Share

Bab 12

Author: Sylus wife
last update Last Updated: 2024-12-02 09:29:50

Setelah acara talk show berakhir, media sosial Aisyah meledak. Notifikasi tak berhenti berdatangan—jutaan orang mulai mengikuti akun pribadinya. Banyak yang memberikan dukungan, tetapi tidak sedikit pula yang mencemoohnya.

“Aisyah! Aku sudah lihat penampilanmu di talk show tadi. Kau wanita yang sangat kuat! Tetap semangat, ya!” tulis salah satu komentar yang membanjiri kolomnya.

“Aisyah adalah bukti bahwa perempuan bisa tetap berdiri meski dihancurkan oleh hidup. Terus bertahan, kami mendukungmu!” tulis pengguna lain dengan emoji hati yang memenuhi baris komentar.

Namun, tak semua suara semanis itu.

“Cantik darimana? Wajahnya biasa saja. Pasaran banget!” cemooh sebuah akun yang disertai tawa mengejek.

“Tch! Orang-orang ini mudah sekali terbuai cerita murahan. Lihat saja, sebentar lagi dia pasti jadi model kosmetik,” sindir komentar lain yang menuai ratusan tanda suka.

Namun ada pula yang membela.

“Berhenti menghujat! Aisyah itu cantik, dan lebih penting lagi, dia adalah korban. Bukankah kalian harusnya mendukung?”

“Kenapa kalian iri? Kalian cuma kesal karena kalian tidak secantik Aisyah, kan? Hah, dasar!”

Komentar-komentar lain ikut memanaskan suasana:

“Sepertinya kegugurannya itu bukan cuma karena ditendang, tapi juga karena fisik dan mentalnya belum siap. Banyak kasus seperti ini terjadi pada pengantin anak.”

“Memangnya salah kalau pria menikahi gadis muda? Asalkan si pria bersedia menerima apa adanya, kenapa harus ribut? Standar kalian semua terlalu tinggi!” balas seorang pengguna, yang langsung dihujani dislike.

Di sudut kamarnya, Aisyah membaca semua itu dengan ekspresi datar. Sesekali, ia terkekeh kecil, bukan karena bahagia, tetapi karena ironi yang begitu nyata.

“Lihat mereka…” gumamnya, menatap layar ponselnya dengan pandangan kosong. “Mereka bisa memilih pasangan berdasarkan standar sosial, berbicara tentang cinta dan penerimaan.” Ia meletakkan ponselnya di atas meja dengan kasar.

“Sedangkan aku?” lanjutnya, suaranya mulai bergetar, hampir seperti berbisik kepada dirinya sendiri. “Dinodai… lalu dinikahi demi menutupi aibnya. Cinta? Hah. Apa aku punya hak untuk membicarakan itu?”

Aisyah menghela napas panjang, menahan air mata yang mendesak keluar. Ia memandang cermin di seberang kamar. Sosoknya yang terlihat sempurna di depan kamera kini hanya bayangan seorang gadis muda yang dipaksa dewasa terlalu cepat.

“Mereka kasihan padaku?” Ia mendengus pelan, menatap bayangannya sendiri dengan getir. “Tidak ada yang lebih kasihan daripada diriku sendiri.”

Suara notifikasi dari ponsel kembali berdentang, tapi kali ini Aisyah tidak berniat membuka layar. Ia memejamkan mata, membiarkan kebisingan itu terus berlalu tanpa balasan.

Aisyah baru saja memejamkan mata, mencoba sejenak melupakan kekacauan hari itu, ketika suara ponselnya tiba-tiba berdering. Nada dering lagu pop favoritnya membuatnya langsung tersadar. Ia segera meraih ponsel dan menggeser layar untuk menerima panggilan.

“Halo, selamat siang. Dengan Aisyah di sini," sapanya, meskipun nada suaranya masih terdengar lelah.

