens dan penuh dominasi. Tidak ada kelembutan, hanya kerakusan yang menguasai. Bibirnya menghujam tanpa ampun, menuntut lebih dan lebih, seakan ingin menyerap habis jiwa istrinya yang gemetar di dalam genggamannya.Aisyah menahan napas, tubuhnya mem

    Last Updated : 2025-01-07
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 96

    Ponsel di meja bergetar, nyaring, memenuhi ruang dengan dering yang menggema seperti dentuman bel kematian yang tidak terhindarkan. Nama Anisa muncul di layar, berkedip-kedip seolah mengundang harapan yang tak pernah benar-benar hadir dalam hidup Aisyah. Jemarinya gemetar saat mencoba meraih ponsel itu. Namun, tangan besar Sulistyo dengan cepat menangkap pergelangan tangannya, menghentikan gerakannya seakan mengunci nasib yang sudah diputuskan."Tidak boleh!" tegas Sulistyo dengan nada rendah yang penuh ancaman.Aisyah menatapnya dengan pandangan memohon. Matanya berkaca-kaca, bening seperti cermin yang memantulkan rasa takut dan ketidakberdayaan. "Ayolah…." Suaranya pecah, hampir seperti bisikan. "Aku hanya ingin bicara dengan kakakku sebentar saja. Aku janji tidak akan lama, dan aku tidak akan membicarakan apa pun tentangmu … Aku bersumpah!"Sulistyo tersenyum miring, senyum yang tidak membawa kehangatan tetapi ketakutan yang semakin menusuk. Ia mengusap

    Last Updated : 2025-01-07
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 97

    “Kakakmu itu.…” Sulistyo bergumam pelan, seolah berbicara dengan bayangannya sendiri, sementara senyuman licik terlukis di bibirnya. “Kalau dibiarkan, dia bisa jadi ancaman besar untukku.” Suaranya datar, tetapi penuh dengan nada ancaman yang membuat udara di ruangan terasa semakin dingin dan mencekam.Mata Aisyah membelalak. Napasnya tersentak, dadanya terasa remuk. Ia langsung menggeleng keras dengan ketakutan yang nyata, memohon dengan segenap jiwa yang tersisa. “Tidak! Jangan, aku mohon!” suaranya pecah penuh kepanikan. “Kau ... Kau sudah berjanji! Kau berjanji tidak akan menyakiti keluargaku selama aku menuruti semua keinginanmu!”Sulistyo membungkuk, mendekatkan wajahnya ke wajah Aisyah yang pucat. Tangannya mencengkeram dagu Aisyah dengan kasar, memaksa mata mereka bertemu. Cengkeramannya begitu kuat hingga Aisyah merasa tulang rahangnya berdenyut sakit. “Benarkah aku pernah berkata seperti itu?” Suaranya rendah, nyaris berbisik, tetapi penuh racun.

    Last Updated : 2025-01-07
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 98

    Sulistyo duduk santai di sofa ruang keluarga, tetapi matanya penuh waspada, mengamati setiap sudut ruangan seperti raja yang baru saja merebut tahtanya. Cahaya matahari yang masuk melalui celah tirai terasa dingin, tak mampu menembus aura suram yang melingkupinya. Dia tidak perlu memanggil keluarganya. Dia tahu—seperti serigala mencium darah—mereka akan datang sendiri, penuh rasa ingin tahu yang menyala-nyala.Tak butuh waktu lama. Langkah kaki terdengar mendekat, lalu pintu terbuka lebar. Jatmiko dan Ratri, kedua orang tuanya, masuk dengan ekspresi penuh kewaspadaan. Di belakang mereka, Prasetya, adik bungsunya yang sekarang memimpin partai besar, mengikuti dengan raut wajah setengah penasaran, setengah cemas. Mereka duduk dengan rapi, seperti para hakim yang siap mengadili."Ayah dengar," Jatmiko memulai, suaranya dalam dan tegas, meski bibirnya tampak bergetar, "kau mendapatkan kekuatan... semacam asap hitam misterius. Itu hanya rumor, kan? Sesuatu yang dilebih-lebihkan? Atau... ba

