Sedangkan Alex masih saja diam tidak menanggapi Linda. Dia tetap terfokus dengan tablet yang ada di tangannya.
"Lex, kamu tuh dengar nggak sih apa yang aku bicarakan?" tanya Linda geram."Memangnya apa yang sering kita lakukan? Bukankah sudah lama aku memutuskan hubungan denganmu?"
"Lex, jujur aku rindu dengan sentuhanmu. Sudah lama aku tidak pernah mendapatkannya dari Mas Hendra," ucap Linda sendu.
"Kalau hanya itu yang ingin kau sampaikan, sebaiknya aku pulang saja. Masih ada banyak hal yang lebih penting yang harus kuurus!" Saat Alex beranjak pergi Linda mencekal tangannya.
Rina yang bersembunyi di balik toilet privat room kafe mengepalkan tangannya dengan erat, namun dia masih tetap berusaha tenang dan terus merekam semua adegan di depannya walau hatinya sudah terbakar.
"Ada apa lagi? Jangan sentuh tanganku!"
"Apa kau tahu? Agung sudah menemukan anak mereka yang hilang!"
DegggAlex menunLinda tak bisa lagi menahan amarah yang sedari tadi dia tahan. Dia tidak terima dikatai pelakor oleh Rina."Jaga mulutmu Rina, jangan sembarangan mengataiku pelakor!" pekik Linda."Lalu kata apa yang pantas disematkan untuk wanita yang suka menggoda lelaki orang? Dasar pezina!" sarkas Rina.Alex merasa tersinggung dengan ucapan Rina karena dia sendiri juga menikmati setiap sentuhan yang diberikan Linda. Dia membiarkan orang lain masuk dalam rumah tangganya walau hanya sekedar memenuhi hasrat kelelakiannya saja."Rina hentikan ucapanmu! Semua itu hanya masa lalu dan juga sudah berlalu. Kuakui aku salah karena memberikan kesempatan pada Linda untuk masuk ke kehidupanku. Tapi apa aku sudah tidak punya kesempatan lagi untuk memperbaiki semuanya?" tutur Alex."Bagaimana mungkin kau bisa dengan semudah itu mengatakan ingin memperbaiki semuanya sedangkan pondasi saja sudah kau hancurkan? Kau sendiri yang sudah membuka tamu di rumah kita. Kalau kau t
Sementara di tempat lain, Revan dan Agung bergegas ke rumah sakit tempat orang tua angkat Anjani dirawat. Mereka langsung menuju ke ruangan VVIP rumah sakit.Ratin yang sudah sadar terkejut dengan kedatangan Revan."Selamat pagi Bu, bagaimana keadaan Ibu? Apakah sudah lebih baik?" tanya Revan lembut."Nak Revan, kabar Ibu sudah membaik tapi Ayahmu belum sadar juga," tutur Ratin berekspresi sedih. Sejujurnya dia berharap suaminya mati saja agar tidak ada lagi yang selalu menasihatinya setiap hari."Tidak ada apa apa Bu, Ayah mungkin masih dalam pengaruh obat bius. Nanti juga pasti sadar!" sambung Revan.Ratin melirik ke arah samping Revan. Dia tampak asing dan sepertinya belum pernah bertemu dengan lelaki di samping menantunya ini."Nak Revan membawa siapa? Sepertinya Ibu tidak pernah melihatnya?" 'Boleh juga orang ini. Dia terlihat gagah dan juga sepertinya orang kaya. Aku harus bisa mendapatkannya, persetan dengan Mas Danu kalau aku bisa mendapatkan yang lebih kaya maka aku bersedia
Para warga yang menolong korban itu langsung berlari ke mobil Agung dan mengetuk kaca mobil. Mereka sedikit meneriaki pada Agung dan Revan untuk dimintai pertanggung jawaban.“Pak tolong turun dulu karena mobil Bapak sudah menabrak anak itu!” seru salah satu warga.“Ayo kita turun dulu Van!” ajak Agung pada Revan.Agung dan Revan segera turun dari mobil dan mendekat ke arah korban tersebut.Saat mereka berdua mendekat, para warga langsung memberi jalan pada keduanya. Revan terkejut karena ternyata Dina lah yang jadi korbannya.“Dina ...”“Kamu mengenalnya Van?” tanya Agung seraya menengok ke arah Revan.“Dia adik angkat istriku Pa!”“Kalau begitu ayo kita harus segera membawanya ke rumah sakit sekarang!” ajak Agung.Mereka segera membawa Dina ke rumah sakit dengan dibantu warga. Darah tak berhenti mengucur
Nurma dan Anjani langsung menoleh ke arah suara itu berasal. Dia tak mengira jika akan bertemu Sandra di sini."Duh pantas aja tiba tiba hawanya jaid panas padahal ber AC, rupanya kedatangan titisan Mak Lampir," ejek Anjani balik."Eh coba ulang, apa lo bilang tadi?" tanya Salsa bersungut."Titisan Mak Lampir," ulang Anjani dengan wajah mengejek."Enak aja cantik cantik gini dibilang Mak Lampir," sungut Sandra mengepalkan tangan. Anjani terkekeh geli."Anjani, kamu kenal sama orang aneh ini?" tanya Nurma sedikit mengejek Sandra."Nggak tahu nih Ma, sok kenal sok dekat tuh orang," ujar Anjani pura pura lupa.Sandra yang tak terima dengan ejekan Anjani terlihat sangat kesal."Eh Anjani, songong banget lo sekarang mentang mentang udah jadi orang kaya. Orang kaya baru aja lagak lu udah ketinggian. Kalau kere ya kere aja nggak usah sok banyak duit!" hina Sandra."Idih kok nyolot sih Mbak? Situ ngiri ya? Ya udah deh aku nganan aja kalau gitu," tutur Anjani terus mengejek."Alah lagak lo, ba