“Selamat siang. Aku Nursyid. Kau pasti tahu diriku. Semua orang di negeri ini harusnya tahu,” jawab pria di seberang telpon dengan penuh percaya diri, tetapi sebelum ia sempat melanjutkan, Aisyah sudah memotong.

“Brand ambassador LightGlow Cosmetics?” tebak Aisyah, nadanya datar. Ia sudah bisa menduga apa maksud pria itu menghubunginya.

“Benar sekali!” seru Nursyid dengan nada puas. “Kau bisa mulai akting sekarang?”

“A-apa?” Aisyah tersentak. “Tapi aku baru pulang dari acara talk show! Tidak bisakah ini—”

“Hati-hati di jalan. Usahakan sampai dalam 30 menit!” kata Nursyid tegas, sebelum langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban.

“Huwaaa... Kenapa dadakan sekali?” Aisyah hampir melempar ponselnya ke tempat tidur, tapi ia sadar bahwa tak ada gunanya mengeluh. Dengan cepat ia keluar dari kamar, mencari sopir dan paspampresnya.

“Bapak-bapak! Aku harus pergi lagi! Kali ini ke kantor pusat LightGlow Cosmetics. Dan aku harus sampai dalam waktu 30 menit!” katanya tergesa-gesa.

Sopirnya menatapnya dengan ragu. “Kalau naik mobil tidak akan sempat, Nona.”

“Jadi bagaimana?” Aisyah panik, menatap mereka satu per satu, berharap ada solusi.

Seorang paspampres yang berdiri di dekat motor dinasnya tiba-tiba menyahut, “Tidak ada cara lain. Ini urgen, kan? Ayo, saya antar!”

Mata Aisyah berbinar. Meski sedang dikejar waktu, ada sedikit kegembiraan terselip di hatinya. Ia sudah lama tidak merasakan sensasi menaiki motor, sesuatu yang dirindukannya sejak hidupnya berubah menjadi serangkaian perjalanan di dalam mobil mewah.

“Ayo, Pak!” katanya, segera memasang helm yang diberikan paspampres itu.

Dengan kecepatan tinggi, motor melaju membelah jalanan kota. Angin yang menerpa wajahnya terasa menenangkan sekaligus mendebarkan. Selama beberapa menit, Aisyah lupa akan beban pikirannya. Ia memejamkan mata sejenak di tengah perjalanan, membiarkan angin membawa sedikit perasaan bebas yang hampir tak pernah ia rasakan lagi.

Setelah perjalanan yang terasa singkat tapi penuh adrenalin, mereka akhirnya tiba di kantor pusat LightGlow Cosmetics.

“Tepat waktu,” gumam Aisyah sambil tersenyum, menurunkan helmnya. Ia menatap gedung megah di depannya dengan perasaan bercampur aduk. Ada ketegangan, tetapi juga antisipasi.

“Terima kasih, Pak,” ucapnya pada paspampres yang membawanya.

“Semoga sukses, Nona,” jawab pria itu, memberi salam hormat.

Aisyah mengangguk, melangkah ke dalam gedung dengan langkah penuh keyakinan, meski hatinya berdegup kencang. Bagaimanapun, ini adalah babak baru dari drama yang harus ia mainkan.

"Aisyah? Sudah sampai? Bagus, kau datang tepat waktu!" Nursyid menyambutnya dengan senyum lebar, berdiri di depan pintu kantor seperti telah menunggu sejak lama. Langkahnya cepat, mengisyaratkan agar Aisyah mengikutinya.

"Eh? Aku baru saja masuk! Kau mau membawaku ke mana lagi?" protes Aisyah, dengan nada lelah yang tak dapat ia sembunyikan.

"Ke mansionku," jawab Nursyid dengan santai sambil terus berjalan. "Di sana jet pribadiku sudah siap. Kita akan syuting di berbagai lokasi wisata, baik dalam maupun luar negeri."

Aisyah menghentikan langkahnya seketika. "Apa?" tanyanya, setengah tak percaya.