    Last Updated : 2025-01-08
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 1

    "Tolong! Siapa pun! Tolong aku!”Teriakan memilukan menggema di sebuah aula besar yang gelap dan sepi dalam istana negara. Suara tangisan seorang gadis muda berusia 19 tahun merobek keheningan malam, memohon belas kasihan yang tak kunjung datang. Tubuhnya tergeletak tak berdaya, mencoba melawan kekuatan seorang pria yang memaksanya. Di atasnya, wajah dingin Sulistyo Nugroho—calon wakil presiden yang segera dilantik—tak menunjukkan penyesalan sedikit pun.Dia tersenyum sinis di tengah jeritan itu, seolah menikmati kekuasaannya yang tak tergoyahkan. Di sisi lain, gadis itu menggigil, air matanya bercampur rasa sakit dan kehinaan yang tak dapat ia ungkapkan. Tidak ada saksi, hanya dinding-dinding dingin yang membisu di aula megah itu.---Sejak dua minggu setelah kejadian itu, Aisyah terbaring diam di kamar kecilnya. Tubuhnya terasa remuk, bukan hanya karena luka fisik, tetapi juga rasa jijik dan hina yang menusuk batinnya. Ia menatap langit-langit kamar dengan mata sembab, air matanya t

    Last Updated : 2024-11-16
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 2

    Tiga hari kemudian, Aisyah duduk di depan meja rias, wajahnya dingin seperti porselen. Beberapa MUA sibuk merapikan riasannya, namun suasana di ruangan itu terasa berat, penuh ketegangan yang tak terlihat. Hanya suara lembut kuas bedak yang berbisik di udara, menemani keheningan yang menggantung. "Wah, calon istri wakil presiden kita memang luar biasa cantik! Tidak heran kalau calon wakil presiden yang katanya dingin itu bisa jatuh hati. Rupanya pengibar bendera tidak hanya ahli mengibarkan bendera, tapi juga perasaan pria seperti seorang calon wakil presiden!" ujar salah satu MUA yang tampaknya berusaha mencairkan suasana. Aisyah meliriknya sekilas dari balik cermin, senyum tipis terukir di bibirnya. Namun, itu bukan senyum ramah, melainkan senyuman yang dingin dan penuh ketidaksenangan. Ekspresinya cukup untuk membuat orang di sekitarnya merasa kecil. "Fokus saja merias," tegur seorang MUA lain, menyenggol rekannya pelan. MUA yang cerewet itu mendengus kecil, tetapi segera me

    Last Updated : 2024-11-17
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 3

    Malam pertama setelah pesta pernikahan itu terasa seperti neraka bagi Aisyah. Ia duduk di depan cermin besar, berusaha melepas konde yang terasa seperti belenggu di kepalanya. Gerakannya lambat, hampir tanpa tenaga. Wajahnya memucat, menahan rasa lelah dan kehinaan yang menghimpit.Sulistyo berdiri di sudut ruangan, tangan terlipat di dada, matanya mengawasi Aisyah seperti seekor elang. Tatapannya tajam, dipenuhi kebencian yang tak berusaha ia sembunyikan.Aisyah tahu, pria itu tidak berniat menyembunyikan rasa muaknya terhadap dirinya. Namun, ia hanya bisa diam, tangannya gemetar saat mencoba membuka sanggul yang sudah membuat kepalanya nyeri. "Apalagi yang dia mau dariku?" batinnya, tapi ia tak punya keberanian untuk berkata sepatah kata pun.Sulistyo akhirnya angkat bicara, suaranya tajam menusuk. "Ini semua salahmu. Jangan bertingkah seperti korban."Aisyah terhenti sejenak, tapi tak berani berbalik. Ia hanya memejamkan matanya rapat-rapat. "Korban? Aku memang korban... Semua oran

    Last Updated : 2024-11-17
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 4

