"Benar, Pa. Kasihan Valdi, aku tidak sanggup melihat Valdi tergolek tak berdaya," sambung Revan menimpali.
"Baiklah, Mama dan Papa akan cek golongan darah sekarang!" jawab Agung cepat."Terima kasih Ma, Pa!" ucap Revan dan Arya."Terima kasih Tuan sudah bersedia menolong anak kami!" ucap Seno."Sama-sama Tuan!"Mereka berdua segera melakukan cek golongan darah bersama suster. Tak berapa lama mereka ke luar dari ruangan."Bagaimana hasilnya, Pa?" tanya Revan penuh harap."Golongan darah Papa cocok dengan Valdi, Van.""Alkhamdulillah," ucap mereka serempak.Akhirnya Agung segera melakukan transfusi darah. Diam-diam, Agung juga sekalian meminta perawat untuk melakukan tes DNA dengan Valdi. Setelah selesai melakukan donor darah, mereka langsung pamit pada orang tua Valdi karena tidak bisa meninggalkan Anjani terlalu lama begitu juga Revan dan Arya.*** <Melihat Valdi mulai membuka mata membuat Anjani kegirangan. Dia segera memanggil ibunya yang tengah duduk di sofa."Ma, sini Ma cepat. Valdi sudah sadar," ucap Anjani."Benarkah, sebentar Mama panggil Dokter dulu." Nurma segera memencet tombol yang menghubungkannya dengan dokter."Dok, tolong segera ke ruangan VVIP sekarang!" perintah Nurma.Sementara Lita dan Ira yang baru saja masuk juga terlihat bahagia setelah melihat Valdi siuman."Nak, akhirnya kamu sadar juga. Mana yang sakit, Nak?" tanya Ira beruntun."Semuanya sakit Ma." Valdi melihat ke arah Lita yang masih terlihat sedih. "Anak kecil, kamu kapan pulangnya?" "Aku baru sampai belum lama ini Kak. Kakak kenapa bisa sampai kayak gini sih? Aku takut Kak Valdi kenapa-kenapa.""Ya namanya juga musibah Dek mana bisa dihindari. Doakan saja supaya Kakak cepat pulih ya," ucap Valdi.Dokter yang datang segera memeriksa keada
Alex mengepalkan tangannya dengan erat. Sebagai kepala rumah tangga dia merasa istrinya sudah kelewatan."Kamu tidak boleh pergi ke mana pun dan harus tetap di rumah, Ma! seru Alex."Siapa kamu sampai berani melarangku?" jawab Rina tak kalah sengit."Aku masih suamimu!" "Jangan lupa kalau sebentar lagi kita akan bercerai. Aku tidak sudi terlalu lama kau bodohi, Lex. Sudahlah, menyingkir dari hadapanku. Jangan halangi jalanku!""Apa masih kurang semua yang aku berikan selama ini, Ma? Aku juga tidak melalaikan kewajibanku sebagai seorang suami kepadamu. Tapi kenapa hatimu begitu kerasnya ingin berpisah denganku?" tanya Alex mulai melunak."Tanyakan pada dirimu sendiri Lex, apakah aku akan baik-baik saja saat melihat suamiku mencumbu wanita lain di belakangku selama bertahun lamanya?" Rina menghapus air matanya dengan kasar. Pertahanan Rina runtuh sudah, dia yang sudah berjanji tidak akan menangisi Ales lagi nyatanya masih terus mengeluarkan air matanya kala mengingat pengkhianatan Ale
Valdi yang sedang berbaring di ranjangnya menatap adiknya yang tengah duduk di sampingnya. "Kamu kesambet apa kok sampai bicara seperti itu? Sampai kapan pun kamu akan tetap jadi adik kecilnya Kakak, Lita. Udahlah nggak usah mikir macam-macam," ucap Valdi menenangkan. "Aku takut Kakak akan pergi dari kami," sambung Lita. Dia menunduk, air matanya menggenang membasahi pelupuk mata. Dia tak bisa lagi menyembunyikan kesedihan dan kekhawatirannya di hadapan Valdi. "Kamu kenapa sih Dek kok melow gitu? Kakak salah bicara ya? Atau lagi PMS? Kalau gitu Kakak minta maaf sama kamu," ucap Valdi memohon maaf. "Kak, saat Kak Valdi sakit kemarin Mama bilang sama Lita kalau ternyata Kak Valdi bukan kakak kandungnya Lita. Lita takut kalau sampai Kakak menemukan orang tua kandung Kakak, Kak Valdi bakal tinggalin kami," ucap Lita tersedu-sedu. Valdi sendiri kaget dengan kenyataan yang baru saja Lita utarakan. Di saat bersamaan, Ira masuk ke kamar Valdi untuk mengantar makanan heran melihat anak p
Anjani sendiri tak habis pikir dengan kejadian yang baru menimpanya. Baru kali ini dia mendapat teror sampai seperti itu."Anjani nggak tahu, Ma. Anjani nggak merasa punya musuh selama ini," jawab Anjani. Nurma pun juga bertanya-tanya mengenai teror tersebut. Akhirnya mereka hanya mengabaikan teror yang datang itu. Namun tak cukup sampai di situ, Anjani juga mendapat pesan teror.Tingggg[Tinggalkan Revan atau kau akan menyesal!]Deggg'Siapa lagi yang mengirim pesan ini? Mas Revan harus segera tahu hal ini,' batin Anjani."Ada apa Nak?" tanya Nurma mengagetkan."Ehh ng-nggak ada apa-apa kok Ma," jawab Anjani.***Sementara di sisi lain, Linda tersenyum senang setelah berhasil meneror Anjani dengan pesan ancaman."Rasain kalian, siapa suruh berani bermain-main denganku. Sekarang aku harus segera menemui Gibran untuk meminta bantuannya. Tidak mungkin aku terus mengandalkan Alex," gumam Linda.Namun saat hendak melenggang pergi, Vina muncul di hadapannya. Dia datang bersama suaminya se
