Share

Bab 89

Author: Sylus wife
last update Last Updated: 2025-01-05 06:13:29

Sulistyo mengusap wajah Aisyah dengan lembut, jemarinya menyentuh setiap luka yang menghiasi pipi perempuan itu seolah menorehkan kasih sayang yang palsu, namun begitu meyakinkan. Dia mengoleskan obat dengan gerakan perlahan, seperti seorang pria yang benar-benar peduli pada wanita di hadapannya.

Senyum tipisnya merekah, penuh pesona beracun. Aisyah hanya diam, menerima sentuhan-sentuhan itu dengan enggan, tetapi tidak melawan. Tubuhnya kaku, matanya kosong, terperangkap dalam kebisuan yang menyesakkan.

“Kamu pasti penasaran,” suara Sulistyo memecah kesunyian yang melingkupi mereka. Suaranya rendah, seolah rahasia besar sedang menanti untuk diungkapkan.

Aisyah mendongak perlahan. Sorot matanya yang penuh kebencian masih membara, tetapi ada sedikit kilatan rasa ingin tahu yang tak bisa ia sembunyikan.

“Soal kenapa aku bisa mendapatkan kekuatan ini,” Sulistyo berbisik, memiringkan kepalanya, senyumannya semakin dalam, seakan menikmati setiap detik
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 90

    Aisyah membulatkan matanya, merasa ngeri, syok, dan tak mampu percaya pada kata-kata yang meluncur dari bibir Sulistyo. Otaknya bekerja keras, berputar dengan kecepatan penuh, berusaha mencerna setiap kalimat yang terdengar seperti dongeng gelap dari novel fantasi.Namun, sekeras apa pun dirinya mencoba menerima logika di balik cerita itu, kenyataan yang Sulistyo paparkan tetap terasa terlalu asing dan mustahil."Ini tidak mungkin..,." pikirnya, napasnya memburu, matanya yang besar penuh ketakutan memantulkan bayangan pria di hadapannya.Sulistyo menatap Aisyah dengan seringai lebar. Kekehannya yang pelan terdengar seperti suara setan yang menikmati penderitaan korbannya. "Ekspresimu...," bisiknya dengan nada manis yang beracun. "Sungguh menggemaskan."Dengan gerakan yang membuat darah Aisyah berdesir penuh jijik, Sulistyo mendekatkan wajahnya dan mengisap pipinya perlahan. Mata hitamnya menatap langsung ke dalam matanya, memancarkan kesan dominas

    Last Updated : 2025-01-05
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 91

    Sulistyo menatap wajah Aisyah yang pucat dengan mata penuh gairah yang salah arah. Tangannya yang kasar namun lembut dalam gerakan penuh kepemilikan, mengusap bibir istrinya perlahan, jari-jarinya menyentuh kehangatan yang ia klaim sebagai miliknya sendiri. Bibirnya menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. "Ini lebih cantik," bisiknya, seakan setiap kata adalah duri manis yang menusuk jiwa."Dan sekarang…." Sulistyo meraih biskuit di atas nampan dengan gerakan penuh kontrol, lalu mengarahkannya ke mulut Aisyah. "Makanlah camilan ini."Aisyah tidak bergerak. Matanya terpaku pada biskuit di hadapannya seperti benda itu bisa berubah menjadi racun atau perangkap mematikan kapan saja. Kecurigaan melilit pikirannya. Apakah ada racun di dalamnya? Ataukah sesuatu yang jauh lebih kejam—afrodisiak, obat penenang, atau zat lain yang akan memperburuk keadaannya?Sulistyo memperhatikan kebisuan Aisyah. Melihat ketakutan yang terpancar dari matanya, ia tertawa kecil, s

    Last Updated : 2025-01-05
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 92

    Matahari mulai menyibak cakrawala, cahayanya yang lembut menelusup melalui celah-celah tirai kamar, menyapu wajah Aisyah yang tertidur lelap. Bekas air mata masih membekas di pipinya yang pucat, dan helai-helai rambut hitam panjangnya berantakan, seperti pantulan dari badai yang berkecamuk di hatinya sepanjang malam. Sulistyo berdiri di sisi ranjang, menatapnya dengan intensitas yang memancar seperti api diam-diam. Dengan gerakan lembut tapi mengandung kepemilikan mutlak, dia menyisir rambut Aisyah menggunakan jemarinya, merasakan kelembutannya yang seolah berbisik kepadanya, mengingatkannya bahwa dia memegang kendali penuh atas setiap tarikan napas gadis itu."Tidurlah yang nyenyak, sayang," bisiknya pelan, suaranya mengalir penuh kesyahduan yang licik. Dia menunduk, mengecup rambut Aisyah dengan kelembutan yang berbahaya. "Aku akan menjagamu."Dia berdiri tegak kembali, matanya sejenak memandang wajah istrinya, lalu berbalik dan berjalan keluar dengan l