    Pagi itu, langkah berat terdengar mendekati kamar Aisyah. Pintu terbuka dengan kasar, dan Ratri, ibu Sulistyo, masuk dengan tatapan tajam. Tanpa mengatakan apapun, ia menarik selimut yang menutupi tubuh Aisyah dengan gerakan penuh emosi.“Jam segini masih tidur? Bangun!” bentaknya, suaranya menggema di ruangan sempit itu.Aisyah membuka mata perlahan, tubuhnya terasa remuk. Wajahnya yang memar tampak lesu, dan nafasnya masih tersengal akibat malam yang panjang. “Aku sudah bangun sejak jam tiga tadi,” gumamnya lirih.“Lalu kenapa kembali tidur? Cepat bangun! Kau pikir hidupmu di sini untuk bermalas-malasan?” Ratri menarik tangan Aisyah dengan kasar, membuat tubuhnya limbung.Aisyah berusaha duduk, menahan rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh. Wajahnya tanpa ekspresi, hanya tatapan dingin yang ia berikan. “Apa lagi?” tanyanya, suaranya nyaris tak terdengar.“Kau itu sudah jadi istri! Cepat ke dapur dan siapkan sarapan untuk suamimu!” perintah Ratri, nadanya penuh otoritas.Aisyah m

    Last Updated : 2024-11-18

Latest chapter

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 98

    Sulistyo duduk santai di sofa ruang keluarga, tetapi matanya penuh waspada, mengamati setiap sudut ruangan seperti raja yang baru saja merebut tahtanya. Cahaya matahari yang masuk melalui celah tirai terasa dingin, tak mampu menembus aura suram yang melingkupinya. Dia tidak perlu memanggil keluarganya. Dia tahu—seperti serigala mencium darah—mereka akan datang sendiri, penuh rasa ingin tahu yang menyala-nyala.Tak butuh waktu lama. Langkah kaki terdengar mendekat, lalu pintu terbuka lebar. Jatmiko dan Ratri, kedua orang tuanya, masuk dengan ekspresi penuh kewaspadaan. Di belakang mereka, Prasetya, adik bungsunya yang sekarang memimpin partai besar, mengikuti dengan raut wajah setengah penasaran, setengah cemas. Mereka duduk dengan rapi, seperti para hakim yang siap mengadili."Ayah dengar," Jatmiko memulai, suaranya dalam dan tegas, meski bibirnya tampak bergetar, "kau mendapatkan kekuatan... semacam asap hitam misterius. Itu hanya rumor, kan? Sesuatu yang dilebih-lebihkan? Atau... ba

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 97

    “Kakakmu itu.…” Sulistyo bergumam pelan, seolah berbicara dengan bayangannya sendiri, sementara senyuman licik terlukis di bibirnya. “Kalau dibiarkan, dia bisa jadi ancaman besar untukku.” Suaranya datar, tetapi penuh dengan nada ancaman yang membuat udara di ruangan terasa semakin dingin dan mencekam.Mata Aisyah membelalak. Napasnya tersentak, dadanya terasa remuk. Ia langsung menggeleng keras dengan ketakutan yang nyata, memohon dengan segenap jiwa yang tersisa. “Tidak! Jangan, aku mohon!” suaranya pecah penuh kepanikan. “Kau ... Kau sudah berjanji! Kau berjanji tidak akan menyakiti keluargaku selama aku menuruti semua keinginanmu!”Sulistyo membungkuk, mendekatkan wajahnya ke wajah Aisyah yang pucat. Tangannya mencengkeram dagu Aisyah dengan kasar, memaksa mata mereka bertemu. Cengkeramannya begitu kuat hingga Aisyah merasa tulang rahangnya berdenyut sakit. “Benarkah aku pernah berkata seperti itu?” Suaranya rendah, nyaris berbisik, tetapi penuh racun.