"Selain itu, kau juga akan beradu akting dengan beberapa artis besar dari seluruh dunia. Ini skripnya, hapalkan baik-baik!" Nursyid menyerahkan sebuah buku tebal ke tangan Aisyah.

Aisyah membuka halaman pertama buku itu, matanya membelalak ketika membaca salah satu nama di daftar pemain. "Li Shen?" gumamnya, setengah teriak.

Seketika, rasa lelahnya hilang. Ia melesat melewati Nursyid menuju parkiran. "Ayo! Kita harus cepat! Mobilmu yang mana? Jangan biarkan Li Shen menunggu!" desaknya dengan antusias.

Nursyid hanya terkekeh melihat perubahan sikap itu. Dengan santai, ia menunjuk mobil sport mewahnya yang terparkir mencolok di tengah deretan kendaraan. "Ayo naik."

---

Dua bulan berlalu, Aisyah menjalani perjalanan syuting yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dari gedung-gedung pencakar langit di Higashiyama hingga pantai-pantai eksotis di Samudranesia, ia menjelajahi tempat-tempat indah, merasakan budaya yang berbeda, dan bertemu dengan para artis kelas dunia.

Bagi Aisyah, proyek ini lebih dari sekadar pekerjaan. Setiap lokasi, setiap adegan, adalah pengalaman hidup yang mengajarinya banyak hal. Namun, lelah tetap menghampiri. Di penghujung perjalanan, Nursyid akhirnya mengantarnya kembali ke bandara, tampak puas dengan hasil kerja mereka.

"Baiklah, paspampresmu sudah datang. Aku pamit dulu," kata Nursyid, melambaikan tangan santai.

"Sampai jumpa, dan terima kasih banyak!" balas Aisyah, melambaikan tangan dengan senyuman lebar yang tulus. Ia bersyukur untuk semua pelajaran dan kenangan yang baru saja ia dapatkan.

Namun, rasa senang itu hanya bertahan sejenak. Sesampainya di istana negara, senyum Aisyah seketika memudar. Di ruang tamu yang megah, berdiri seorang gadis muda bersama keluarganya, mengenakan kebaya anggun dengan hiasan rambut yang sempurna. Aura keanggunannya terpancar jelas.

"Aisyah, perkenalkan. Ini Citra Ayu, putri gubernur Suryaloka. Calon istri Sulistyo," ujar Ratri dengan penuh kebanggaan, senyumnya seolah menantang.

Aisyah membeku, matanya menatap lurus ke arah gadis itu. Gadis itu menunduk dengan sopan, lalu berkata dengan lembut, "Salam kenal, nona." Suaranya halus, begitu menawan, namun terasa menusuk di telinga Aisyah.

Aisyah terperangah, napasnya tercekat. Seketika, sebuah kalimat meluncur tanpa ia sadari. "Kalian gila!"

Ruang tamu itu langsung sunyi, hanya menyisakan gema dari kata-kata Aisyah. Semua mata menatapnya, namun Aisyah tidak peduli. Matanya masih terpaku pada Citra Ayu, yang kini tersenyum kecil, seolah puas telah memenangkan sesuatu yang belum Aisyah mengerti.

Related chapters

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 13

    Jam dinding berdetak perlahan, menghadirkan ritme monoton di ruang tamu megah yang kini sunyi senyap. Cahaya lampu kristal memantul dingin, mempertegas keheningan. Aisyah duduk diam, tangannya perlahan memegangi perut, lalu tertawa kecil, sinis, seperti menemukan lelucon yang hanya ia pahami. "Lucu... kalian semua sangat lucu," ucapnya dengan nada tajam, memecah keheningan yang mencekam. Ia mengangkat pandangan, menatap mereka satu per satu, lalu melanjutkan dengan nada yang penuh ejekan. "Apa kalian benar-benar berpikir tindakan kalian ini tidak akan menghancurkan nama baik kalian sendiri?" Sulistyo, yang sejak tadi berdiri tegak penuh wibawa palsu, justru tertawa terbahak-bahak. Suaranya menggema, seolah ancaman Aisyah hanyalah bahan lelucon baginya. Dalam sekejap, tangannya yang besar mencengkeram dagu Aisyah dengan kuat, memaksa wanita itu menatap langsung ke dalam matanya yang penuh amarah. "Kau pikir aku sebodoh itu?" tanyanya dingin, senyum sinis terukir di wajahnya. Aisyah