    Last Updated : 2025-01-06
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 93

    Asap hitam mengepul dari tubuh Sulistyo, merayap seperti ular licik di sekeliling ruangan, menciptakan hawa mencekam yang membuat napas Aisyah tercekat. Mata hitam pria itu memandang lekat padanya, menyala dengan kekejian yang hanya ia sendiri yang tahu bagaimana cara menikmatinya."Aisyah," ucap Sulistyo pelan, suara lembut yang mengandung ancaman di setiap hurufnya, "kau ingin hadiah dulu, atau ... Hukuman dulu?"Aisyah mencoba membuka mulut, tetapi suaranya tersangkut di tenggorokan yang serasa dicekik oleh rasa takut. "A-aku...."Tiba-tiba, teriakan memecah kesunyian. "Aisyah!" Mustofa menggeliat di lantai, menyeret tubuhnya yang terikat dengan kedua kaki yang gemetar penuh amarah. "Aku adalah ayahmu! Cepat lepaskan aku kalau kau tidak ingin menjadi anak durhaka!"Aisyah menggertakkan gigi, wajahnya memucat. "Eksekusi saja dia!" teriaknya dengan suara yang bergetar, matanya memancarkan kebencian yang membakar. "Tapi ... Lepaskan Pak Rayhan! Di

    Last Updated : 2025-01-06
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 94

    Sulistyo tersenyum tipis, kemudian tawa gila meledak dari bibirnya, memenuhi ruangan dengan gema yang mencekam. Kepalanya menengadah ke langit-langit seolah ia baru saja merengkuh kemenangan tertinggi. “Aku akan membuatmu semakin mencintaiku, Aisyah!” serunya penuh gairah. Tanpa ragu, ia menghunjamkan asap hitam yang memadat dari tubuhnya ke perut Mustofa, berkali-kali, seperti seorang algojo tanpa belas kasih.Darah menyembur liar, membasahi lantai, memancar dari setiap luka yang ditinggalkan oleh senjata bayangan itu. Mustofa terisak tanpa suara, suaranya terkunci oleh rasa sakit yang luar biasa. Tenggorokannya yang penuh luka tak lagi mampu mengeluarkan teriakan, hanya rintihan parau yang tercekik di dalam dada. Asap hitam terus menari-nari, menusuk-nusuk tanpa ampun, merobek kulit dan daging dengan ganas, hingga isi perutnya mulai tumpah keluar, berlumuran darah dan aroma kematian.Sulistyo memiringkan kepala, menikmati setiap momen seperti seorang seniman yang

    Last Updated : 2025-01-06
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 95

    Aisyah memejamkan mata, ragu-ragu namun perlahan mendekatkan wajahnya ke arah Sulistyo. Udara di antara mereka seolah membeku, penuh ketegangan yang menggigit. Napas keduanya bertemu dalam hembusan lembut yang membakar kulit, menggema di dalam kepala Aisyah dengan nyeri yang tak bisa dijelaskan. Ia bisa merasakan detak jantungnya menggila, sementara rasa takut dan pasrah bercampur menjadi satu, menghantamnya dengan kekuatan yang membuat tubuhnya kaku.Sulistyo tersenyum penuh kemenangan. Dalam benaknya, ketundukan Aisyah adalah puncak dari segala kesenangan. Tanpa menunggu lebih lama, tangannya yang besar dan kasar melesat ke belakang kepala Aisyah, menariknya dengan keras hingga bibir mereka bertemu dalam ciuman yang intens dan penuh dominasi. Tidak ada kelembutan, hanya kerakusan yang menguasai. Bibirnya menghujam tanpa ampun, menuntut lebih dan lebih, seakan ingin menyerap habis jiwa istrinya yang gemetar di dalam genggamannya.Aisyah menahan napas, tubuhnya mem