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 96

    Ponsel di meja bergetar, nyaring, memenuhi ruang dengan dering yang menggema seperti dentuman bel kematian yang tidak terhindarkan. Nama Anisa muncul di layar, berkedip-kedip seolah mengundang harapan yang tak pernah benar-benar hadir dalam hidup Aisyah. Jemarinya gemetar saat mencoba meraih ponsel itu. Namun, tangan besar Sulistyo dengan cepat menangkap pergelangan tangannya, menghentikan gerakannya seakan mengunci nasib yang sudah diputuskan."Tidak boleh!" tegas Sulistyo dengan nada rendah yang penuh ancaman.Aisyah menatapnya dengan pandangan memohon. Matanya berkaca-kaca, bening seperti cermin yang memantulkan rasa takut dan ketidakberdayaan. "Ayolah…." Suaranya pecah, hampir seperti bisikan. "Aku hanya ingin bicara dengan kakakku sebentar saja. Aku janji tidak akan lama, dan aku tidak akan membicarakan apa pun tentangmu … Aku bersumpah!"Sulistyo tersenyum miring, senyum yang tidak membawa kehangatan tetapi ketakutan yang semakin menusuk. Ia mengusap

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 95

    Aisyah memejamkan mata, ragu-ragu namun perlahan mendekatkan wajahnya ke arah Sulistyo. Udara di antara mereka seolah membeku, penuh ketegangan yang menggigit. Napas keduanya bertemu dalam hembusan lembut yang membakar kulit, menggema di dalam kepala Aisyah dengan nyeri yang tak bisa dijelaskan. Ia bisa merasakan detak jantungnya menggila, sementara rasa takut dan pasrah bercampur menjadi satu, menghantamnya dengan kekuatan yang membuat tubuhnya kaku.Sulistyo tersenyum penuh kemenangan. Dalam benaknya, ketundukan Aisyah adalah puncak dari segala kesenangan. Tanpa menunggu lebih lama, tangannya yang besar dan kasar melesat ke belakang kepala Aisyah, menariknya dengan keras hingga bibir mereka bertemu dalam ciuman yang intens dan penuh dominasi. Tidak ada kelembutan, hanya kerakusan yang menguasai. Bibirnya menghujam tanpa ampun, menuntut lebih dan lebih, seakan ingin menyerap habis jiwa istrinya yang gemetar di dalam genggamannya.Aisyah menahan napas, tubuhnya mem

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 94

    Sulistyo tersenyum tipis, kemudian tawa gila meledak dari bibirnya, memenuhi ruangan dengan gema yang mencekam. Kepalanya menengadah ke langit-langit seolah ia baru saja merengkuh kemenangan tertinggi. “Aku akan membuatmu semakin mencintaiku, Aisyah!” serunya penuh gairah. Tanpa ragu, ia menghunjamkan asap hitam yang memadat dari tubuhnya ke perut Mustofa, berkali-kali, seperti seorang algojo tanpa belas kasih.Darah menyembur liar, membasahi lantai, memancar dari setiap luka yang ditinggalkan oleh senjata bayangan itu. Mustofa terisak tanpa suara, suaranya terkunci oleh rasa sakit yang luar biasa. Tenggorokannya yang penuh luka tak lagi mampu mengeluarkan teriakan, hanya rintihan parau yang tercekik di dalam dada. Asap hitam terus menari-nari, menusuk-nusuk tanpa ampun, merobek kulit dan daging dengan ganas, hingga isi perutnya mulai tumpah keluar, berlumuran darah dan aroma kematian.Sulistyo memiringkan kepala, menikmati setiap momen seperti seorang seniman yang

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 93

    Asap hitam mengepul dari tubuh Sulistyo, merayap seperti ular licik di sekeliling ruangan, menciptakan hawa mencekam yang membuat napas Aisyah tercekat. Mata hitam pria itu memandang lekat padanya, menyala dengan kekejian yang hanya ia sendiri yang tahu bagaimana cara menikmatinya."Aisyah," ucap Sulistyo pelan, suara lembut yang mengandung ancaman di setiap hurufnya, "kau ingin hadiah dulu, atau ... Hukuman dulu?"Aisyah mencoba membuka mulut, tetapi suaranya tersangkut di tenggorokan yang serasa dicekik oleh rasa takut. "A-aku...."Tiba-tiba, teriakan memecah kesunyian. "Aisyah!" Mustofa menggeliat di lantai, menyeret tubuhnya yang terikat dengan kedua kaki yang gemetar penuh amarah. "Aku adalah ayahmu! Cepat lepaskan aku kalau kau tidak ingin menjadi anak durhaka!"Aisyah menggertakkan gigi, wajahnya memucat. "Eksekusi saja dia!" teriaknya dengan suara yang bergetar, matanya memancarkan kebencian yang membakar. "Tapi ... Lepaskan Pak Rayhan! Di