    Last Updated : 2024-12-02
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 14

    Halaman belakang Istana Negara yang sunyi terasa seperti oasis kecil di tengah kekacauan batin Aisyah. Angin lembut yang berhembus membawa kehangatan, seakan berusaha membungkus tubuhnya yang rapuh dengan pelukan alam. Di bawah langit senja, Mahendra duduk di hadapan Aisyah, memegang perlengkapan medis kecil. Tangannya yang besar namun lembut dengan hati-hati membersihkan luka-luka di wajah Aisyah, gerakannya pelan dan penuh perhatian, seolah setiap sentuhannya dirancang untuk mengobati tidak hanya fisik, tetapi juga hatinya yang terluka."Sakit?" tanya Mahendra dengan suara lembut, nadanya penuh kepedulian. Tatapannya terpaku pada ekspresi Aisyah, memperhatikan setiap reaksi, takut jika ia melukai lebih dalam. Ketika Aisyah sedikit meringis meskipun mencoba menyembunyikannya, tangan Mahendra otomatis berhenti.Aisyah menggeleng perlahan. Meski hatinya masih terasa pedih, kepedulian pria di depannya ini seperti air yang memadamkan api di dalam dirinya. Senyumnya yang tulus, tangannya

    Last Updated : 2024-12-03
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 15

    Di sebuah kamar tamu yang besar dan mewah, jam dinding berdetak lambat, seolah menghitung setiap detik dengan penuh kehati-hatian. Keheningan di ruangan itu hampir memekakkan telinga, hanya dipecahkan oleh langkah-langkah kecil tiga gadis yang sibuk bergerak. Mereka adalah Mila, Misa, dan Aisyah. "Ah! Pinggangku...!" keluh Mila, pelayan istana, sambil memegangi pinggangnya yang terasa nyeri. Napasnya terengah setelah memindahkan koper besar milik keluarga Citra. "Mereka cuma tinggal beberapa hari, tapi barangnya seperti mau pindah rumah setahun!" "Ssst!" Misa, kakak Mila yang lebih tenang, menyenggol lengannya dengan tajam. Ia melirik sekilas ke arah Aisyah yang sedang merapikan pakaian milik anak gubernur di lemari, wajahnya tanpa ekspresi. "Jangan mengeluh terlalu keras! Lihat istri wakil presiden kita. Padahal dia bukan pelayan, tapi lebih rajin daripada kamu." Aisyah mendengar itu dan menoleh dengan senyum tipis, tapi nada bicaranya mendadak berubah tegas, seperti suara kara

    Last Updated : 2024-12-03
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 16

    Langit senja memancarkan warna merah dan oranye yang menyala terang, seolah melukis suasana dramatis di ruang kerja Nursyid, sang pemilik LightGlow Cosmetics. Dalam ruang yang penuh estetika itu, Nursyid sedang mengenakan jasnya, bersiap untuk menghadiri fanmeeting bersama brand ambassador barunya, Aisyah. Namun, sebelum ia sempat melangkah keluar, suara langkah kaki yang cepat terdengar dari arah pintu. Tanpa perlu menoleh, Nursyid sudah tahu siapa yang datang. "Masuk saja, Aisyah. Pintu tidak terkunci," katanya tenang, tanpa mengalihkan pandangan dari cermin di hadapannya. Pintu terbuka dengan suara pelan, dan Nursyid, yang hendak menyambut kedatangan Aisyah dengan senyum, langsung terpaku. Kalimat yang hendak ia ucapkan terhenti di tenggorokan saat pandangannya jatuh pada wajah gadis itu. Keningnya terlihat memar dan tertutup plester, kedua pipinya lebam dengan warna ungu yang mencolok, dan ujung bibirnya merah, bekas darah yang belum sepenuhnya kering. Nursyid mendekat dengan