    Last Updated : 2025-01-07
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 96

    Ponsel di meja bergetar, nyaring, memenuhi ruang dengan dering yang menggema seperti dentuman bel kematian yang tidak terhindarkan. Nama Anisa muncul di layar, berkedip-kedip seolah mengundang harapan yang tak pernah benar-benar hadir dalam hidup Aisyah. Jemarinya gemetar saat mencoba meraih ponsel itu. Namun, tangan besar Sulistyo dengan cepat menangkap pergelangan tangannya, menghentikan gerakannya seakan mengunci nasib yang sudah diputuskan."Tidak boleh!" tegas Sulistyo dengan nada rendah yang penuh ancaman.Aisyah menatapnya dengan pandangan memohon. Matanya berkaca-kaca, bening seperti cermin yang memantulkan rasa takut dan ketidakberdayaan. "Ayolah…." Suaranya pecah, hampir seperti bisikan. "Aku hanya ingin bicara dengan kakakku sebentar saja. Aku janji tidak akan lama, dan aku tidak akan membicarakan apa pun tentangmu … Aku bersumpah!"Sulistyo tersenyum miring, senyum yang tidak membawa kehangatan tetapi ketakutan yang semakin menusuk. Ia mengusap

    Last Updated : 2025-01-07
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 97

    “Kakakmu itu.…” Sulistyo bergumam pelan, seolah berbicara dengan bayangannya sendiri, sementara senyuman licik terlukis di bibirnya. “Kalau dibiarkan, dia bisa jadi ancaman besar untukku.” Suaranya datar, tetapi penuh dengan nada ancaman yang membuat udara di ruangan terasa semakin dingin dan mencekam.Mata Aisyah membelalak. Napasnya tersentak, dadanya terasa remuk. Ia langsung menggeleng keras dengan ketakutan yang nyata, memohon dengan segenap jiwa yang tersisa. “Tidak! Jangan, aku mohon!” suaranya pecah penuh kepanikan. “Kau ... Kau sudah berjanji! Kau berjanji tidak akan menyakiti keluargaku selama aku menuruti semua keinginanmu!”Sulistyo membungkuk, mendekatkan wajahnya ke wajah Aisyah yang pucat. Tangannya mencengkeram dagu Aisyah dengan kasar, memaksa mata mereka bertemu. Cengkeramannya begitu kuat hingga Aisyah merasa tulang rahangnya berdenyut sakit. “Benarkah aku pernah berkata seperti itu?” Suaranya rendah, nyaris berbisik, tetapi penuh racun.

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 150

    Sulistyo melangkah masuk ke kamar dengan wajah penuh percaya diri. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Aisyah duduk meringkuk di sudut ranjang, tubuhnya gemetar hebat. Wajahnya tersembunyi di balik bantal yang ia tekan erat-erat ke kepalanya, seolah mencoba memblokir sesuatu yang tak terlihat. Sesekali, isakan kecil terdengar dari balik bantal itu. Matanya menyipit, bingung dan sedikit terganggu. Dalam hitungan detik, dia berlari menghampiri Aisyah, lututnya berlutut di samping ranjang. Dengan lembut, tangannya menarik bantal dari wajah istrinya. "Ada apa, sayang? Kenapa menangis?" Wajah Aisyah basah oleh air mata, matanya sembab dan penuh ketakutan. Suaranya bergetar saat ia berbicara. "Dari tadi… Aku terus mendengar suara tembakan dan teriakan orang-orang." Ia menggigit bibir bawahnya, suaranya semakin lirih. "Aku tidak berani melihat ke jendela. Apa yang terjadi di luar sana?" Sulistyo terdiam sejenak, menyusun kata-kata dalam pikirannya. Kemudian, dengan suara yang mene

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 149

    Sulistyo berdiri angkuh di atas balkon istana negara, tubuhnya dibalut setelan formal yang memancarkan kekuasaan. Matanya menatap ke bawah dengan pandangan tajam penuh kepuasan, seolah dunia ini adalah panggung kecil yang ia kendalikan sepenuhnya. Udara malam yang dingin menyapu wajahnya, namun tak mampu mengusir kehangatan memabukkan dari rasa kemenangan yang memenuhi dirinya."Damai sekali…" gumamnya pelan, tapi penuh arogansi. Sebuah senyum licik mengembang di wajahnya. "Memang tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan uang."Ia berbalik, langkahnya perlahan namun penuh wibawa. Namun, saat punggungnya baru saja meninggalkan pandangan dari balkon, suara kerumunan mulai terdengar dari kejauhan. Raungan protes yang membakar udara malam bergema seperti guntur. Sulistyo berhenti di tengah langkah, mendengarkan dengan tenang, lalu kembali ke tepi balkon, kali ini dengan alis sedikit mengernyit.Di bawah sana, gelombang manusia mulai berkumpul di gerbang i