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 92

    Matahari mulai menyibak cakrawala, cahayanya yang lembut menelusup melalui celah-celah tirai kamar, menyapu wajah Aisyah yang tertidur lelap. Bekas air mata masih membekas di pipinya yang pucat, dan helai-helai rambut hitam panjangnya berantakan, seperti pantulan dari badai yang berkecamuk di hatinya sepanjang malam. Sulistyo berdiri di sisi ranjang, menatapnya dengan intensitas yang memancar seperti api diam-diam. Dengan gerakan lembut tapi mengandung kepemilikan mutlak, dia menyisir rambut Aisyah menggunakan jemarinya, merasakan kelembutannya yang seolah berbisik kepadanya, mengingatkannya bahwa dia memegang kendali penuh atas setiap tarikan napas gadis itu."Tidurlah yang nyenyak, sayang," bisiknya pelan, suaranya mengalir penuh kesyahduan yang licik. Dia menunduk, mengecup rambut Aisyah dengan kelembutan yang berbahaya. "Aku akan menjagamu."Dia berdiri tegak kembali, matanya sejenak memandang wajah istrinya, lalu berbalik dan berjalan keluar dengan l

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 91

    Sulistyo menatap wajah Aisyah yang pucat dengan mata penuh gairah yang salah arah. Tangannya yang kasar namun lembut dalam gerakan penuh kepemilikan, mengusap bibir istrinya perlahan, jari-jarinya menyentuh kehangatan yang ia klaim sebagai miliknya sendiri. Bibirnya menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. "Ini lebih cantik," bisiknya, seakan setiap kata adalah duri manis yang menusuk jiwa."Dan sekarang…." Sulistyo meraih biskuit di atas nampan dengan gerakan penuh kontrol, lalu mengarahkannya ke mulut Aisyah. "Makanlah camilan ini."Aisyah tidak bergerak. Matanya terpaku pada biskuit di hadapannya seperti benda itu bisa berubah menjadi racun atau perangkap mematikan kapan saja. Kecurigaan melilit pikirannya. Apakah ada racun di dalamnya? Ataukah sesuatu yang jauh lebih kejam—afrodisiak, obat penenang, atau zat lain yang akan memperburuk keadaannya?Sulistyo memperhatikan kebisuan Aisyah. Melihat ketakutan yang terpancar dari matanya, ia tertawa kecil, s

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 90

    Aisyah membulatkan matanya, merasa ngeri, syok, dan tak mampu percaya pada kata-kata yang meluncur dari bibir Sulistyo. Otaknya bekerja keras, berputar dengan kecepatan penuh, berusaha mencerna setiap kalimat yang terdengar seperti dongeng gelap dari novel fantasi.Namun, sekeras apa pun dirinya mencoba menerima logika di balik cerita itu, kenyataan yang Sulistyo paparkan tetap terasa terlalu asing dan mustahil."Ini tidak mungkin..,." pikirnya, napasnya memburu, matanya yang besar penuh ketakutan memantulkan bayangan pria di hadapannya.Sulistyo menatap Aisyah dengan seringai lebar. Kekehannya yang pelan terdengar seperti suara setan yang menikmati penderitaan korbannya. "Ekspresimu...," bisiknya dengan nada manis yang beracun. "Sungguh menggemaskan."Dengan gerakan yang membuat darah Aisyah berdesir penuh jijik, Sulistyo mendekatkan wajahnya dan mengisap pipinya perlahan. Mata hitamnya menatap langsung ke dalam matanya, memancarkan kesan dominas

DMCA.com Protection Status