Nurma menggelengkan kepalanya melihat tingkah manusia di depannya ini yang sombongnya setinggi langit. Diam diam dia memfoto Sandra dan mengirimkannya pada asisten suaminya. Tak berapa ada panggilan masuk ke ponsel Nurma dan tak luput dari pantauan Sandra."Tuh kan baru juga diomongin udah mulai mengkhayal, sok sokan ngangkat telepon kayak orang penting aja. Dasar kalian!" cerca Sandra pada Nurma."Aduuh San, perasaan dari tadi mulut lo nggak berhenti menghina gue sama Mama gue. Sebenarnya itu mulut atau kaleng bocor sih? Udah diam aja bisa nggak sih? Suara cempreng aja bangga banget bisa ngehina orang lain!" sungut Anjani sebal. Tak berapa lama Nurma menyahut. "Kamu Sandra yang kerja di perusahaan cabang Wiguna Grup ya?" tanya Nurma sambil terus menempelkan ponselnya di telinga.Sandra menautkan alisnya. Dia heran dari mana orang ini tahu tempatnya bekerja."Iya, benar dari mana anda tahu?" tanya Sandra menyelidik. "Tunggu saja, tak lama lagi kamu akan mendapat kejutan yang akan me
Sedangkan Sandra penasaran dengan interaksi dua orang itu. Akhirnya dia menanyakannya pada Rusli sekalian mengadukan kejadian tadi pada Rusli dengan dengan memutar balikkan fakta yang ada. Dia berharap Rusli mau mendengarnya dan menjebloskan Anjani ke penjara."Om, orang ini siapa? Kok Om kenal? Om tahu nggak, tadi aku dikatain sebagai karyawan minim akhlak Om sama mereka, aku nggak terima pokoknya Om harus tuntut mereka ke jalur hukum. Mereka juga menghina aku Om dan ngatain aku jalang. Mereka harus diberi pelajaran Om, aku nggak mau tahu!" rengek Sandra pada Rusli."Diam kamu jangan banyak merengek. Asal kamu tahu dia ... dia istri pemilik perusahaan tempat kita bekerja!" bisik Rusli namun masih bisa didengar Nurma."Lho, mana mungkin Om? Bukannya selama ini pemilik perusahaan ada di luar negeri?""Mereka sudah pulang dan katanya mereka juga sudah menemukan anak mereka," bisik Rusli lirih.Mata Sandra membola, dia mati kutu seketika. Dalam
Nurma segera mengambil ponsel Anjani dan memutar vidio yang diperlihatkan Anjani padanya. Bahkan Arya sampai menelepon untuk memastikan keadaan ibu dan adiknya.“Sudah biarkan saja, biar Kakakmu yang mengurusnya nanti. Sebaiknya kita segera selesaikan makan siang kita dan meluncur ke perusahaan!” Akhirnya mereka segera menyelesaikan makan siang mereka setelah datang dan segera meluncur ke perusahaan.Sesampainya di perusahaan, mereka segera ke ruang CEO dan Nurma menyuruh sekretaris memanggil Rusli. Selama ini, Arya memang tidak pernah mengecek langsung ke kantor cabang karena menurutnya tidak ada masalah berarti, dia selalu menugaskan asistennya untuk meninjau kantor cabang secara berkala. Namun karena hari ini Nurma menemukan ada karyawan yang menyeleweng maka dia harus segera membereskannya. “Ma, kok kita langsung ke ruangan CEO?” “Iya Nak, nanti kamu akan tahu sendiri!”Sepanjang perjalanan, semua karyawan menatap Anjani penuh tanya. Anjani celingukan mencari Sisil tapi dia tid
Nurma bergegas mengajak Anjani ke rumah sakit menyusul Revan dan Agung. Anjani dan Nurma panik takut terjadi pada korban karena mereka bisa bermasalah. Sesampainya di sana, Revan sedang mengurus administrasi sedangkan Agung duduk di kursi tunggu."Pa, gimana korban tadi udah sadar belum?""Belum Ma, dia masih mendapat penanganan!" jawab Agung lemas."Keluarganya sudah diberi tahu atau belum Pa?" tanya Anjani.Agung menghela nafasnya, bagaimana mau memberi tahu kalau orang tuanya saja masih terbaring di rumah sakit."Justru itu Anjani kamu harus tahu kalau orang yang kami tabrak adalah adik kamu.""Maksud Papa siapa?""Dina," ucap Agung.Anjani membekap mulutnya tak percaya. Bagaimana mungkin adiknya yang masih kecil bisa sampai di kota ini?"Bagaimana mungkin Pa? Dia masih sekolah dan jarak dari sini ke rumah Bibi sangat jauh!" sangkal Anjani."Papa juga tidak mengerti Nak. Tiba tiba saja sopir bilang