    Last Updated : 2024-12-03
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 17

    Rayhan mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, melaju lincah di antara kendaraan-kendaraan besar yang merayap di jalan. Seolah sedang berpacu dengan waktu, dia menantang langit senja yang perlahan menggelap, matahari yang memancarkan warna oranye kemerahan mulai tenggelam di cakrawala. Angin malam semakin dingin, tapi Rayhan tak peduli. Ada sesuatu yang lebih mendesak daripada rasa lelah atau dingin yang menggigit kulitnya. Saat matahari akhirnya tenggelam sepenuhnya, motor Rayhan berhenti di depan istana megah. Ia menghela napas panjang, memastikan bahwa Aisyah telah sampai dengan selamat. Wanita itu turun dari motor dengan hati-hati, memegangi pipinya yang memar, mencoba menyembunyikan rasa sakit di balik senyuman tipis. “Terima kasih, Pak,” ucap Aisyah pelan. Suaranya hampir tenggelam dalam deru kendaraan yang lewat di kejauhan. Gerakan kecil pada bibirnya saja sudah cukup untuk membuat rasa sakit menjalar di kedua sisi wajahnya, mengingatkannya pada luka-luka bekas tampara

    Last Updated : 2024-12-04
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 18

    Malam telah menelan seluruh cahaya, meninggalkan langit pekat yang bertabur bintang jauh di atas istana. Di dapur, Aisyah sibuk membantu para koki mengaduk panci-panci besar, aroma rempah menguar ke segala penjuru. Sementara itu, Mila dan Misa berlarian ke sana kemari, membantu pelayan lainnya mengatur hidangan makan malam di meja panjang nan megah. Ketika semuanya siap, Aisyah menarik kursi di meja makan dan duduk tanpa ragu di samping Sulistyo. Tatapannya tenang, seolah tempat itu memang miliknya. Namun, keheningan tak bertahan lama. "Siapa yang menyuruh gadis rendahan sepertimu duduk di sampingku?" Suara dingin Sulistyo memecah suasana. Tatapannya tajam, aura gelap menguar dari tubuhnya, menciptakan atmosfer yang menyesakkan di sekelilingnya. Aisyah tak bergeming. Dengan tenang, ia menyendok daging dari mangkuk besar di meja dan menaruhnya di piringnya sendiri. "Tidak ada yang menyuruh," jawabnya datar. "Aku hanya ingin." Ia menoleh ke arah keluarga Citra yang duduk di seberan

    Last Updated : 2024-12-04
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 19

    Makanan mulai tersaji kembali di atas meja mewah dengan susunan yang begitu sempurna, seperti karya seni yang menggoda setiap indera. Aroma sedap memenuhi ruangan, membangkitkan selera meski keheningan tetap menggantung di udara, menciptakan suasana canggung yang terasa menekan. Jatmiko, dengan sikap tegas namun ramah, akhirnya memecah keheningan. "Selamat malam, keluarga gubernur Suryaloka sekalian... Saya, Jatmiko, sebagai kepala keluarga Nugroho, mempersilakan kalian menikmati hidangan yang telah disiapkan ini." Kata-kata itu menjadi sinyal bagi keluarga gubernur Suryaloka untuk mulai bergerak. Citra, bersama kedua orang tuanya, perlahan mengambil makanan ke piring masing-masing dengan gerakan anggun yang mencerminkan pendidikan dan status mereka. Dengan table manner yang sempurna, mereka mulai menikmati makanan, setiap potongan dilahap dengan penuh kesopanan. Namun, di tengah suasana yang mulai mencair, suara lembut namun penuh keraguan milik Citra memecah harmoni tersebut. "Um