Linda meradang dengan sikap Vina yang sok menasihatinya."Diamku bukan berarti aku tidak tahu, Ma. Apa Mama tahu? Semua keluarga suamiku sudah mengetahui aib keluarga kita. Aku malu Ma aku malu. Sekalipun mereka tidak mempermasalahkannya tapi ini bukan konsumsi publik, Ma!" sambung Vina."Tunggu, apa maksud kamu Vin?" tanya Linda menautkan alis."Berita perselingkuhan Mama sudah tersebar dan semua orang sudah mengetahuinya."DeggggLinda tersentak saat mendengar kabar itu."Benarkah? Kurang ajar, siapa yang berani menyebarkan berita itu?" ujar Linda geram."Itu tidak penting, bagiku yang terpenting sekarang adalah apa benar kalau aku bukan darah daging Papa, Ma?" DegggSekali lagi jantung Linda serasa copot saat Vina kembali mempertanyakan rahasia yang selama ini dia simpan rapat."Omong kosong apa lagi yang kamu pertanyakan, Vin? Dari dulu sampai sekarang kamu itu anak kandung dari Papamu, Hendra. Jangan mempertanyakan sesuatu yang sudah jelas kau sendiri mengetahui kenyataannya!" u
Keesokan harinya, Revan berangkat ke kantor pagi-pagi sekali."Sayang aku berangkat dulu, ya. Kamu baik-baik di rumah!" ucap Revan sambil memeluk Anjani."Kamu juga hati-hati ya Mas. Jaga mata jaga hati," ucap Anjani mengingatkan."Siap Bosku."***Mobil Revan segera meluncur ke perusahaan. Namun sesampainya di depan kantor dia dikejutkan dengan adanya beberapa bangkai dan kotoran manusia berceceran. Sepertinya ada yang sengaja membuangnya di lingkungan kantor. Beberapa karyawan yang berlalu lalang pun mengeluhkan kejadian ini."Kurang ajar, cepat segera bersihkan kekacauan ini!" titahnya pada OB.Tak sampai di situ saja, ruangan karyawan juga diacak-acak dan parahnya CCTV nya dirusak untuk menghilangkan bukti. "Untung saja kemarin aku mengunci ruanganku," gumamnya. Revan segera memindahkan berkas-berkas itu ke tasnya, rencananya dia akan menyimpannya di rumah saja. Dia lalu memulai pekerjaan di tengah kekacauan yang di ciptakan oleh orang tidak bertanggung jawab. Tepat setelah jam
Revan segera mengajak Anjani dan mertuanya masuk ke dalam. Dia seperti sedang bermain kucing-kucingan saat ini."Aku jelaskan di dalam saja ya Sayang."Mereka bergegas masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam rumah, Anjani kembali mempertanyakan tentang mobil itu pada Revan. "Sebenarnya bukan hanya kamu yang diteror, tapi aku juga."Anjani membekap mulutnya, dia benar-benar tidak menyangka jika suaminya juga diteror."Apa yang mereka lakukan, Nak?" tanya Nurma penasaran."Tadi pagi mereka melemparkan kotoran manusia dan beberapa bangkai ke depan kantor, beberapa ruangan karyawan juga diacak-acak dan mereka merusak CCTV. Mereka juga berusaha membobol ruanganku, untung saja kemarin aku mengunci ruanganku saat hendak pulang," jelas Revan."Lalu mengenai mobil?" tanya Anjani."Ada yang sengaja menyabotase mobil itu. Jika saja tadi Andre tidak menghalangi jalanku, entah apa yang akan terjadi padaku. Aku berhutang nyawa padanya," jawab Revan seraya tersenyum pada Anjani."Tapi siapa yang
"Pa, kamu tuh gimana sih? Itu darah daging kamu lho, Pa! Jangan kejam sama anak sendiri!" cerca Fatma."Biarkan saja, sekali-kali anak itu harus diberi pelajaran supaya jera. Kamu harus tahu semua ini juga akibat kamu salah mendidiknya. Kamu terlalu memanjakannya sampai dia selalu berpikir harus mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa menyadari kalau tidak semua hal harus dia dapatkan!" sanggah Bekti. Fatma membisu tak berani menjawab, dia membenarkan setiap ucapan yang Bekti lontarkan. Rasa kasih sayang membuatnya lupa jika anaknya sudah berbuat jauh demi obsesi dan ambisinya. Akhirnya dia mendengarkan ucapan Bekti dan mencoba mengabaikan Mayra yang entah di mana keberadaannya saat ini. ***Keesokan harinya, keluarga Revan sudah pindah ke rumah yang sudah disiapkan oleh Revan. Dia sendiri juga menghandle semua pekerjaannya dari rumah begitu juga dengan Agung. Isu meninggalnya Revan membuat semua karyawan bersedih karena kehilangan idola mereka. Namun diantara semua karyawan Revan