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 148

    Malam itu, suasana di rumah Anisa sangat sunyi. Angin malam bertiup lembut, menggoyangkan tirai jendela di ruang tamu tempat ia duduk sendiri, hanya ditemani oleh cahaya televisi yang menampilkan berita nasional. Adik-adiknya sudah terlelap di ranjang, tubuh kecil mereka bersandar dengan damai, tidak menyadari betapa resah hati kakak mereka.Anisa memeluk lututnya, matanya menatap layar televisi dengan raut penuh kebencian yang ia coba tahan agar tidak meledak. Lagi-lagi, layar kaca itu dipenuhi dengan berita selebriti yang sama sekali tidak penting. Perdebatan soal drama percintaan artis yang dipoles sedemikian rupa memenuhi setiap segmen, menggantikan pemberitaan luar negeri yang sebelumnya sempat membahas kebobrokan sistem pemerintahan di Dwipantara.Pemberitaan itu hanya bertahan sejenak, seperti embun pagi yang menguap sebelum sempat menyentuh tanah. Anisa tahu alasannya. "Tch! Pasti televisi sudah disogok pemerintah lagi!" gumamnya dengan suara pelan, meluapk

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 147

    Keesokan harinya, layar-layar televisi di seluruh penjuru negeri dipenuhi berita yang sama: "GDP Dwipantara Mengalami Penurunan Tajam, Negara Terancam Krisis Ekonomi." Gambar-gambar grafik ekonomi yang menukik tajam ke bawah terpampang jelas, diselingi laporan dari para analis ekonomi lokal dan internasional."Rendahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan pajak yang melambung tinggi telah melumpuhkan perekonomian nasional," ucap salah satu pembawa berita dengan nada serius. "UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat kini bertumbangan satu per satu, tak mampu bertahan di tengah himpitan ekonomi."Rekaman jalanan yang sepi dari aktivitas jual beli ditampilkan, diikuti visual mall-mall besar yang kosong melompong, dengan hanya segelintir orang yang terlihat berjalan cepat, sekadar untuk membeli kebutuhan pokok."Masyarakat Dwipantara kini bekerja tanpa henti, bagaikan kuda, hanya untuk mengisi perut mereka sendiri," lanjut pembawa berita, suaranya pen

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 146

    Aisyah berbaring di ranjang dengan tubuh yang terasa seolah terkunci. Di sebelahnya, Sulistyo bersandar santai, dengan senyum puas menghiasi wajahnya. Cahaya dari televisi menerangi kamar yang megah namun terasa sesak bagi Aisyah. Film romantis yang sedang diputar menambah ironi dalam hatinya, karena adegan-adegan penuh cinta itu jauh dari apa yang ia rasakan sekarang."Aku kurang suka film romantis," ucap Aisyah akhirnya, mencoba terdengar selembut mungkin agar tidak memicu amarah suaminya. Ia menyandarkan kepalanya di lengan Sulistyo, memasang senyum kecil yang dipaksakan. "Boleh ganti dengan film action atau thriller?" nada manjanya terasa aneh di telinganya sendiri, tetapi ia harus terus memainkan peran ini.Sulistyo menoleh ke arahnya, matanya yang tajam memerhatikan Aisyah seolah sedang membaca pikirannya. Ia terdiam beberapa detik, membuat suasana di antara mereka menjadi tegang. "Tapi, film seperti itu temanya berat," katanya akhirnya, suaranya rendah namun