    Last Updated : 2024-12-04
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 20

    Malam semakin larut, dingin malam menyelinap melalui celah-celah jendela, menusuk tulang siapa saja yang belum terlelap. Di dalam kamarnya yang temaram, Aisyah berbaring di atas ranjang empuk, selimut tebal membungkus tubuh mungilnya. Namun, matanya yang tajam belum juga terpejam. Di tangannya, sebuah foto tergenggam erat—foto dirinya dengan Li Shen, aktor tampan dari negara Zhonghua yang sempat beradu akting dengannya dua bulan lalu. Tatapan Aisyah penuh kekaguman, bukan hanya pada Li Shen, tetapi juga pada dirinya sendiri. Jemarinya beralih menyentuh layar ponsel, bergeser ke foto-foto lain. Di sana terpampang momen-momen kebersamaannya dengan artis-artis ternama dari berbagai negara, senyuman mereka yang memesona seolah hidup kembali melalui gambar. Tanpa sadar, bibir Aisyah melengkung, menyunggingkan senyuman kecil yang dipenuhi rasa bangga dan harapan. “Aku tidak sabar menunggu iklan LightGlow Cosmetics itu ditayangkan,” gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan. “Pasti luar biasa

    Last Updated : 2024-12-04

Latest chapter

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 135

    Malam mulai merayap ketika Aisyah dan Sulistyo kembali ke istana negara setelah kunjungan panjang ke rumah sakit. Langit kelam membayangi bangunan megah itu, dan suara gemuruh jauh dari aksi demonstrasi yang terus berlangsung, terasa seperti ancaman yang tak pernah benar-benar pergi.Mereka melangkah masuk ke kamar utama. Sulistyo melempar jasnya ke kursi dan duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke depan, pikirannya seolah terperangkap dalam sesuatu yang tak terlihat. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan."Duduklah." Suaranya terdengar datar, namun perintah itu penuh kuasa, membuat Aisyah tanpa sadar menuruti dengan patuh. Ia duduk di samping suaminya, tangannya mengepal erat di atas pangkuannya, sementara perasaan tertekan membungkus tubuhnya seperti rantai yang tak terlihat.Sulistyo memutar tubuhnya sedikit, jemarinya yang besar dan dingin menyentuh kepala Aisyah, mengusapnya dengan sentuhan yang tampak lembut namun penuh pe

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 134

    Pintu kamar terbuka perlahan, engselnya berderit seperti jeritan pelan yang menyeruak ke dalam keheningan. Sulistyo melangkah masuk dengan langkah tenang namun penuh kekuasaan, bayangannya yang panjang melintasi dinding seperti sosok kegelapan yang merayap mendekati mangsanya. Aisyah, yang sebelumnya tengah memegang ponselnya dengan tangan gemetar, dengan cepat menyembunyikan perangkat itu di bawah bantal dan membaringkan diri di ranjang. Matanya terpejam rapat, napasnya ditahan, seolah tidur adalah satu-satunya pelindung dari bencana yang berdiri di ambang pintu.Sulistyo mendekat, duduk di tepi ranjang, dan tangannya yang dingin terulur, mengusap rambut Aisyah dengan gerakan yang, di permukaan, tampak penuh kasih. Namun sentuhan itu bagaikan rantai besi yang melilit leher, menahan kebebasannya."Apa kau sudah memeriksanya?" Suaranya rendah, penuh tekanan yang terpendam. Setiap kata menembus jantung seperti pisau kecil yang perlahan menusuk. "Apa kau sudah hamil?"