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 145

    Aisyah duduk di atas ranjangnya yang dingin, memegangi kepala dengan kedua tangannya. Napasnya berat, penuh rasa frustrasi yang sulit ia tahan. Matanya berkaca-kaca saat kata-kata itu akhirnya keluar dari bibirnya dalam bisikan getir. "Bagaimana ini? Aku sudah hamil… Aku benar-benar mengandung anak dari tirani itu."Dengan gemetar, ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang, kedua tangannya perlahan bergerak mengusap perutnya yang masih rata. Sentuhan itu terasa asing, seperti menghubungkan dirinya dengan sesuatu yang sekaligus membangkitkan cinta sekaligus kebencian. "Aku harus melahirkannya," gumamnya pelan. "Harus tetap melahirkannya, meskipun kemungkinan besar dia akan mewarisi tahta ayahnya sebagai presiden KKN."Aisyah mendongak, menatap kosong ke langit-langit kamar. "Tapi aku berjanji… sebagai ibunya, aku akan mendidiknya dengan benar. Kalau bisa… aku akan membuatnya menjadi senjata untuk melawan ayahnya sendiri." Matanya menyipit, penuh tekad. Ia menga

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 144

    Sulistyo duduk di tepi ranjang, menatap perut Aisyah yang mulai membesar. Tangannya terulur, dengan lembut mengusap perut itu seolah mencari kehangatan dari kehidupan yang tumbuh di dalamnya."Jika sudah lahir, ingin diberi nama apa bayi kita?" tanyanya dengan suara yang terdengar tenang, namun mata tajamnya tetap memancarkan dominasi.Aisyah menoleh pelan, menatapnya dengan mata yang lelah. Air mukanya penuh kebingungan dan ketidakpastian. "Entahlah…" jawabnya, suaranya hampir seperti bisikan.Sulistyo tersenyum kecil, seolah menemukan sesuatu yang menghibur di balik sikap Aisyah yang bingung. "Bagaimana dengan nama seperti Kusumo?" tanyanya, suaranya terdengar penuh kebanggaan.Namun, Aisyah hanya menggeleng pelan. "Kita belum tahu yang lahir adalah anak perempuan atau anak laki-laki."Sejenak, suasana menjadi sunyi. Wajah Sulistyo yang sebelumnya terlihat tenang tiba-tiba menggelap. Matanya menyipit, dan rahangnya mengeras saat dia men

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 143

    Sulistyo memandang Aisyah dengan cemas saat ia menggenggam tubuh istrinya yang terasa lemah di pelukannya. Dalam diam, ia membawa Aisyah menuju kamar mereka. Langkahnya mantap, namun di balik ekspresi dingin yang biasa terpancar, ada ketegangan yang sulit disembunyikan.Setelah membuka pintu kamar, Sulistyo membaringkan Aisyah di atas ranjang dengan hati-hati, seperti memegang barang paling rapuh di dunia. Pandangannya tidak lepas dari wajah Aisyah yang terlihat pucat, namun tetap memancarkan kelembutan. "Aisyah, apa kau baik-baik saja? Kau tidak merasa sakit hati dengan ucapan ibu kan?"Aisyah, yang tubuhnya masih terasa lelah, hanya menggeleng pelan. Suaranya terdengar kecil, nyaris berbisik. "Tidak masalah, aku sudah biasa."Namun bagi Sulistyo, jawaban itu justru menambah perih di hatinya. Wajahnya mengeras, tetapi jemarinya tetap lembut saat menggenggam tangan Aisyah. "Jangan terlalu dipikirkan!" katanya dengan nada tegas, nyaris seperti perintah. "Ka

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 142

    Dua minggu berlalu sejak peristiwa terakhir, dan kini Aisyah duduk diam di atas ranjang, tangannya gemetar memegang test pack kecil di tangannya. Dua garis merah mencolok tertera di sana, menandakan sesuatu yang akan mengubah hidupnya selamanya. Kehamilan.Pandangannya kabur oleh air mata yang mulai menggenang, meski ia tak tahu apakah air mata itu lahir dari rasa senang, takut, atau bahkan keputusasaan. Ada kebahagiaan kecil yang menyelinap di sudut hatinya—setidaknya, Sulistyo tidak akan memaksanya lagi untuk segera hamil. Tapi di saat yang sama, ia merasa belenggu di hidupnya kini bertambah erat. Dengan kehamilan ini, kebebasan yang nyaris tak ada sebelumnya kini hilang sepenuhnya.Aisyah cepat-cepat menyembunyikan test pack itu di bawah bantal ketika mendengar langkah kaki mendekat dari luar kamar. Suara langkah itu, meski terdengar tenang, selalu membawa ketegangan di hatinya. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Sulistyo yang tersenyum lebar sambil me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status