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 133

    Komentar-komentar di komunitas media sosial terus bergulir tanpa henti seperti arus sungai yang liar, semakin deras dan panas seiring dengan berlalunya siang. Aisyah terbaring diam di tempat tidur, cahaya ponsel memantul di wajahnya yang pucat. Jemarinya menggulir layar, matanya terpaku pada setiap kata yang muncul—setiap kalimat adalah ledakan kecil yang menghantam jiwanya, mengoyak rasa tenang yang berusaha ia pertahankan.“Tapi kau lihat sendiri apa yang terjadi pada orang-orang yang menentang Sulistyo, kan? Orang-orang sekelas Nursyid saja terancam bangkrut karena berani melawannya. Apalagi orang kecil seperti kita-kita ini?”Aisyah menelan ludah, telinganya seakan mendengar gema ketakutan yang diucapkan oleh pengguna anonim di layar.“Itu benar! Apa yang bisa kita lakukan? Lihat saja para pendemo kemarin! Dua orang mati, dan jika Sulistyo tidak berbelas kasihan, mungkin lebih banyak lagi yang akan tumbang!”“Berbelas kasihan?” pikir Aisyah de

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 132

    Kolom komentar di media sosial yang selama ini menjadi arena bagi suara-suara terpendam kini dipenuhi gelombang kesedihan dan kemarahan. Ratusan pesan memenuhi layar, membentuk aliran panjang yang tak henti-hentinya bergerak, mencerminkan hati dan pikiran rakyat yang mendidih."Itu sangat mengerikan!""Benar juga, Aisyah ke mana ya? Dia sudah tidak terlihat lagi di TV atau media sosial mana pun."Setiap pesan seolah-olah menjadi sumbu yang membakar api kepedihan dan kepedulian. Mereka berbicara satu sama lain, menggema dengan rasa ingin tahu yang berbalut kecemasan."Pertanyaan bodoh! Pastinya dia sudah ditahan Sulistyo karena hampir membuatnya dihukum mati.""Aisyah yang malang… Dia hanya ingin membuka mata rakyat, menunjukkan keburukan Sulistyo. Tapi apa daya? Lawannya adalah monster yang menguasai segalanya."Nama Aisyah disebut-sebut dengan penuh kasih dan simpati, seakan-akan dia adalah simbol perjuangan yang terlupakan namu

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 131

    Aisyah terbangun dari tidur siangnya dengan hati yang gelisah. Udara dalam kamar terasa berat, seolah sesak oleh rahasia dan ketakutan yang tak terlihat. Tangannya terjulur meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Dengan jantung yang berdetak cepat, ia membuka layar dan langsung menelusuri beranda media sosial yang dipenuhi berita dan komentar panas tentang Sulistyo.Berita utama yang terpampang di layar membuat matanya melebar. “Tragedi Berdarah: Dua Mahasiswa Gugur di Tangan Presiden Sulistyo.” Setiap kata terasa seperti pukulan keras yang menghantam dadanya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur emosi yang berkecamuk, meski jauh di lubuk hati, ia sudah tahu bahwa hal seperti ini akan terjadi.Komentar-komentar dari netizen mengalir deras seperti arus sungai yang tak terbendung, penuh dengan kemarahan dan ketakutan:“Sulistyo benar-benar mengerikan! Dia membunuh dua orang mahasiswa!”“Apa dia sungguh manusia? Dia lebih seperti monste

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 130

    Meja makan di aula megah itu dipenuhi makanan mewah, setiap piring tersaji dengan detail sempurna. Para pelayan bergerak seperti bayangan, menyajikan hidangan dengan penuh kehormatan. Di sekitar mereka, pejabat tinggi dan orang-orang berpengaruh bercakap-cakap, membicarakan nasib rakyat yang bagi mereka hanyalah angka-angka di atas kertas.Aisyah duduk dengan tenang di sisi Sulistyo, matanya memandang lurus ke depan, tapi pikirannya melayang jauh dari hiruk-pikuk. Orang-orang berlalu-lalang, wajah-wajah yang penuh tipu daya dan senyum palsu yang memuja kekuasaan. Sesekali ia menangkap mata yang menatapnya dengan iri, wajah-wajah wanita yang ingin berada di posisinya. Mereka tidak tahu. Mereka hanya melihat kemewahan dan kemuliaan, bukan rantai tak terlihat yang membelenggu jiwa.Sulistyo menoleh, menatap Aisyah dengan senyum yang tampak hangat, meski ada sesuatu yang dingin dan menguasai di balik matanya. Tangannya terulur, menyibakkan rambut Aisyah dengan lembut,

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 129

    Sulistyo berdiri di tengah tempat yang dipenuhi teriakan dan jeritan mahasiswa. Tangannya terangkat perlahan, dan dari telapak tangannya, asap hitam mulai merayap keluar, bergerak dengan kehendak yang menyerupai makhluk hidup. Asap itu menyelubungi pintu-pintu dan jendela, menutup semua jalur keluar. Suasana yang sudah mencekam berubah menjadi horor murni."Cepat keluar!" teriaknya, suaranya bergema seperti guruh di langit malam. Mata gelapnya bersinar penuh kebencian. "Jangan membuatku berubah pikiran!"Dengan satu gerakan tegas, asap hitam itu surut, membuka jalan bagi para mahasiswa yang sudah pucat pasi. Mereka berlarian, berhamburan keluar seperti kawanan domba yang diterkam serigala. Tangisan dan teriakan ketakutan mereka menggema, menyayat udara malam yang dingin. Beberapa jatuh tersungkur, sementara yang lain mendorong tanpa ampun demi menyelamatkan nyawa sendiri.Di luar, kamera-kamera televisi tetap menyala, menangkap setiap momen dengan sempurna

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 128

    Setelah prosesi pelantikan Sulistyo sebagai presiden dan Prasetya sebagai wakil presiden usai, gemuruh tepuk tangan memenuhi istana. Suara riuh itu memantul di dinding-dinding megah, membentuk simfoni kepalsuan yang memekakkan telinga. Para pejabat, tamu undangan, dan tokoh-tokoh penting berdiri dengan senyum penuh sanjungan, meski sebagian besar dari mereka menelan ketakutan yang tak mampu disembunyikan di balik topeng mereka.Di luar gerbang istana, barisan mahasiswa yang dulunya berdiri tegak dengan semangat perjuangan kini tertunduk lesu. Mata mereka kosong, menyimpan trauma dari kekejaman yang baru saja mereka saksikan. Dua dari mereka telah tergeletak tak bernyawa—korban terbaru dari tangan besi Sulistyo, presiden yang kini memegang kendali penuh atas kehidupan mereka. Suara perlawanan yang dulu membakar, kini sirna. Yang tersisa hanya rasa takut yang menggerogoti jiwa.Sulistyo menatap mereka. Senyum puas terpampang di wajahnya, sebuah senyuman yang lebih me

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 127

    Di tengah kemegahan istana yang dipenuhi sorotan kamera dan kilauan lampu, Sulistyo berdiri dengan tegak di atas podium. Senyum liciknya terukir sempurna, menampilkan gigi-gigi yang seolah siap menerkam siapa saja. Suaranya menggema, mengisi setiap sudut dengan nada kemenangan yang menusuk hati."Hadirin sekalian… Kali ini kita kedatangan tamu yang sangat penting. Sekumpulan anak-anak mahasiswa. Calon-calon pemimpin negara ini di masa depan," katanya, suaranya tegas namun sarat dengan penghinaan terselubung. "Oleh karena itu, mari kita dengarkan pidato dari presiden kalian yang baru dengan saksama!"Dia mengangkat tangannya seolah memerintah dunia untuk tunduk di bawah kakinya. Sorak-sorai dari beberapa orang bayaran bergema, menciptakan ilusi bahwa Sulistyo benar-benar dihormati.Di barisan belakang, Ratri menyaksikan dengan tubuh gemetar. Matanya membelalak, ekspresinya penuh campuran antara ngeri dan tidak percaya. "Sulistyo…" bisiknya, suaranya bergeta

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status